LSISK Tolak Keras Tambang di Kawasan Pegunungan Meratus

0

MASYARAKAT patut was-was. Pasalnya, perusahaan pertambangan berencana menaikkan kapasitas produksi batubara dari 10 juta ton menjadi 25 juta ton per tahun.

RENCANA ini mendapat penolakan sengit. Apalagi setelah terendus gelagat perusahaan tambang berniat memasuki wilayah HST. Dimana kawasan Pegunungan Meratus-nya masih steril dari tambang batubara.

Penolakan keras juga dilontarkan LSISK (Lingkar Studi Ilmu Sosial Kerakyatan). Melalui cacatan tertulis, Ketua Umum LSISK Hakim menilai operasi pertambangan yang terjadi di Kalimantan Selatan sudah sangat merusak lingkungan, dan hanya HST satu-satunya kabupaten yang belum tersentuh aktivitas pertambangan.

“Ibaratnya, HST merupakan atapnya Kalimantan Selatan yang masih kokoh berdiri. Dinding dan lantainya sudah rusak, kini atapnya Kalsel terancam aktivitas pertambangan. Saya kira, sudah selayaknya kita mempertahankan HST jangan sampai ditambang,” kata mahasiswa UIN Antasari ini.

Baginya, Pegunungan Meratus sebagai paru-paru dunia dan menyimpan cadangan air sebagai penghidupan masyarakat Kalsel. “Kita sudah melihat contoh daerah lain di Kalsel yang mana setelah ditambang ditinggalkan begitu saja, apabila ini terjadi apa yang kita wariskan untuk anak-anak cucu kita kelak?” tanya Hakim.

Ia memastikan LSISK sebagai organisasi gerakan akan menolak dengan keras rencana Pegunungan Meratus ditambang, yang merugikan masyarakat.

BACA : Terlarang di Era Belanda, Kini Pegunungan Meratus Terkepung Tambang

Hakim menyebut lokasi yang masuk konsesi PT AGM mengancam daerah tangkapan air untuk irigasi pertanian seluas 4.000 hektare, dan sumber air baku PDAM dengan investasi mencapai Rp 300 miliar lebih.

“Proses Amdal PT AGM pada tahun 2012 lalu telah meng-enclave atau mengeluarkan dari pembahasan dokumen Amdal untuk lokasi eksploitasi di HST sesuai dengan keputusan Gubernur Kalsel Nomor 188.44/0623/KUM/2012 tertanggal 26 desember 2012 keputusan ke 6 poin 5,” terang Hakim.

Ia meyakini apabila PT AGM menambang kawasan Pegunungan Meratus, maka kerusakan tidak hanya berbentuk fisik saja namun non fisik seperti kerawanan sosial,premanisme, dan konflik horizontal sulit untuk dihindari.

“Berkaca pada kerusakan di kabupaten lain akibat pertambangan batubara, maka bencana banjir di musim hujan dan kekeringan di musim kemarau akan terjadi, sebab sumber daya air yang terkikis, yang berujung kepada kesengsaraan bagi masyarakat banyak,” tutup Hakim.(jejakrekam)

Penulis Ahmad Husaini
Editor Andi Oktaviani

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.