Bahtsu Masail Ummah : Menjaga Lingkungan Wajib, Merusak Lingkungan Haram

0

SEMENJAK akhir 2017 silam, masyarakat Kalimantan Selatan patut khawatir, sebab benteng alam terakhir pegunungan meratus terancam dieksploitasi pertambangan.

TERBITNYA SK Menteri ESDM ESDM bernomor 441.K/30/DJB/2017, tertanggal 4 Desember 2017 dengan 20 titik koordinat dengan luasan konsesi 5.908 hektare dalam skala produksi bagi PT Mantimin Coal Minung (PT MCM). Ada dua blok yang akan digarap MCM yakni Blok Batu Tangga di Kecamatan Batang Alai Timur seluas 1.959,12 hektare, serta Blok Upau di Kabupaten Tabalong dan Blok Halong Kabupaten Balangan dengan luas 3.949 hektare, berlaku hingga 25 Desember 2034.

Ancaman tidak hanya datang dari PT MCM, kali Pegunungan Meratus tengah dibidik wacana peningkatan kapasitas produksi batubara yang diajukan PT Antang Gunung Meratus (AGM) dari 10 juta ton menjadi 25 juta ton per tahun.

Konsesi tambang PT AGM termasuk dalam empat kabupaten yakni Kabupaten Banjar, Hulu Sungai Selatan (HSS), Kabupaten Tapin dan Kabupaten HST.

Gelombang perlawanan terus dikobarkan, lintas organisasi kemasyarakatan di Kalsel bahu membahu menjaga Pegunungan Meratus tetap asri tanpa terjamah manusia.

Tak tinggal diam ulama menyepakati sudah saatnya membangun kesadaraan untuk menjaga kelestarian lingkungan. Caranya, dengan melindunginya dari ekspansi pertambangan batu bara dan perkebunan sawit baik di Kabupaten Hulu Sungai Tengah (HST) maupun di Kalimantan Selatan.

Demikian pasca-Bahtsul Masail Ummah (Forum Diskusi ummat) bertema Islam dan Lingkungan Hidup oleh Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LP2M) Universitas Islam Negeri (UIN) Antasari Banjarmasin, Majelis Ulama Indonesia (MUI) HST, dan Pemerintah Kabupaten HST pada akhir Juni lalu.

BACA : Sepenggal Kepelikan di Tengah Godaan ‘Taman Bumi’ Pegunungan Meratus

Dalam Bahtsu Masail Ummah MUI sekalimantan selatan bersama ormas-ormas Islam, dan Pemkab Hulu Sungai Tengah sepakat bahwa menjaga kelestarian alam dan lungkungan adalah sebuah kewajiban, serta merusak lingkungan adalah haram.

“Karena itu setiap usaha memanfaatkan kekayaan alam seperti pertambangan, perkebunana dan usaha-usaha lainnya, jika merusak lingkungan dan menimbulkan mudharat maka hukumnya haram,” demikian hasil kesimpulan Bahtsul Masail Ummah.

Dalam rekomendasinya hasil Bahtsul Masail Ummah menuntut pihak pemerintah untuk menghentikan atau mencegah berbagi kegiatan atau aktivitas oleh siapapun yang menyebabkan terjadinya kerusakan dan pencemaran lingkungan.

Bahtsul Masail Ummah juga merekomendasi para ulama untuk mendidik masyarakat dalam rangka amar ma’ruf nahi munkar seusai dengan fatwa MUI Pusat Nomor 22 tahun 2011 tentang pertambangan ramah lingkungan dan MUI Wilayah IV Kalimantan tentang penebangan liar dan pertambangan tanpa izin, ilegal loging, dan ilegal mining.

“Pemerintah, pengusaha dan elit masyarkat dituntut membuat dan mendukung kebijakan-kebijakan tentang kelestarian lingkungan demi kemaslahatan bersama termasuk mereklamasi atas lahan pertambangan yang telah digarap serta seluruh elemen masyarakat dituntut bekerja sama secara aktif mencegah dan mengaktisipasi perusakan lingkungan di Kalsel, khususnya kawasan pegunungan meratus mengingat Kalimantan adalah paru-paru dunia,” kata rekomendasi hasil Bahtsul Masail Ummah.

BACA JUGA : Terlarang di Era Belanda, Kini Pegunungan Meratus Terkepung Tambang

Sementara itu, Direktur Eksekutif Walhi Kalsel Kisworo Dwi Cahyo mengungkapkan PT MCM jika tetap diberikan ruang menambang di Pegunungan Meratus akan melenyapkan hutan dan gunung kapur di Nateh, menghilangkan Desa Batu Tangga dan desa lainnya di kawasan Kabupaten HST.

Ia menyebut beragai gerakan yang dilakukan rakyat Kalsel belum membuahkan hasil baik dari jalur litigasi maupun non litigasi.

“Proses gugatan Walhi di pengadilan berlangsung sejak 28 Februari 2018. Walhi Kalsel dan Gerakan Penyelamat Bumi Murakata (Gembuk) beserta Pemkab HST kompak menggugat izin itu di PTUN Jakarta,” ucap Cak Kiss kepada jejakrekam.com sabtu (6/7/2019).

selain menempuh jalur hukum, tambahnya gerakan #SaveMeratus melakukan beragam aksi-aksi damai termasuk menulis surat secara serentak kepada presiden. Isinya untuk ikut bersikap tegas dan terlibat dalam penyelamatan Pegunungan Meratus.

Hasilnya, lebih dari 1.000 surat meminta presiden turun tangan dan ikut menyelamatkan Pegunungan Meratus yang akhir Maret lalu dibawa ke Jakarta.

“Kita apresiasi peran ulama dalam penyelamatan rakyat dan lingkungan dan hasil ini harus bisa menjadi salah satu acuan dan pertimbangan untuk pemerintah dalam mengeluarkan kebijakan,” tutup Kiss.(jejakrekam)

Penulis Ahmad Husaini
Editor Andi Oktaviani

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.