Jelang Hari Pemungutan Suara, Kalsel Sudah Darurat Politik Uang

1

HASIL survei jaringan pegiat anti korupsi di Indonesia dalam Anti Corruption Summit (ACS) bekerjasama dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), mencatat aksi politik uang (money politics) dengan tindakan membeli suara (vote buying) sangat tinggi jelang Pemilu 2019 ini.

DATA ini diungkap Ketua Pusat Kajian Anti Korupsi dan Good Governance (Parang) Universitas Lambung Mangkurat, Ahmad Fikri Hadin dalam diskusi terpumpun bertajuk mencegah politik uang dan golput dalam menciptakan pemilu yang berintegritas di Café Capung Banjarmasin, Kamis (11/4/2019) sore.

“Politik uang itu bisa berbentuk uang, paket sembako atau barang serta infrastruktur seperti perbaikan jalan, gang dan sebagainya yang diberikan para calon kepada calon pemilih jelang pemilu atau pilkada,” ucap Fikri Hadin di hadapan peserta diskusi yang menghadiri komisioner penyelenggara pemilu, jurnalis, aktivis, akademisi, serta para mahasiswa.

BACA : Politik Uang Haram, Para Pelakunya Dilaknat Allah dan Rasul-Nya

Dosen muda Fakultas Hukum Universitas Lambung Mangkurat (ULM) mengungkapkan politik uang juga bisa membalikkan keadaan jika sang calon dalam berbagai survei menang, justru bisa dikalahkan dengan pembelian suara pemilih.

“Ini fakta yang terjadi di Indonesia, berdasar hasil riset, survei dan pengamatan dari jaringan pegiat anti korupsi seperti terungkap dalam ACS bersama KPK. Makanya, kenapa KPK meningkatkan pengawasan terhadap politik uang agar pemilu kita berkualitas dan berintegritas,” tutur Fikri Hadin.

BACA JUGA : Semua Daerah Rawan, Caleg Berduit Rentan Lakoni Politik Uang

Menanggapi hal itu, komisioner Bawaslu Kalsel Nur Kholis Majid menegaskan sebenarnya politik uang bagian dari kecurangan pemilu, karena potensi seperti terkait logistik pemilu, daftar pemilih, serta lainnya.

“Seperti yang membikin heboh negeri soal dugaan tercoblosnya surat suara di Malaysia. Atau, tertukarnya surat suara antar dapil, juga akan jadi masalah,” tutur Majid.

BACA JUGA : Toleransi Pemilih Kalsel Masih Tinggi dengan Politik Uang

Mantan komisioner KPU Kalsel ini memastikan dalam mengawasi gerak-gerak para caleg atau tim sukses yang melakoni politik uang, akan dilakukan patroli pengawasan dengan memanfaatkan jaringan kepengawasan di lapangan. Termasuk, masyarakat bisa melaporkan ke Bawaslu jika ditemukan politik uang.

“Kami juga telah memetakan daerah-daerah yang rawan politik uang. Dalam UU Pemilu, memang yang bisa dijerat pidana adalah pemberi, bukan penerima. Berbeda dengan UU sebelumnya yang menjerat kedua-duanya,” ucap mantan Ketua PW Pemuda Muhammadiyah Kalsel ini.

BACA LAGI : Itjima Ulama ke-6 Hasilkan 25 Fatwa, Politik Uang Haram dan Definisi Perzinahan Diperluas

Sementara itu, komisioner KPU Kalsel Nurzazin menjamin integritas penyelenggara untuk tak berbuat curang. Ini karena saat ini fokus penyelenggara adalah mendistribusikan logistik serta mengawal hari pemungutan hingga perhitungan suara berlangsung sukses dan aman.

Sedangkan, Direktur Lembaga Kajian Keislaman dan Kemasyarakatan (LK3) Banjarmasin Rafiqah justru yang mengemuka di publik saat ini adalah para caleg bukan adu visi, namun adu uang yang diberikan kepada calon pemilih.

“Ini fakta yang terjadi. Makanya, jajaran pengawas harus ekstra bekerja keras mengungkap dan menindaklanjutinya. Sebab, saat ini sudah mengemuka politik uang yang dilakoni para caleg,” kata Rafiqah.

BACA LAGI : Isu Agama Diprediksi Tak Laku, Politik Uang Belum Bisa Dibendung

Lain lagi dengan Ketua PWI Kalsel Zainal Helmie mengungkapkan politik uang juga dipengaruhi masalah kesejahteraan masyarakat, tingkat pendidikan serta penegakan hukum yang harus tegas.

“Kalau boleh dibilang saat ini justru Indonesia termasuk Kalsel malah darurat politik uang. Sebab, sejak sepekan ini jelang hari H, sudah giat para caleg dengan iming-iming untuk membeli suara para calon pemilih,” tandasnya.(jejakrekam)

Penulis Siti Nurdianti
Editor Didi GS

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.