Menanti Jaringan Gas Sambungan Rumah di Kalsel

0

TENTU kita pernah merasakan kesulitan saat gas LPG atau elpiji melon 3 kg sewaktu-waktu lenyap dalam peredaran.  Gas yang menjadi favorit ini sebenarnya adalah gas yang disubsidi bagi masyarakat berstatus ekonomi ke bawah baik untuk rumah tangga maupun usaha. Untuk menbelinya pun harus antre dengan menunjukkan kupon yang diberikan oleh distributor atau kartu penduduk. Jumlah tabung gas isi ulang yang bisa dibeli pun terbatas.

BAGI yang tak beruntung mendapatkan jatah akhirnya pulang ke rumah dengan tabung kosong.  Bila membeli di kios, tentunya harus menebus dengan harga yang lebih tinggi, sekitar 85% dari harga asal.

Selama ini kebutuhan gas elpiji di Indonesia adalah 6,5 juta ton dan mampu dipenuhi dari impor sebanyak 4,5 juta ton (2017). Untuk menekan ketergantungan pada impor pemerintah pun membuat jalur gas baik untuk industri dan sambungan rumah (SR).

Hal ini juga membuat harga bahan bakar gas terjangkau.  Tahun 2018 lalu Mojokerto berhasil memasang jalur gas sebanyak 10.101 SR di rumah-rumah penduduk. Hal ini disebabkan Mojokerto berdekatan dengan dua sumur gas yang dioperasikan oleh CNOOC Madura Limited dan Kangean Energy Indonesia (liputan6.com/ 9/2/2018)

BACA : Berani Mainkan Harga LPG, Sanksi Tegas Menanti   

“Pembangunan  jaringan gas (jargas) merupakan upaya pemerintah melakukan pemerataan atas pemanfaatan kekayaan alam yang kita punya. Jargas juga merupakan salah satu wujud pemanfaatan dana APBN untuk kegiatan yang dirasakan langsung manfaatnya oleh masyarakat. Masyarakat akan merasakan manfaat besar penggunaan gas bumi ini karena lebih efisien, mudah, murah, praktis dan mengalir 24 jam penuh tanpa takut kehabisan dan tidak perlu repot angkat tabung” ujar Ignasius Jonan, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Kementerian ESDM, di sela-sela sambutannya pada acara Peresmian Jargas Kota Pasuruan. Pasokan gas jargas kota Pasuruan berasal dari PT Husky CNOOC Madura Ltd. dengan alokasi sebesar 0,2 MMSCFD(migas.esdm.go.id/ 8/1/2019).

Dilansir darimigas.esdm.go.id, pembangunan jaringan gas sendiri telah dimulai sejak tahun 2009 dengan menggunakan dana APBN. Hingga tahun 2018, jumlah SR yang dibangun mencapai 325.773 SR di 16 provinsi yang tersebar di 40 kabupaten/kota. Tahun 2019, direncanakan sebanyak 78.216 SR jargas akan dibangun dengan menggunakan dana APBN.

Di tahun 2019 ada 17 lokasi yang dibangun SR, di antaranya pun ada yang sudah diresmikan.  Daerah-daerah tersebut yaitu Kabupaten Mojokerto 4000 SR, Kota Mojokerto 4000 SR, Kabupaten Aceh Utara 5000 SR, Kota Dumai 4.300 SR, Kota Jambi 2.000 SR, Kota Palembang 6.000 SR, Kota Depok 6.230 SR, Kota Bekasi 6.720 SR, Kabupaten Karawang 2.681 SR, Kabupaten Purwakarta 4.180 SR, Kabupaten Cirebon 6.105 SR, Kabupaten Lamongan 4.000 SR, Kabupaten Probolinggo 4.000 SR, Kabupaten Pasuruan 4.000 SR, Kabupaten Kutai Kertanegara 5.000 SR, Kabupaten Banggai 4.000 SR, dan Kabupaten Wajo 2.000 SR (katadata.co.id/ 16/1/2019).

BACA : Distribusi Gas LPG 3 Kg Diusulkan Sistem Tertutup

Bagaimana dengan Kalimantan? Apakah memungkinkan memiliki jargas sebagaimana daerah-daerah lainnya? Tentu saja mungkin. Sebab syarat suatu daerah dapat dibangun jaringan gas yaitu memiliki sumber gas bumi yang siap dieksploitasi untuk memenuhi kebutuhan masyarakat, spesifikasi gas bumi harus terpenuhi yaitu tidak membahayakan masyarakat, terdapat potensi pasar pengguna, adanya komitmen pemerintah daerah, dan memenuhi kaidah keselamatan dan keteknikan. Demikian syarat yang diberikan oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).

Ternyata jargas sudah ada di Bontang, Kalimantan Timur.  Realitanya, Bontang memang memiliki kilang gas bumi. Untuk kebutuhan jargas dipasok oleh Pertamina Hulu Mahakam dan kini Bontang telah memiliki 16.965 SR yang dilakukan secara bertahap sejak 2011 : 3.960 SR, 2017 : 8000 SR, dan 2018 : 5000 SR (kontan.co.id; 18/2/2019).

Selain itu juga di Tarakan sudah dipasang 4.695 SR  di tahun 2019 dengan pasokan gas dari Pertamina EP Bunyu & Medco Energi, infrastruktur jargas dikerjakan oleh PT. Perusahaan Gas Negara (PGN) dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2018 (bisnis.com, 16/2/2019). Sedangkan untuk Kutai Kertanegara masih dalam proses pembangunan.

