Rambu Pengalihan Arus di Proyek Jembatan Sungai Alalak Harus Jelas

0

BUTUH dua tahun bagi PT Wijaya Karya (Wika) menggandeng PT Pandji KSO untuk membangun Jembatan Sungai Alalak yang baru, menggantikan jembatan lawas berkonstruksi rangka baja. Digelontorkan dana Rp 264,5 miliar bersumber dari Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) tahun anggaran 2018-2020, jembatan model cable stayed yang membentang di Sungai Alalak akan dibangun.

DENGAN bentang panjang 850 meter, PT Wika-PT Pandji telah meneken kontrak terhitung 23 November 2018, dengan durasi pembangunan 840 hari kalender. Demi memperlancar pembangunan jembatan itu, akses Jalan Brigjen H Hasan Basry, Kayutangi Ujung-Jalan Trans Kalimantan, Handil Bakti akan ditutup selama dua tahun.

Sejatinya, Senin (25/2/2019) lalu, akses jalan sudah ditutup total, namun diundur hingga awal Maret 2019 ini. Bagi Ketua DPP Intakindo Kalsel, Nanda Febryan Pratamajaya beranggapan aktivitas pembangunan Jembatan Sungai Alalak, tentu akan berdampak pada lingkungan sekitar.

“Dampak negatif ini kurang mendapat perhatian dari pelaku jasa konstruksi. Ya, karena mereka lebih memperhatikan konsep biaya, mutu dan waktu. Salah satu dampaknya adalah penutupan total akses jalan yang selama ini melintas di Jembatan Sungai Alalak selama dua tahun,” kata Nanda Febryan Pratamajaya kepada jejakrekam.com di Banjarmasin, Senin (4/3/2019).

BACA :  Tiang Listrik Dipindahkan, Masyarakat Diminta Bersabar Selama Dua Tahun

Planolog ini mengungkapkan penutupan akses jalan tentu perlu dengan mengalihkan arus lalu lintas dengan jalur alternatif. Menurut Nanda, jelas dampaknya akan mengalihkan kemacetan yang ada ke jalan alternatif sehingga berdampak bagi pengguna jalan.

“Kebisingan dan debu juga akan dirasakan warga sekitar proyek Jembatan Sungai Alalak, selama proses pembangunan itu berlangsung. Nah, tertundanya penutupan jalan, tampaknya belum terjalin koordinasi yang baik antara pelaksana dengan pihak otoritas,” tutur Nanda.

Meski disiapkan jalan alternatif dengan akses ke Jembatan Sungai Alalak II, menghubungkan Jalan Tembus Perumnas-Cemara Ujung dengan kawasan Terminal Handil Bakti, Nanda menilai jelas akan berimplikasi pada penumpukan volume kendaraan di ruas jalan berskala lingkungan itu.

“Seharusnya, ada solusi terukur dalam setiap pembangunan yang akan dilakukan. Contohnya, mengatur waktu atau merekayasa lalu lintas di titik-titik kemacetan, terutama saat jam-jam sibuk diberlakukan satu arah atau mengubah jam masuk kerja agar tidak berbarengan dan sebagainya,” kata planolog Jebolan Universitas Brawiya Malang ini.

Nanda juga menyarankan agar pemerintah daerah bisa menyediakan bus gratis di setiap titik kemacetan, sehingga pemilik kendaraan pribadi bisa beralih ke moda transportasi massal itu, agar bisa mengurai volume kendaraan di ruas jalan itu.

BACA JUGA :  Selama Dua Tahun, Ini Rekayasa Lalu Lintas Berlaku di Kayutangi dan Handil Bakti

“Fakta yang terjadi, justru terkesan pemerintah seperti pasrah dalam mengatasi dampak dari sebuah pembangunan. Okelah, manajemen rekayasa lalu lintas sudah dibuat, namun harus memperhatikan aspek keselamatan dan kenyamanan pengguna jalan. Ini karena, proyek Jembatan Sungai Alalak merupakan pekerjaan umum dalam spesifikasi teknik tentu butuh pengendalian arus lalu lintas,” ungkap S2 Universitas Krisnadwipayana Surabaya ini.

Nanda juga menyarankan pihak kontraktor menyediakan perlengkapan dan pelayanan lalu lintas yang diperlukan untuk mengendalikan para pengguna jalan yang melalui daerah konstruksi, termasuk rute pengangkutan untuk bahan-bahan konstruksi dan daerah eksplorasi sumber material.

“Untuk memenuhi ketentuan-ketentuan Direktorat Jenderal Bina Marga Kementerian PUPR, maka semua jenis perlengkapan menyangkut pengamanan arus lalu lintas pada lokasi proyek, termasuk dalam lingkup manajemen keselamatan lalu lintas,” kata Nanda.

Menurut dia, pengendalian keselamatan lalu lintas dimaksudkan untuk menghindari adanya gangguan kerja selama proyek berlangsung khususnya pada tahap konstruksi guna menjamin tidak adanya kecelakaan/kemacetan yang berdampak pada gangguan publik, sehingga proses pelaksanaan kerja terhambat.

BACA LAGI :  Picu Stress Tinggi, Fenomena Leher Botol Bakal Terjadi di Kayutangi Ujung

Ia menuturkan penyedia jasa menunjuk koordinator manajemen keselamatan lalu lintas (KMKL) sebagai individu proyek yang bertugas mengontrol segala aspek mencakup kelancaran lalu lintas termasuk lingkungan secara kontinyu.

Nanda menyarankan membatasi jumlah kendaraan yang lewat dengan melakukan seleksi ketat untuk menghindari penumpukan volume kendaraan yang melintas di Jembatan Sungai Alalak II.

“Jika memungkinkan membuat jembatan penyeberangan sementara khusus untuk roda dua, agar jalur roda dua terpisah dengan moda transportasi lainnya. Selanjutnya, menyiapkan perlengkapan keselamatan jalan selama periode kontruksi sesuai ketentuan,” cetusnya.

Dia melanjutkan kontraktor dan regulator juga bisa membuat rencana kerja manajemen lalu lintas sesuai skedule pekerjaan dan koordinasikan dengan seluruh personel terkait.

BACA LAGI : Usai Digusur, Kini Warga Kayutangi Ujung Mulai Usaha dari Nol Lagi

“Caranya, ya harus dipasang rambu-rambu di sekitar lokasi pekerjaan adalah sebuah keharusan serta menempatkan rambu-rambu secara tepat dan benar.  Rambu-rambu yang perlu dipasang seperti rambu pengalihan arus, rambu peringatan ada proyek, rambu peringatan beban kendaraan, bendera tangan, lampu kedip, dan lain-lain,” papar Nanda.

Dia juga mengusulkan Dishub Provinsi, Banjarmasin dan Barito Kuala untuk menempatkan petugas pengatur lalu lintas untuk mengarahkan arus lalu lintas dan mengendalikan tundaan kendaraan di sepanjang perlintasan jalur alternative agar mempertahankan kelancaran arus lalu lintas.

“Meminimalisir hambatan samping  seperti aktivitas yang berkegiatan di badan maupun bahu jalan di sepanjang perlintasan jalur alternatif. Ini semua ntuk menghindari gangguan kelancaran arus lalu lintas,” pungkas Nanda.(jejakrekam)

Penulis Ahmad Husaini
Editor Didi GS

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.