Sertifikasi untuk Pemenuhan Tenaga Kerja Jasa Konstruksi yang Legal

0

DIREKTORAT Jenderal Bina Konstruksi Balai Jasa Konstruksi Wilayah V Banjarmasin Kemenerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) melakukan berbagai upaya percepatan sertifikasi tenaga kerja konstruksi, salah satunya dengan mengadakan rapat koordinasi program pembinaan jasa konstruksi di G’Sign Hotel, Jumat (15/3/2017).

RYAN Pramadana, Staf perencanaan dan informasin BJKW V Banjarmasin, menjelaskan rakor ini dalam upaya mengakselerasikan sertifikasi tenaga kerja konstruksi di Kalimantan Selatan, baik tingkat terampil dan ahli. “Tahun 2019 kita menargetkan sertifikasi tenaga kerja konstruksi, baik terampil maupun ahli sebanyak 18.347 tenaga kerja,” ungkap dia.

Ryan menyebut dalam mengembangkan kompetensi tenaga kerja, BJKW V Banjarmasin bekerjasama dengan sejumlah perguruan tinggi di Kalsel, diantaranya Universitas Lambung Mangkurat, Uniska, Uvaya, Poltek, UNU Kalsel, dan Universitas Muhammadiyah Banjarmasin.

Selama tahun 2018, pihaknya telah mengadakan lebih dari 1.900 kegiatan, baik pelatihan hingga pembekalan untuk mengembangkan kualitas SDM Konstruksi.

Ketua Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi (LPJK) Kalsel Subhan Syarief menjelaskan, sertifikasi pekerja konstruksi sudah diatur dalam UU Nomor 2 Tahun 2017 tentang jasa Konstruksi, dan Surat edaran Gubernur Kalimantan Selatan Nomor 600/0467/PUPR/2017 Oktober 2017 tentang Kewajiban Mengunakan Badan Usaha dan Tenaga Kerja Bersertifikat Kompentensi Kerja dalam Pelaksanaan Kegiatan Konstruksi dan Percepatan Sertifikasi Tenaga Kerja Konstruksi.

BACA : Ini 4 Program Andalan LPJK Kalsel Perkuat Ketahanan Dunia Konstruksi Banua

“Kondisi tenaga kerja konstruksi bersertifikat di Kalsel masih minim, sehingga perlu dilaksanakan program percepatan sertifikasi dalam rangka untuk pemenuhan tenaga kerja yang legal berdasar aturan UU Jasa Konstruksi,” ungkap kandidat doktor Universitas Islam Sultan Agung Semarang ini.

Menurutnya, dalam UU Nomor 2 Tahun 2017 pasal 99 ayat 2 dengan tegas mengatur sanksi administratif berupa denda hingga penghentian sementara kegiatan layanan jasa konstruksi apabila lengguna jasa maupun penyedia jasa yang memperkerjakan tenaga kerja konstruksi yang tidak memiliki sertifikat kompentensi kerja.

Bagi Subhan, minim tenaga kerja konstruksi menjadi paradoks mengingat untuk mengurus sertifikasi komptensi konstruksi terbilang mudah, dengan syarat sederhana dan berbiaya murah.

“Ini menjadi tanggungjawab bersama untuk mempercepat sertifikasi pekerja agar terjamin kualitas pekerjaannya dan disiplin mengikuti standar operasional prosedur (SOP),” pungkas Subhan.(jejakrekam)

Penulis Ahmad Husaini
Editor Andi Oktaviani

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.