Setahun Keruk Batubara Senilai Rp 200 Triliun, Kalsel Disebut Dijatahi 5 Persen Saja

0

BAGI hasil royalti tambang batubara yang diterima Provinsi Kalimantan Selatan tak mencerminkan keadilan. Pemerintah pusat di Jakarta hanya memberi jatah lima persen, tak sebanding dengan tingkat kerusakan serta volume ‘emas hitam’ yang ditambang dari perut bumi Kalsel.

SEKRETARIS Fraksi PKS DPRD Kalsel Surinto menilai selama ini batubara yang dikeruk dan kemudian diangkut keluar daerah per tahunnya berkisar 150 juta ton.

“Nah, jika diuangkan dengan asumsi harga per ton 100 dolar Amerika Serikat, berarti setara nilainya Rp 200 triliun. Nah, Provinsi Kalsel hanya dapat jatah lima persen, hitungan kasarnya hanya dapat sekitar Rp 10 triliun,” ucap Surinto kepada jejakrekam.com di Banjarmasin, Selasa (26/3/2019).

BACA : Kalsel Jangan Hanya Andalkan Batubara untuk Energi Daerah

Bandingkan, menurut dia, kemampuan keuangan daerah dalam APBD Kalsel hanya berkisar di angka Rp 6 hingga Rp 7 triliun per tahun, atau kurang dari 10 persen dari nilai komoditas batubara yang merupakan kekayaan alam Kalsel dibawa ke luar negeri atau daerah lain.

“Ini jelas sistem pembagian dari royalti batubara yang diterima Kalsel sangat tidak fair, bahkan terlalu kecil untuk ukuran kerusakan alam yang harus dialami Banua,” tutur anggota Komisi III DPRD Kalsel ini.

Padahal, menurut Surinto, Kalsel sendiri merupakan salah satu penghasil batubara terbesar nasional, atau pasokan nasional dipasok 1/3 berasal dari perut bumi di Banua.

“Ini fakta yang memiriskan. Jika dilihat dari aturan dana perimbangan atau bagi hasil, memang pemerintah pusat hanya dapat jatah 20 persen. Sisanya, 80 persen untuk daerah penghasil,” tuturnya.

BACA JUGA : Gaungkan Gerakan Bersihkan Indonesia, Walhi Minta Stop Tambang Batubara

Hanya saja, menurut Surinto lagi, jatah 80 persen tak utuh diterima daerah penghasil, karena harus dibagi besarannya untuk penerimaan negara sebesar 13,5 persen, dan daerah hanya memperoleh jatah 5 persen.

“Dalam pertemuan terakhir dengan Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) di Jakarta, kami mengusulkan agar Kalsel mendapat jatah 10 persen utuh dari hasil royalti batubara,” papar Surinto.

Sayangnya, ternyata pemerintah pusat melalui Kementerian ESDM justru memberi sinyal lampu kuning, tak ada tanda-tanda bakal disetujui. “Kami berharap agar Gubernur Kalsel Sahbirin Noor makin inten melobi pemerintah pusat termasuk melibatkan para wakil rakyat kita di Senayan, baik DPR maupun DPD RI,” ucap Surinto.

BACA LAGI : Ekspor Batubara Melalui Pelabuhan Kotabaru Lebih Besar Dibanding Pelabuhan Banjarmasin

Sebab, menurut dia, para politisi Senayan Jakarta dari berbagai parpol ditambah senator di DPD RI, totalnya sebanyak 15 orang, sehingga bisa menggunakan jalur politik untuk ‘menekan’ pemerintah pusat memberi porsi yang adil bagi Kalsel.

“Setidaknya, enam bulan sekali, Gubernur Kalsel harus membuat agenda untuk duduk bersama dengan 15 wakil rakyat kita di pusat. Tentu untuk mendorong percepatan pembangunan daerah, salah satunya melalui peningkatan royalti batubara yang diterima Kalsel,” tutur legislator PKS ini.

Dengan begitu, menurut Surinto, galangan dukungan melalui jalur politik bisa jauh lebih efektif bagi Kalsel agar mendapat perhatian penuh dari pemerintah pusat.

“Sebab, kami di DPRD Kalsel sudah mencoba, namun selalu tak ada respon dari pemerintah pusat,” tandasnya.(jejakrekam)

 

Penulis Ipik Gandamana
Editor Didi GS

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.