Batasi Peredaran Minuman Beralkohol,Tarif Retribusi Dipasang Tinggi

0

POLEMIK penarikan retribusi izin tempat penjualan minuman beralkohol di Banjarmasin, terus bergulir. DPRD dan Pemkot Banjarmasin tengah menggodok revisi Perda Nomor 17 Tahun 2012 yang mengatur tata niaga minuman beralkohol tersebut.

AKADEMISI Fakultas Hukum Universitas Lambung Mangkurat (ULM) Banjarmasin, Muhammad Erfa Redhani berpendapat segala pengaturan dalam bentuk perda berkaitan dengan minuman berakohol merupakan dampak dari keberadaan dua peraturan di atasnya yang lebih tinggi.

“Revisi perda yang berkaitan dengan penjualan minuman beralkohol itu berdasar pada Perpres Nomor 74 Tahun 2013 tentang Pengendalian dan Pengawasan Minuman Beralkohol dan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 20 Tahun 2014 tentang Pengendalian dan Pengawasan terhadap Pengadaan, Peredaran, dan Penjualan Minuman Berakohol yang telah diubah sebanyak enam kali (terakhir Nomor 25 Tahun 2019),” beber Erfa Ridhani kepada jejakrekam.com di Banjarmasin, Kamis (18/7/2019).

BACA : Apakah Minuman Beralkohol Boleh Dijual di Hypermarket atau Supermarket di Banjarmasin?

Ia menyebut salah satu bunyi Pasal 14 Peraturan Menteri Perdagangan tersebut memcantumkan dengan jelas bahwa minuman beralkohol golongan A dapat dijual di supermarket dan hypermarket.

Hanya saja, beber Erfa, masih ada celah regulasi yang dapat dipakai legislator untuk menggodok revisi Perda Nomor 17 Tahun 2012, yang tercantum dalam Perpres Nomor 74 Tahun 2013 yang berbunyi Pasal 7 ayat (4), dengan mempertimbangkan karakteristik daerah dan  budaya lokal, bupati/walikota dan gubernur dapat menetapkan pembatasan peredaran minuman beralkohol.

“Berdasar klausul itu, Kota Banjarmasin menerbitkan Perda Nomor 10 Tahun 2017 tentang Pengawasan dan Pengendalian Penjualan Minuman Berakohol, Pasal 6 ayat (3) menyebut bahwa minuman berakohol golongan A dapat dijual toko pengecer berupa supermarket dan hypermarket,” urai dosen muda FH ULM ini.

BACA JUGA : Hypermarket dan Supermarket Penjual Minuman Beralkohol Wajib Bayar Retribusi

Menurut Erfa, keberadaan perda tersebut justru sangat mengatur ketat dan hampir susah dipenuhi oleh pengusaha yang membuat usaha minuman beralkohol di Banjarmasin.

Magister hukum jebolan Universitas Indonesia ini menyebut pada beleid tersebut ada ketentuan lain yang harus dipenuhi seperti penjualan eceran tersebut hanya boleh buka pada pukul 23.00 hingga 00.00 Wita. Selain itu, beber Erfa, ada ketentuan bahwa penjualan yangg eceran itu harus berjarak 1 km dari tempat pendidikan, gelanggang remaja, kaki lima, terminal, stasiun, kios kios kecil, penginapan remaja, bumi perkemahan, tempat ibadah, rumah sakit dan batas wilayah.

“Jikapun kita hendak melarang agar penjualan eceran di hypermarket dan supermarket itu dilarang sama sekali. Maka langkah hukum yang dapat dilakukan menguji materill (judicial review) Peraturan Menteri Perdagangan itu ke Mahkamah Agung. Sebab, tidak mungkin perda bisa melarang, Perpres hanya memperbolehkan untuk membatasi, bukan melarang. Kata membatasi dan melarang memiliki makna yang berbeda,” terang mantan Ketua BEM FH ULM ini.

BACA LAGI :Tiga Raperda Diujipublikkan, Banjarmasin Tak Bisa 100 Persen Bebas Minuman Beralkohol

Bagi Erfa, keinginan DPRD Kota Banjarmasin menarik retribusi dari penjualan di hypermarket dan supermarket, merupakan hal yang bagus. Ini bisa dilakukan, dengan niat membuat para pengusaha pikir-pikir jualan minuman beralkohol di hypermarket dan supermarket. “Maka, taruh saja retribusi yang nilainya fantastis dan susah dipenuhi oleh pengusaha,” ucap Erfa.

Menurut dia, tanpa ada perda, justru malah pengusaha punya keleluasaan dalam berjualan. Dengan adanya perda, Erfa berpendapat  justru malah membatasi dengan aturan yang ketat. “Ini malah menunjukkan Kota Banjarmasin yang baiman (bersih dan nyaman), karena dapat memfilter regulasi yang cenderung tidak sesuai dengan kondisi kota,” tandasnya.(jejakrekam)

 

Penulis Ahmad Husaini
Editor Didi GS

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.