Sosok Supiyatun di Pelambuan, Perempuan Pejuang Sampah dari Seberang

0

SUNGAI di Banjarmasin bisa dikatakan belum merdeka dari sampah. Ini mengingat, dalam beberapa kali pantauan di lapangan, nampak beberapa tumpukan sampah plastik mengapung, tak terangkut. Utamanya di Sungai Martapura.

BARU-baru ini, dalam perhelatan puncak Hari Jadi Pemprv Kalsel ke-69 Pemprov Kalsel menjadi bukti. Ternyata, sampah plastik, gulma eceng gondok ranting dan batang kayu menyerbu Sungai Martapura. Akibatnya, mengganggu transportasi sungai serta menimbulkan bau tak sedap.

Tentu merupakan tugas berat bagi Pemkot Banjarmasin mengatasi persoalan sampah. Namun tak sepenuhnya pula disalahkan. Sebab, peran serta masyarakat untuk sadar dalam menjaga kebersihan sungai agar tak lagi dianggap sebagai tong sampah. Apalagi, tumpukan sampah bercampur eceng gondok, ranting bambu ataupun batang kayu ini disebut Pemkot Banjarmasin berasal dari hilir Sungai Martapura.

BACA : PJU Mati, Sampah, Parkir Liar Hingga Pelayanan Kesehatan Waria Disorot LK3

Jadi, sangat mustahil jika menolkan sampah di sungai. Namun, Walikota Banjarmasin Ibnu pernah berucap, hakkul yakin bisa menguranginya melalui campur tangan seluruh pihak, termasuk pemerintah, masyarakat, pelaku usaha dan aktivis lingkungan.

Nah, dalam peringatan HUT ke-74 Republik Indonesia, jejakrekam.com berusaha menyajikan sosok perempuan inspiratif yang peduli terhadap lingkungan. Menariknya lagi, sang sosok itu bukan kelahiran Banjarmasin.

Namanya Supiyatun. Perempuan asal Jember, yang kini sudah menetap sejak 2003 bersama keluarganya di Jalan PM Noor, Gang Sederhana, RT 40 Kelurahan Pelambuan, Banjarmasin Barat.

BACA JUGA : Masalah Sampah Jangan Ditumpukan kepada Pemerintah Semata

Dalam kesehariannya, Supiyatun yang akrab disapa Supiyah ini termotivasi menggalakkan pelestarian sungai ini. Dimulai dari Forum Komunitas Hijau (FKH), sebuah organisasi yang menghimpun para pencinta lingkungan. Hatinya pun terketuk, lantaran kondisi sampah yang ada di Banjarmasin masih belum teratasi sampahnya.

Apalagi, sampah di Banjarmasin diakui Supiyah sangat memprihatinkan. Dalam data yang dikantonginya, setidaknya ada 8 ton sampah yang dihasilkan di wilayah Banjarmasin Barat.Atas dasar itu, Supiyah pun memberikan contoh dimulai dari lingkungan yang ditinggalinya dengan mengelola sampah dengan baik.  “Jadi itu sangat memprihatinkan ini,” kata Supiyah kepada jejakrekam.com, Jumat (16/8/2019).

Mengenai sampah yang menumpuk di lingkungan, merupakan bagian dari aliran anak Sungai Barito, sebagai induk dari aliran sungai yang ada di Kalimantan Selatan dan Kalimantan Tengah. Sadar akan itu, Supiyah berusaha semaksimal mungkin untuk mengedukasi masyarakat yang ada dibantaran sungai agar jangan membuang sampah ke sungai.

“Alhamdulillah karena kesadaran masyarakat sudah jarang ada sampah plastik itu. Saat ini hanya menyisakan tumbuhan ganggang saja,” ucap Supiyah, bersama warga lainnya memungut sampah dan ganggang di sungai kecil di kawasan permukiman penduduk dengan sampan tua.

BACA LAGI : Ini Inovasi SMKN 5 Banjarmasin, Olah Sampah Plastik Jadi BBM

Ganggang pun kini dimanfaatkan warga sekitar sebagai pupuk tanaman, karena mengandung banyak gizi bermanfaat bagi tumbuhan hijau, terutama sayur-mayur dan tanaman obat keluarga.

Supiyah mengaku bersyukur, sampah dari rumah tangga maupun limbah di sungai yang ada di lingkungannya mulai berkurang. Itu semua atas dukungan masyarakat bersama ketua RT dan RW. Hal ini dilakukan dengan gencarnya giat dan sosialisasi kepedulian terhadap lingkungan yang dimotori perempuan kelahiran 1971.

“Jadi saya terbesit untuk mengelola sampah di lingkungan kami ini agar bersih. Karena kebersihan itu saling berkaitan dengan kesehatan. Apalagi di sini, rata-rata rumah berdiri di atas genangan air,” ucapnya.

BACA LAGI : Pemkot Banjarmasin Datangkan Truk Compactor, Sampah Tak Lagi Tercecer di Jalan

Ibu rumah tangga ini menambahkan,  andaikata sampah berupa bekas minuman ataupun botol dibuang ke selokan atau kolong rumah, tentu akan memicu berkembangnya nyamuk demam berdarah. “Saya ingin masyarakat kita sehat dengan membiasakan perilaku hidup bersih dan sehat,” ujarnya.

Untuk itu, Supiyah selalu mengedukasi masyarakat agar bisa memilah atau memisahkan sampah organik yang bisa dijadikan pupuk kompos. Sementara, plastik termasuk botol-botol memudahkan bagi para pemulung yang ingin mengais rezeki dari sampah rumah tangga. “Jadi, pemulung dimudahkan. Karena tidak bercampur dengan sampah dapur dalam artian sudah terpilah,” katanya.

Keuntungannya lagi, beber Supiyah, jika sampah dikelola di lingkungan hingga dibuang ke tempat pembuangan sampah, maka para pemulung tidak perlu mengais dengan cara menghamburkan sampah. Semua itu, karena sudah terpilah dari rumah. “Kita sering lihat di jalan-jalan selalu dihambur-hamburkan pemulung. Ini karena sampah di Banjarmasin masih bercampur,” ujarnya.

Perempuan berkerudung ini juga selalu mengajarkan ketertiban masyarakat membuang dengan cara mengelola sampah. Utamanya di kegiatan keagamaan, seperti mjelis taklim dan yasinan. “Saya tidak akan lelah untuk mengingatkan ibu-ibu mulai dari majelis taklim yang ada. Termasuk pula, pada pelaku pelaku usaha,” ucapnya.

Supiyah menjelaskan, rumah tangga dan pelaku usaha merupakan penghasil sampah terbesar. Sebab, pedagang jajanan ringan itu merupakan salah satu penghasil sampah plastik. Baginya, hal itu sangat rentan jika anak-anak tidak diberikan wawasan, bagaimana sampah bisa dikelola dengan baik.

BACA JUGA : Jengah Melihat Sampah, Walikota Ibnu Sina Gelar Sayembara Berhadiah

“Jadi sejak dini, anak-anak di kampung kami, sering saya ajak untuk melihat bagaimana kalau lingkungan kita kotor. Jadi, mereka sudah bisa memahami membuang sampah pada tempatnya. Tidak lagi ke sembarang tempat,” pungkasnya.(jejakrekam)

Penulis Arpawi
Editor Didi GS

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.