Kumpai Mangalahakan Banua

Oleh : Noorhalis Majid

0

RUMPUT menguasai padang yang luas. Dianggap sesuatu yang tidak lazim. Rumput tidak layak mendominasi padang yang luas. Rumput tumbuh sekadarnya. Tumbuh di antara tanaman pokok atau utama.

KETIKA mendominasi, mengganggu lingkungan yang sudah tertata dengan baik. Kalau sampai menguasai, akan banyak yang menolaknya. Dianggap tidak sesuai. Tidak bisa menempatkan diri.

Makna paribasa atau peribahasa dalam bahasa Banjar ini sangat menarik. Orang baru, pendatang baru, Ingin mendominasi. Dianggap tidak pantas. Tidak bisa menempatkan diri. Disarankan jangan langsung mendominasi. Perlahan berproses.

Kedatangan orang baru yang langsung ingin menguasai, menimbulkan resistensi dari orang lama. Tindakan seperti itu dikritik dengan beberapa ungkapan kata.  Pai’iyanya. Pina musti. Kada tahu diri, dan sebagainya.

BACA : Ada 41.044 Warga Banjarmasin Miskin, Ombudsman : Penghuni Kolong Jembatan Harus Dientaskan

Bukan bermaksud anti dengan orang luar. Orang Banjar sangat terbuka dengan pendatang. Tidak ada resistensi. Bahkan sangat ramah dan menerma dengan tangan terbuka. Kalau sudah percaya, nang di muntung gen di luak.  Tapi sebagai adab, menghormati orang yang lebih dahulu ada, penduduk asal atau para perintis awal, harus dilakukan.

Konflik antara pendatang dan penduduk asli, sering terjadi di banyak tempat. Termasuk di Kalimantan. Sebabnya, karena pendatang ingin mendominasi. Bahkan meniyingkirkan penduduk asil atau yang sudah lama tinggal. Ketersinggungan. Harga diri terasa diinjak. Ketika pendatang mendominasi, memberi pengaruh terhadap perubahan budaya, gaya hidup, dan berbagai adat istiadat yang terpelihara cukup lama.

BACA JUGA : Paribasa Banjar; Dimamah Hanyar Ditaguk Penuh Makna

Paribasa ini tidak saja tertuju pada pendatang dalam konteks kedaerahan atau kesukuan. Fenomena sekarang, dimana munculnya berbagai aliran keagamaan yang masuk mempengaruhi aliran keagamaan yang sudah ada, juga bisa ditafsirkan kumpai mangalahakan Banua.

Aliran keagamaan baru, merebut tempat-tempat ibadah dan menimbulkan ketersingungan aliran lama yang sudah berjuang membangun sistem keumatan. Kalau tidak diselesaikan, dikomunikasikan, dapat menimbulkan konflik. Gejala itu sudah mulai muncul, ditandai adanya pelarangan aliran atau kelompok tertentu.

BACA LAGI : Baguna Tahi Larut; Paribasa Banjar, Refleksi Budaya

Mengalahkan yang lama, merupakan bentuk ekspansi. Konteksnya sangat luas. Termasuk soal ekonomi. Orang lama juga mesti aktif berinovasi. Kalau tidak, pendatang baru yang tidak sabaran, akan merebut ruang-ruang kosong.

Pun begitu dalam soal kebudayaan. Ekspansi kebudayaan luar, sangat mungkin terjadi. Era keterbukaan tanpa batas seperti sekarang ini, membuka ruang yang sangat luas. Bila sesuatu yang baru itu dirasa menguasai, akan dianggap kumpai mangalahakan Banua.(jejakrekam)

Penulis adalah Kepala Ombudsman Perwakilan Kalsel

Pemerhati Budaya Banjar

Pencarian populer:https://jejakrekam com/2019/08/08/kumpai-mangalahakan-banua/

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.