Kans Sultan Khairul Saleh Terbuka Ditopang Mesin Pemilih Fanatiknya

0

BERGULIRNYA wacana Sultan Khairul Saleh bakal maju berlaga dalam perebutan kursi Gubernur Kalimantan Selatan pada pilkada serentak 2020 mendatang, memunculkan berbagai analisis kans dan hambatannya.

SANG Raja Banjar yang juga dipastikan anggota DPR RI terpilih hasil Pemilu 2019 dari dapil Kalsel 1, mewakili enam daerah yakni Kabupaten Banjar, Tapin, Barito Kuala (Batola), Hulu Sungai Selatan, Hulu Sungai Tengah (HST), Hulu Sungai Utara (HSU), Balangan dan Tabalong itu, merupakan fenomena politik yang menarik, seakan menebus kegagalannya berlaga pada Pilkada Kalsel 2015 silam.

“Kans Sultan Khairul Saleh untuk maju dalam Pilkada Kalsel 2020 cukup terbuka. Hal ini bisa dibuktikannya dalam Pemilu 2019, dengan turut menumbangkan calon-calon petahana yang sudah empat kali berturut-turut meraih kursi DPR RI. Dalam istilah saya, dapat ditumbangkan secara kejam dengan munculnya generasi baru menandakan geliat politik orang Banua bangkit,” kata pengamat politik asal FISIP Universitas Lambung Mangkurat (ULM) Banjarmasin, Setia Budhi kepada jejakrekam.com di Banjarmasin, Minggu (23/6/2019).

BACA : Jadi Pendamping Sultan Khairul Saleh? Demokrat Dukung Habib Banua Mencalon

Doktor jebolan Universitas Kebangsaan Malaysia ini menduga tumbangnya calon petahana bisa jadi disebabkan faktor pemilih Kalsel ingin terjadinya regerasi di tubuh calon anggota legislatif yang mewakili Urang Banua.

“Ya, dalam kultur Banjar, apa yang disebut bagagantian (bergantian), sehingga pemilih diterpa kebosanan dan di sisi lain kualitas  petahana semakin menurun. Misalnya, tidak ada isu baru yang ditawarkan untuk membangun Banua,” ucap Setia Budhi.

Selain itu, menurut dia, tersumbatnya inovasi jaringan pemenangan dan boleh jadi calon yang baru muncul dipandang sebagai figur yang sesuai dengan tantangan zamannya. Lalu, beber Setia Budhi, kemudian suara dari generasi muda mulai diperhitungkan dan terbukti keterpilihan mereka sejalan dengan dinamika melimpahnya suara orang muda untuk mesa depan Banua.

BACA JUGA : Luncurkan Koperasi Syariah, IPHI Kalsel Tetap Inginkan Sultan Khairul Saleh

“Yang menarik adalah grafik perubahan signifikan Pemilu 2019 juga menggambarkan dukungan yang konstan terhadap beberapa calon. Suara dukungan dengan gelombang tetap itu, bisa disebut pemilih  tradisional atau dengan meminjam jargon pemilu Orde Baru sebagai pemilih berdasarkan fanatisme,” papar Setia Budhi.

Sosiolog antropolog ULM ini mengatakan pemilih fanatik ini dapat dilihat dari bagaimana suara dukungan pada Sultan Khairus Saleh yang diusung Partai Amanat Nasional (PAN) dalam laga seru di dapil Kalsel 1.

Setia Budhi menganalisis hak ini tergambar dari pemilih fanatik mantan Bupati Banjar dua periode itu, dari kantong suaranya seperti di Kabupaten Banjar dengan  20.332 suara dan 7 ribu lebih suara di Kabupaten Batola dan Tabalong.

BACA LAGI : Opsi Independen, Sultan Banjar Siap Tantang Sahbirin di Pilgub Kalsel

Masih menurut dia, pemilih fanatik memang sudah untuk ditumbangkan, sebab secara tradisional keterpilihan calon sudah bukan merupakan pilihan emosional dan perasaan kekerabatan yang sangat kuat.

“Jadi, peluang Sultan Khairul Saleh sebagaimana wacana yang muncul untuk bersaing memperebutkan kursi gubernur atau hobnor dalam kultur Banjar, bisa mengacu pada potensi pemilih tradisional tersebut,” papar Setia Budhi.

Bagi dia, kalau kemudian wacana maju berlaga itu sebagai gerakan politik serius, artinya Sultan Khairul Saleh tidak sedang melakukan uji respon masyarakat Kalimantan Selatan, maka mesin utama penggeraknya adalah pemilih fanatik.

Lantas pesan politik apa yang ingin diungkap sang Sultan Banjar ini dalam mewacanakan siap berkompetisi di Pilkada Kalsel 2020? Menurut Setia Budhi, wacana itu merupakan pesan gerakan budaya, atau lebih tepat sebagai politik kebudayaan yang melekat pada diri sultan sebagai mewarisi  tokoh leluhurnya di Tanah Banjar.

BACA LAGI : Pilkada Harus Jadi Momentum Regenerasi Pemimpin Kalsel

Menurut Setia Budhi, pemilih akan membaca bahwa Sultan Banjar sedang membangun politik kebudayaan bahwa takhta atau yang dikenal sebagai kekuasaan politik seharusnya diabadikan sebesar-besarnya untuk kepentingan rakyat.

“Menurut hemat saya, jalur independen yang diwacanakan dan dipilih Sultan Khairul Saleh sebagai strategi politik, tentu arahnya untuk menghilangkan beban politik bagaimana “mahalnya jukung” untuk berkayuh,” tuturnya.

BACA LAGI : Staf Khusus Gubernur Sebut Paman Birin Terbuka dengan Kontestasi Politik

Bahkan, sebut Setia Budhi, bukan tidak mungkin dengan  belajar dari bagaimana calon DPD RI bekerja dan mendapat dukungan yang kuat dari pemilih banua, strategi independen ala senator ini  mempunyai peluang untuk mematahkan lajunya petahana.(jejakrekam)

Penulis Arpawi
Editor Didi G Sanusi

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.