Tuhan dalam Gemuruh Erotisme Kontestasi Politik

0

TULISAN ini berusaha menggambarkan realitas politik yang tengah berlangsung di negeri ini, yaitu realitas perebutan  simbolisme agama. Simbolisme agama selalu hadirkan dalam dunia propan. Agama dan politik adalah entitas berbeda.

AGAMA adalah berada dalam wilayah sakralitas, sementara politik dalam wilayah propan. Sebagai negara mayoritas muslim, politisasi simbol agama tidak terhindarkan masuk dalam pusaran strategi membangun jaringan patronase politik.

Salah satu strategi membangun patronase politik adalah menggunakan simbol agama atau tokoh agama sebagai political marketing. Oleh karena  itu, para aktor politik berusaha menarik simpatik melalui berbagai macam cara yang salah satunya adalah pendekatan terhadap institusi agama atau simbolisme agama.

BACA :  Prabowo Subianto ; di Antara Pusaran Ketakutan dan Kerinduan

Tuhan pun tersenyum ketika wilayah sakralitas diitrodusir dalam gemuruh pertarungan perebutan kekuasaan. Tuhan pun tahun bahwa itu semua adalah arena permainan kekuasaan power game).

Tuhan pun tahu bahwa dunia politik adalah dunia yang dihiasi janji manis dari mulut orang yang tengah berjudi kekuasaan dalam altar demokrasi. Altar demokrasi negeri sudah dipenuhi najis dan tersandera dengan permainan politik uang.

Selain menggunakan permainan politik uang ini, seperti disebutkan pada awal tulisan ini adalah arena perebutan wacana publik melalui simbol-simbol agama seperti misalnya, menghadiri haul ulama kharismatik di sejumlah daerah di Indonesia. Ya, ini adalah fenomena sosiologis di Indonesia, khususnya menjelang perebutan kekuasaan politik.

BACA JUGA :  Tahun Politik, Politisasi Agama Diyakini Makin Meningkat Tajam

Perebutan kekuasaan politik semakin erotis. Erotisme itu semakin fenomenal ketika sejumlah elite politik lokal dan nasional akan menghadiri haul ulama Guru Sekumpul yang kharismatik itu. Apa pun interpretasi publik mengenai kehadiran elite politik lokal masional itu, tidak bisa dipisahkan dari dimensi kepentingan kekuasaan politik.

Haul Sekumpul itu tidak berada dalam ruang hampa kepentingan politik. Haul Sekumpul itu menjadi arena kesempatan bagi para elite politik yang bertarung dalam kekuasaan. Apakah itu calon anggota legislatif dan calon presiden. Hal ini sah-sah saja di alam demokrasi. Tidak ada yang salah.

Haul Sekumpul telah menjadi arena event tahunan pariwisata spiritual pemerintah daerah di Provinsi Kalimantan Selatan. Haul Sekumpul telah menjadi arena pergerakan ekonomi rakyat, industri hotel dan rumah makan. Artinya, Haul Sekumpul telah menjadi episentrum wadah silaturahmi ekonomi dan politik.

BACA JUGA :  Mengharumkan Uniska, Uhaib As’ad Masuk Deretan Editor Jurnal Internasional

Sakralitas Haul Sekumpul jangan sampai menjadi pamflet political marketing yang dimanfaatkan para elite atau aktor yang sedang berada dalam ring tinju demokrasi uantuk melakukan tarung bebas kekuasaan. Seperti disebutkan di awal tulisan ini bahwa, dunia politik telah menjadi industri.

Dunia yang sarat perebutan mode of political production, yaitu perebutan alat produksi politik melalui konteatasi politik. Tentu saja, para aktor dituntut memiliki kapasitas poliitik, kapasitas sosial dan dukungan amunisi pendanaan.

Biaya demokrasi yang tinggi telah menjadi problem bagi orang-orang yang tidak memiliki dana besar atau.para  calon legislatif kelas dhuafa secara finansial. Iklan politik yang berseleweran itu dapat diidentifikasi para caleg-caleg itu.

Hanya caleg-caleg pemilik modal atau caleg-caleg yang dibandari para cukong  itulah yang bisa membuat iklan politik yang bernilai mahal. Sementara yang tidak memiliki modal kuat cukup mengandalkan kekuatan doa atau menunggu intevensi kekuatan Tuhan.

Itulah erotisme demokrasi yabg sedang terjadi di negeri ini. Tidak hanya itu, Tuhan pun diseret-seret  masuk dalam gemuruh kontestasi politik.

Selain intervensi kekuatan uang, intervensi simbolisme agama (Tuhan) pun perlu dihadirkan dalam perebutan wacana publik. Inilah erotisme politik yqng semakin binal dan liar. Binal dan liar karena rakyat di negeri ini memiliki pilihan politik yang fragmented. Tuhan pun tersenyum bila memandangi gemuruh Haul Sekunpul itu. Tuhan pun tahu bahwa Indonesia adalah negara yang dihuni mayoritas muslim.

BACA LAGI :  Prabowo Subianto Dipastikan Hadiri Haul Akbar Guru Sekumpul ke-14

Agama dan politik tidak mungkin terpisahkan secara emosional walau pun mitos politik Islam itu telah runtuh di bumi negeri yang mayoitas muslim. Gemuruh Haul Sekumpul telah menjadi momentun indah dan menarik bila kita amati secara mendalam bahwa Sekumpul semakin populer bukan saja karena adalah ulama besar dan kharismatik yang terkubur di tanah itu.

Tetapi, bumi Sekumpul acapkali menjadi tempat permohonan restu bagi orang-orang yang akan bertarung dalam perebutan kekuasaan. Bumi Sekumpul telah menjadi wilayah sensitivitas politik dan menjadi tempat persinggahan bagi para elite dalam perburuan kekuasaan.(jejakrekam)

Penulis adalah Dosen FISIP Uniska Banjarmasin

Direktur Center for Politics and Public Policy Studies, Banjarmasin

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.