BACA JUGA : LPG 3 Kg Langka, PMII Curiga Ada Mafia Migas Bermain

Pipanisasi gas antara Bontang hingga Takisung sebenarnya telah direncanakan.  Namun, walikota Bontang tidak menyetujui hal ini.  Alasannya karena gas bumi di Bontang persediaannya semakin hari semakin menipis. Wajar ia memiliki kekhawatiran seperti itu, sebab gas bumi memang tergolong sumber daya alam yang tidak dapat diperbaharui.

Proyek pipanisasi gas ini akan dibangun oleh PT Bakrie & Brothers.  Klikbontang.com memberitakan bahwa pipanisasi ini akan membangun pipa sepanjang 250km, dari Bontang ke Tangkisung yang melewati tujuh kabupaten di Kalsel yaitu Balangan, Hulu Sungai Selatan, Hulu Sungai Tengah, Tapin, Banjar, Banjarbaru dan Tanah Laut. Gas yang didistribusikan justru cenderung untuk kebutuhan Proyek Strategi Nasional (PSN) yaitu industri di Batulicin & Jorong. Bukan jaringan untuk sambungan rumah.  Apakah Kalsel tidak termasuk dalam Gas City Project ini?

Entah sampai kapan daerah-daerah yang tidak termasuk dalam pembangunan jaringan gas sambungan rumah ini bertahan dengan gas elpiji yang dikemas dalam tabung beserta serentetan dampak ikutan seperti antri, mengalami kelangkaan stok dan membeli isi ulang dengan harga yang lebih tinggi dari harga asal.  Padahal sudah semestinya kebutuhan bahan bakar bagi rakyat bisa dipenuhi secara merata, tanpa kesulitan untuk mendapatkannya dan  harganya pun terjangkau.

BACA LAGI : Wakil Rakyat Usulkan Perda Penetapan Harga Gas Elpiji di Tingkat Pengecer

Gas bumi adalah salah satu sumber daya alam yang tidak dapat diperbaharui dan dapat diolah menjadi bahan bakar baik untuk kebutuhan sehari-hari (memasak) maupun industri. Konversi bahan bakar dari minyak tanah ke gas akhirnya menjadi pilihan yang diprioritaskan hingga saat ini.

Islam sebenarnya mengatur seluruh aspek kehidupan bahkan memiliki solusinya.  Pada sistem ekonomi Islam maka ditemui adanya status kepemilikan terkait apa-apa yang ada di bumi Allah ini. Status kepemilikan tersebut terkait kepemilikan individu, umum dan negara.

Dilihat dari status kepemilikan, gas bumi yang dieksplorasi & dieksploitasi di daratan maupun lautan dengan diperkirakan memiliki pasokan melimpah maka sudah jelas semestinya adalah milik rakyat/publik (milkiyyah aam) yang dikelola sepenuhnya oleh negara. Hasil pengelolaan pun sepenuhnya pula dikembalikan untuk rakyat.

BACA LAGI : KNPI Kalsel : Ada Mafia di Distribusi LPG dan BBM

Tidak sebagaimana sekarang, ada yang dikelola oleh swasta asing dan lokal atau berkolaborasi dengan pemerintah. Hal ini membuat gas bumi bisa menjadi kepemilikan individu baik lokal maupun asing dan dalam cengkeraman sistem kapitalisme-sekular akhirnya kebutuhan rakyat akan bahan bakar pun tidak terpenuhi secara optimal.

Termasuk pembangunan infrastruktur keras non fisik (non physical hard infrastructure) terkait fungsi utilitas umum maka gas berikut pipa distribusinya hingga sampai ke masyarakat seharusnya juga dikelola oleh negara. Sebab hal tersebut termasuk kepemilikan umum (milkiyyah aam).  Jangan sampai ada campur tangan baik swasta lokal dan asing.Hal ini sebenarnya semakin memperkuat jeratan sistem kapitalisme-sekular.

Hadits yang diriwayatkan oleh Abu Dawud dab Ahmad menyatakan: “Manusia berserikat dalam tiga hal, yaitu air, padang rumput, dan api,” dikaitkan dengan ketersediaan gas bumi yang melimpah maka termasuk kategori api atau bahan bakar yang menjadi kebutuhan umum. Maka dari hulu hingga hilir terkait pengelolaan sumber daya alam yang melimpah sudah semestinya dikelola oleh negara tanpa tergantung dengan swasta dab asing. Mandiri. Jangan sampai dimonopoli oleh pihak-pihak tertentu.

BACA LAGI : Atasi Kelangkaan, Subsidi LPG 3 Kilogram Dikembalikan Jadi Rp 25 Triliun

Bila jaringan gas sambungan rumah tidak dipasang di seluruh Indonesia hingga daerah terpencil, maka sudah semestinya pemerintah mengerahkan upaya untuk bisa memenuhi kebutuhan bahan bakar termasukbagi rumah tangga juga usaha masyarakat kecil dengan berpijak pada sistem Islam.  Hal ini agar tidak terjadi swastanisasi dan privatisasi baik dari lokal maupun asing pada pengelolaan kepemilikan umum. Di satu sisi, pemerintah menunaikan syariat Illahi dan di sisi lain kebutuhan rakyat pun dapat terpenuhi dengan optimal.(jejakrekam)

Penulis adalah Barablog. Tinggal di Banjarmasin

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.