Semangat Nasionalisme Terus Tergerus Jika Pembangunan Tak Merata

0

MEMAKNAI kemerdekaan RI ke-74, Banjarmasin Publik Initiative (BPI) menggelar dialog para tokoh dan akademisi Kalimantan Selatan bersama mahasiswa dan aktivis pemuda di Sekretariat BPI, Komplek Kayutangi 2 Jalur 4, Banjarmasin, Kamis (15/8/2019). Beragam analisis dihadirkan para cendikiawan kampus dan organisasi profesi ini.

STAF khusus Gubernur Kalsel, Rizal Akbar menuturkan perlu dukungan semua pihak untuk mengawal kebijakan Pemprov Kalsel dalam mewujudkan visi-misi Gubernur Sahbirin Noor bersama Wagub Rudy Resnawan dalam pembangunan.

Ia menyebut beberapa program unggulan seperti Revolusi Hijau, terbukti sudah mampu mengembalikan beberapa lahan yang tandus, menjadi hijau serta konsep kota ramah lingkungan yang ingin diterapkan Pemprov Kalsel.  “Pemerintah daerah tentu tak boleh dibiarkan sendiri dalam mewujudkan itu. Butuh bantuan semua pihak, termasuk kritik membangun bagi pemerintahan ini,” ucap Rizal Akbar.

BACA : Kue Anggaran Belum Merata, Pemprov Kalsel Bantah Tak Prioritaskan Banua Anam

Sementara itu, akademisi FISIP Uniska MAB, Dr M Uhaib As’ad mengungkapkan dalam memaknai kemerdekaan RI, tentu kita bisa belajar dari pengalaman kehidupan masyarakat yang justru bisa ditengok dari kehidupan masyarakat yang termarginalkan.

Ia mencontohkan penduduk di Pulau Masalembu, Kabupatan Sumenep, Jawa Timur yang merupakan tempat kelahirannya, sejak Indonesia merdeka hingga 74 tahun, masyarakat setempat belum bisa menikmati aliran listrik dan kemajuan informasi teknologi yang sudah hampir merata di republik ini.

“Ini hanya satu contoh, tentunya di Indonesia yang memiliki banyak pulang, nasib serupa juga dialami mereka yang jauh dari akses kehidupan yang dinikmati warga perkotaan. Jika hal semacam ini dibiarkan, mereka justru akan merasa kehilangan jati diri sebagai bagian dari anak bangsa ini,” tutur Uhaib.

Menurut Uhaib, kehilangan semangat nasionalisme ini juga berkenaan dengan sentuhan pembangunan yang tidak merata, sehingga masyarakat tak melihat betapa pentingnya arti sebuah pemerintahan. Ia juga membandingkan apa yang dialami masyarakat Pulau Sembilan di Kotabaru.

“Nyaris serupa dengan yang dialami masyarakat Pulau Masalembu. Saat ini, Kotabaru sendiri sudah dikepung aktivitas pertambangan dan lainnya. Sementara, mereka tidak menikmati secuil pun hasil dari kekayaan perut buminya,” tutur Uhaib.

BACA JUGA : APBD Kalsel 2020 Defisit Rp 350 Miliar, Ini Hitungan Anggarannya!

Dosen yang dikenal vokal ini juga menyebut daya saing rakyat Indonesia saat bekerja di luar negeri seperti di Malaysia, masih kalah dengan negara tetangga, Filipina. Menurut Uhaib, rata-rata tenaga kerja Indonesia yang dikirim ke Malaysia, tidak memiliki keahlian khusus. “Mereka itu hanya bekerja sebagai buruh perkebunan sawit, hingga menjadi penjaga bayi atau babysitter,” katanya.

Ia juga menyebut jika teori kutukan alam sebenarnya berlaku di Indonesia, termasuk Kalimantan Selatan. Dengan segala kekayaan alam yang dimiliki negeri ini, Uhaib mengatakan justru tak bisa dinikmati semua tumpah darahnya. Bagi Uhaib, kekayaan alam ini justru hanya dinikmati segelintir atau sekelompok orang. “Yang kaya itu-itu saja orangnya. Sedangkan, yang miskin banyak. Bukan berarti rakyat Indonesia, khususnya Kalsel itu malas. Buktinya, mereka sangat rajin, namun mereka tak diberi peluang, atau malah ditutup peluangnya,” cetus Uhaib.

Perdebatan pun makin menarik, beberapa akademisi lainnya seperti dosen STIE Indonesia Dr Iqbal Firdaus dan lainnya turut ambil suara. Sementara itu, anggota DPRD Banjarmasin terpilih dari Golkar, Sukhrowardi mengungkapkan budaya diskusi yang dihelat BIP ini sangat bagus di tengah minimnya budaya literasi di kalangan mahasiswa dan pemuda.

“Dalam mengawal sebuah kebijakan, tentu kita perlu referensi yang baik, sehingga solusi yang ditawarkan kepada pemerintah itu benar-benar jitu, bukan asal kritik saja,” tandasnya.(jejakrekam)

 

Penulis Ahmad Husaini
Editor Didi GS

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.