Pesan Baliho Caleg di Antara Empat Tipe Pemilih Pemilu

0

RUANG publik kini jadi rebutan bagi para calon wakil rakyat di Pemilu 2019 untuk mempromosikan diri dengan berbagai pesan. Seperti terlihat di Banjarmasin, nyaris tak ada ruang tak tersentuh baliho, spanduk dan sejenisnya dari para calon legislatif (caleg) hingga calon presiden-wakil presiden.

PENGAMAT politik asal FISIP Universitas Lambung Mangkurat (ULM), Setia Budhi mengatakan tentu rakyat selaku pemilik suara tak ingin memilih calon wakil rakyat yang tak paham dengan tugas dan fungsinya.

“Jika terpilih, malah jadi beban rakyat. Makanya, pencermatan subjektif perlu dilakukan publik, karena hal itu merupakan hak publik untuk menentukan pilihan di bilik suara pada Rabu, 17 April 2019 nanti,” ucap Setia Budhi kepada jejakrekam.com, Minggu (17/3/2019).

Doktor antropolog jebolan Universitas Kebangsaan Malaysia ini mengajak untuk mengamati pesan-pesan pada baliho para caleg agar menjadi pemilih cerdas, sehingga bisa membuka seluruh memori atau ingatan masa lalu.

BACA :  464 Baliho Caleg Melanggar, Bawaslu-Satpol PP Turunkan 272 Bendera Parpol

“Apakah masa lalu  sangat calon telah secara tepat dan akurat  memenuhi setiap jengkal kerjanya sebagai wakil rakyat? Kerapkali calon anggota legislatif dalam pesan-pesan baliho ingin menyapa para pemilihnya,” tutur Setia Budhi.

Intinya, menurut dia, para caleg ini ingin terpilih lagi atau dipilih, sehingga bagi para pemilik suara harus melancak calon lima tahun ini dengan tampilan pesan baliho dan gambar calon yang tidak berubah.

“Pesan baliho yang terus muncul di setiap perhelatan pemilu, misalkan mohon doa restu dan dukungan. Kalau pesan ini durai, mungkin maksudnya pemilih diminta untuk berdoa dan dukungannya,” sentil Setia Budhi.

BACA JUGA :  Fenomena Para Caleg Parpol Minim Promosikan Capres-Cawapres

Dengan begitu, menurut dia, maka sang calon meminta kemurahan hati para pemilihnya, sebab paham tipikal pemilih di Indonesia memang bermurah hati. “Ya, istilah dalam bahasa Banjar, kada pamurunan,” ucapnya.

Namun, dosen FISIP ULM ini mengajak agar warga Kalsel menjadi pemilih yang cerdas dan rasional dengan bertanya apa saja yang telah dilakukan mereka selama menjadi wakil rakyat. Sebab, beber Budi, doa-doa sudah dipanjatkan namun faktanya kehidupan ekonomi tak mengalami perubahan.

“Ada pula pesan emosional dengan mengambil kearifan lokal. Misalkan, di pesan baliho tertulis ‘Dingsanak Pian Jua’. Ini jelas, sarat harapan bahwa pemilih lokal akan memilih bersatu memilih karena merasa sesama orang daerah, atau minimal serumpun bahasa,” tuturnya.

Namun, beber Setia Budhi, pertanyaaan adalah apakah pemilih merasa badingsanak (bersaudara), satu keturunan atau zuriat hingga disebut dingsanak atau sejak kapan badingsanak.

BACA LAGI : Daerah Pinggiran Kota Banjarmasin Paling Rawan Politik Uang

Setia Budhi megnajak sebagai pemilih era milenial ini jangan sampai terjebak dengan pesan-pesan baliho model zaman dulu tahun 1970-an. Sebab, menurut Setia Budhi, kini para caleg cenderung dengan pesan  baliho yang langsung menggerakkan apa tindakan mereka para pemilih itu untuk dapat bekerja bersama anda.

“Jauh lebih kuat pesannya jika mengajak ayo membersihkan Banjarmasin, atau sejenisnya dibandingkan pesan baliho dingsanak pian jua itu,” tutur ethnograper Kalsel ini.

Sementara itu, aktivis Jaringan Demokrasi Indonesia (JaDI) Kalsel Khairiadi Asa mengingatkan tipe pemilih berdasar hipotesis Eep Saifullah Fatah, pengamat politik nasional.

Ada empat kelompok utama yakni pemilih rasional kalkulatif yang berdasar perhitungan rasional dan logika. Biasanya pemilih ini berasal dari golongan masyarakat yang terdidik atau relatif tercerahkan dengan informasi yang cukup.

BACA LAGI : Politik Uang Haram, Para Pelakunya Dilaknat Allah dan Rasul-Nya

“Kedua adalah pemilih primordial, pemilih yang menjatuhkan pilihannya lebih dikarenakan alasan primordialisme. Seperti alasan agama, suku, ataupun keturunan. Ketiga, pemilih pragmatis, pemilih tipe ini biasanya lebih banyak dipengaruhi oleh pertimbangan untung dan rugi,” papar Khairiadi Asa.

Mantan komisioner KPU Batola ini menambahkan tipe pemilih keempat adalah pemilih emosional, kelompok pemilih ini cenderung memutuskan pilihan politiknya karena alasan perasaan. Pilihan politik yang didasari rasa iba, misalnya adalah pilihan yang emosional.(jejakrekam)

 

Penulis Asyikin
Editor DidI GS

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.