Daging Masak Habang, Olahan Kurban ala Warga Pulau Bromo

0

KATA ‘bromo’ identik dengan nama gunung berapi aktif di Jawa Timur. Namun, tahukah kalian bahwa ada sebuah pulau yang memiliki nama serupa? Ya, Pulau Bromo, pulau kecil yang menghubungkan Sungai Mantuil dengan Sungai Barito di Kota Banjarmasin, Kalimantan Selatan.

PADA Iduladha 2018 lalu, tim Global Qurban-ACT Kalimantan Selatan sempat menyambangi pulau itu. Dari pusat Kota Banjarmasin, tim berangkat dengan melakukan perjalanan darat selama 30 menit menuju Kelurahan Mantuil. Perjalanan dilanjutkan dengan menumpangi kapal feri untuk menyeberang sungai.

Lebih kurang sudah 30 tahun pulau itu diberi nama Pulau Bromo, terdiri dari empat rukun tetangga (RT) yakni 04, 05, 06, dan 07. Datang ke Pulau Bromo, tim langsung melihat pemandangan bangunan yang telah dimakan usia. Banyak rumah kayu yang sudah tampak tua dan renta.

BACA: Sekerat Daging dan Asa di Pulau Bromo

Sarlinda, salah seorang warga pun mengisahkan, banyak keterbatasan dirasakan oleh mereka yang tinggal di Pulau Bromo. Misalnya saja, sulitnya menjangkau bantuan pembangunan rumah dan sulitnya memperoleh air bersih saat musim kemarau datang.

“Keberadaan Pulau Bromo juga tidak jauh dari Laut Jawa. Setiap kemarau panjang, air sungai akan menjadi asin akibat terkontaminasi air laut. Sumber air bersih pun masih menjadi salah satu permasalahan yang hingga kini juga belum tuntas,” ungkap Sarlinda kala itu.

Untuk Pulau Bromo, tak lupa tim Global Qurban-ACT Kalimantan Selatan juga menyampaikan amanah dari masyarakat Indonesia berupa daging kurban. Sebanyak 30 kilogram daging kurban diberikan untuk warga Pulau Bromo. Daging kurban ini tidak dalam bentuk mentah, tetapi diolah terlebih dahulu menjadi santapan lezat nan bergizi di Dapur Qurban.

Kala itu, warga Pulau Bromo memilih untuk mengolah daging kurban menjadi masakan khas Banjarmasin. Ialah daging masak habang, daging yang dimasak dengan sejumlah bumbu seperti cabai kering, bawang merah, bawang putih dan jahe. Menurut pengakuan warga, masakan itu memiliki cita rasa manis yang dominan.

“Alhamdulillah senang sekali bisa masak dan makan daging bersama. Sudah sepuluh tahun lebih tidak ada yang mengantar kurban ke sini (Pulau Bromo),” kata Darti, seorang ibu berusia 50 tahun yang membantu proses masak-memasak di dapur Qurban.

BACA JUGA: Kelaparan, Imbas dari Konflik Berkepanjangan di Afrika

Ibadah kurban memiliki makna istimewa. Tidak hanya bagi pekurban, tetapi juga bagi para penerima daging kurban. Apalagi yang menerima adalah mereka yang jarang mengkonsumsi daging kurban saat perayaan Iduladha. Makna kurban pun menjadi inspirasi tersendiri bagi masyarakat Indonesia untuk terus berbagi kepada sesama.

Mari kembali bahagiakan warga di Pulau Bromo dengan kehangatan daging kurban bersama ACT. Jadikan ibadah kurban tahun ini lebih bermakna dengan membahagiakan sesama.(jejakrekam)

Penulis Tim ACT
Editor Fahriza

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.