Tolak Pemberangusan Kebebasan Berpendapat Pers Mahasiswa

0

KOMUNITAS intelektual kampus serta segenap civitas akademika sudah sepatutnya menjadi garda depan mengawal proses demokrasi, memastikan setiap intelektual kampus dan mahasiswa berproses secara kritis dengan tetap menjunjung tinggi asas keadilan dan kepatuhan hukum.

KAMPUS sebagai kawah candradimuka para calon pemimpin bangsa wajib memupuk watak kebangsaan dan nasionalisme bukan sebaliknya bertindak intoleran, membuat kebijakan yang sewenang-wenang sehingga memberangus kebebasan berekspresi dan berpendapat kritis mahasiswa.

Keputusan Rektor Universitas Sumatera Utara, Runtung Sitepu melarang publikasi cerita pendek (cerpen) “Ketika Semua Menolak Kehadiran Diriku di Dekatnya” karya Yael Stefany Sinaga di suarausu.co jelas merupakan tindakan yang memberangus kemerdekaan berekspresi mahasiswa.

BACA : 23,5 Persen Mahasiswa di 25 Universitas Terpapar Paham Radikal

Lebih lagi tindakan itu disertai dengan penutupan suarausu.co dan pencabutan status keanggotaaan seluruh awak Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) Suara USU pada 25 Maret 2019. Sebelumnya, pihak kampus USU juga pernah mempersoalkan hasil liputan LPM Suara USU yang mengkritisi kondisi kampus.

Pasal 28F Undang-undang Dasar 1945 menjamin hak setiap warga negara untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia.

Pemecatan terhadap seluruh awak redaksi Suara USU telah melanggar hak konstitusional para awak redaksi Suara USU dan masyarakat umum untuk berkomunikasi, menyebarluaskan, dan memperoleh informasi.

Keputusan Rektor USU juga melanggar Pasal 28C Undang-undang Dasar 1945 yang menjamin hak setiap warga negara mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapat pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya, demi meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusia.

BACA JUGA : 2018, Tahun Yang Belum Berpihak Pada Kebebasan Pers

Sikap represif kampus terhadap pers mahasiswa tidak hanya di alami oleh LPM Suara USU. Berdasarkan catatan FAA PPMI sejumlah kasus serupa juga dialami oleh lembaga pers mahasiswa di berbagai kampus.

Seperti yang dialami oleh LPM Ekspresi di Universitas Negerai Yogyakarta pada 2014. Ketika itu pihak kampus merampas dan melarang peredaran Buletin Expedisi yang berisi pemberitaan mengenai pelaksanaan orientasi studi dan pengenalan kampus (Ospek) yang dianggap bermasalah.

Pada 2015, LPM Lentera, Universitas Kristen Satya Wacana di Salatiga juga mengalami hal serupa. Majalah Lentera ditarik dan dilarang beredar oleh rektorat dan polisi lantaran laporan mereka tentang sejarah peristiwa 1965 di Salatiga.

Selanjutnya pada 2016 LPM Poros Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta sempat dibekukan karena mengkritik pembangunan Fakultas Kedokteran di kampus tersebut. Di tahun yang sama, LPM Pendapa Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa juga dibekukan karena menerbitkan berita yang mengkritisi kampus.

BACA LAGI : Aktivis Muda NU Prihatin dengan Ancaman Pembungkaman Kebebasan Berpendapat dan Pers

Berdasarkan riset yang dilakukan Perhimpunan Pers Mahasiswa Indonesia (PPMI) sepanjang 2013-2016 terdapat 133 kasus kekerasan terhadap pers mahasiswa. Dari jumlah tersebut, sebanyak 65 kasus justru dilakukan oleh pihak birokrasi kampus berupa intimidasi, perampasan media, hingga penyegelan sekretariat.

Oleh sebab itu, FAA PPMI yang menyatakan:

  1. Mendesak Rektor Universitas Sumatera Utara untuk segera mencabut surat keputusan pencabutan status keanggotaan seluruh awak redaksi Suara USU.
  2. Mendesak pihak Universitas Sumatera Utara menjamin kemerdekaan berekspresi, berpendapat, dan menyampaikan informasi Suara USU.
  3. Menyerukan solidaritas seluruh alumni pers mahasiswa, aktivis pers mahasiswa, aktivis gerakan mahasiswa, dan masyarakat untuk mendorong kebebasan berpendapat dan menyampaikan informasi LPM Suara USU.
  4. Menolak segala upaya intervensi, intimidasi, dan pelarangan terhadap aktivitas pers mahasiswa.
  5. Meminta seluruh perguruan tinggi di Indonesia untuk menghormati dan mendukung pemenuhan hak lembaga pers mahasiswa dalam mencari, mengolah, dan menyebarkan informasi melalui karya jurnalistik.(jejakrekam)

Penulis  adalah Ketua Umum Forum Alumni Aktivis Perhimpunan Pers Mahasiswa Indonesia (FAA PPMI)

 

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.