Mendagri Nilai Kalsel Termasuk Provinsi dengan Area Merah Rawan Korupsi

0

MENTERI Dalam Negeri memberikan predikat ‘area merah’ rawan korupsi bagi Kalsel. Rapor negatif ini bertolak belakang dengan keberhasilan Pemprov Kalsel dalam mempertahankan opini Wajar Tanpa Pengecualian dari BPK RI untuk Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) dalam beberapa tahun terakhir.

DIKUTIP dari gatra.com, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo mengungkapkan, masih banyak pemerintah daerah yang tidak tertib dalam melaporkan pertanggungjawaban belanjanya. Saat ini, Komisi Pemberantas Korupsi (KPK) sudah menyiapkan tim pemantau ke seluruh provinsi di Indonesia.

Bagi aktivis anti korupsi Ahmad Fikri Hadin, label rapor merah dari Kemendagri bagi provinsi rawan korupsi bukan hal yang mengejutkan, sebab indeks persepsi korupsi Kalsel terbilang rendah.

“Salah satu program yang sudah jalan dan pernah menjadi sorotan KPK di Kalsel adalah program Pemberantasan Korupsi Terintegrasi se-Kalimantan Selatan dan pencanangan Zona Integritas. Kalsel masih memperoleh 60 persen dari skala 0 hingga 100 persen, yang dapat disimpulkan rawan akan korupsi,” kata Ketua Pusat Kajian Anti Korupsi Dan Good Governance (Parang) ULM dalam rilisnya yang diterima jejakrekam.com, Rabu (19/6/2019).

Jebolan magister ilmu hukum UGM ini berpendapat, label daerah rawan korupsi dari Mendagri bukan gertak sambal belaka, mengingat berdasarkan data yang valid baik dari internal maupun eksternal Kemendagri sendiri.

BACA : PAD Meningkat, Kinerja Keuangan Pemprov Kalsel Memuaskan

Fikri menilai, dengan cacatan merah yang diberikan KPK ini, seharusnya Pemprov Kalsel sudah mulai membenahi hal-hal yang krusial, khususnya perencanaan anggaran dan penataan aset.

“Dan menjadi warning serius bagi Gubernur Kalsel selaku pimpinan pemerintahan agar bergerak lebih proaktif terhadap perbaikan secara menyeluruh mengenai program pencegahan tipikor dari hulu sampai hilir di tubuh pemerintahan Kalsel,” katanya.

Menurutnya, kunci perbaikan di hulu yang harus diambil Pemprov kalsel memang terletak dalam perencanaan anggaran. Mengingat sudah bukan menjadi rahasia umum korupsi bukan saja terjadi pada saat pelaksanaan, namun juga dalam proses perencanaan, bahkan pada tahap ini bisa dibilang lebih kental.

“Seyogyanya masyarakat sudah dapat mengakses program apa saja yang didanai sumber APBD tahun berjalan dan tahun akan datang serta ada mekanisme “protes” sebagai akuntabilitas dalam perencanaan anggaran,” kata Fikri.

BACA JUGA : Enam Kali WTP, BPK Perintahkan Pemprov Kalsel Tagih Dana Reklamasi Tambang

Sedangkan hilir atau ujungnya, tambah Fikri, dari perencanaan adalah program pelaksanaan yang tidak kalah rawannya tindakan koruptif, program pelaksanaan akan menghasilkan aset.

“Berhubungan dengan aset sendiri dari data temuan BPK memang hampir mayoritas seluruh provinsi sedang bergerak mendata serta menata agar tidak terjadi kerugian oleh negara dengan hilangnya aset dari pemerintah daerah sendiri,” kata akademisi Fakultas Hukum ULM ini.

Ia beranggapan kunci penyelesaian masalah ini adalah terletak di tangan kepala daerah, sebab kepala daerah sendiri yang menjalankan mata anggaran yang telah dibentuk, serta kepala daerah harus bertanggungjawab penuh dalam proses budgeting.

“Karenanya, kepala daerah harus mampu melakukan monitoring dan evaluasi pelaksanaan pengelolaan anggaran daerah oleh SKPD sesuai kewenangannya. Kepala Daerah harus memiliki format laporan monitoring dan evaluasi kinerja, bukan sekedar laporan penyerapan maupun penerimaan anggaran daerah saja,” tandas Fikri.(jejakrekam)

Penulis Ahmad Husaini
Editor Andi Oktaviani

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.