Kembali ke Sungai (1)

0

BEBERAPA waktu lalu, pipa utama penyuplai air baku di Jalan Gubernur Syarkawi, yang mengalirkan air dari Intake Sungai Tabuk ke Instalasi Pengolahan Air (IPA) Pramuka di Jalan Pramuka, Banjarmasin, jebol. Dampaknya, suplai air bersih pun macet total, dua hingga tiga hari di beberapa kawasan layanan PDAM Bandarmasih.

GARA-gara itu, akhirnya air tak mengalir ke rumah pelanggan,  kegaduhan dan kehebohan publik pun terjadi. PDAM Bandarmasih pun sekuat tenaga menenangkan publik serta menjelaskan duduk masalahnya.

Pabrik air milik Pemkot Banjarmaisn ini berjanji akan akan memperbaiki dengan waktu secepatnya. Bahkan, PDAM Bandarmasih menyediakan layanan mobil tangki bagi warga yang memerlukan air. Hanya saja, mengingat cakupan wilayah yang dilayani cukup luas dampaknya, hal tersebut tidak maksimal membantu mengatasi krisir air yang melanda warga kota.

BACA : Pipa Bocor di Jalan Gubernur Syarkawi, Air Leding Mendadak Mati Total

Masih banyak warga yang memerlukan air dan ujungnya mereka ‘terpaksa’ mengunakan air sungai untuk memenuhi kebutuhan air yang selama ini dimanjakan PDAM. Mereka tak peduli lagi apakah kondisi air sungai tersebut memenuhi syarat sebagai air untuk mencuci , mandi dan bahkan mungkin untuk direbus sebagai air minum seperti tempo dulu.

Ya, akhirnya masyarakat yang kesulitan air bersih  atau leding dihasilkan PDAM  tersadar bahwa sebenarnya mereka punya aset berharga berupa sungai yang di dalamnya tertampung ribuan kubik air. Air dari sungai ini pada dasarnya bisa memenuhi kebutuhan mereka untuk mandi, cuci dan mungkin juga untuk keperluan minum.

Dalam hal ini tentu yang perlu diperhatikan adalah apakah kualitas air sungai atau air tampungan lainnya yang ada di alam masih memenuhi syarat kesehatan. Hal ini menjadi tugas pemerintah kota untuk menjaga dan memelihara sumber air yang ada di kota ini.

BACA JUGA :  Sering Perbaikan Pipa Bocor, YLK Kalsel Pertanyakan Kinerja PDAM Bandarmasih

Ada hal menarik dan mungkin perlu kita renungkan kembali.  Banjarmasin dengan gelar kota 1000 sungai, jelas makna di dalamnya adalah kota yang dipenuhi air. Fakta memang mengambarkan bahwa kota ini  dikelilingi dan dibelah oleh sungai. Hakikatnya, lebih banyak air dibandingkan daratan. Dengan kondisi ini tentu sangat lucu dan aneh, bila kota Banjarmasin kesulitan memenuhi kebutuhan akan air. Mengapa? Karena berkah terbesar yang diberikan oleh Tuhan kepada kota ini adalah adanya air yang berlimpah baik ketika musim hujan ataupun ketika musim kemarau tiba.

Sepertinya sepanjang sejarah perjalanan Kota Banjarmasin, belum pernah ditemukan air Sungai Martapura dan sekitarnya yang kering dan tidak dialiri air. Masalahnya hanya ketika musim kemarau panjang, persoalan kondisi air yang cenderung  sedikit berubah dari tawar menjadi setengah asin yang diistillahkan dalam bahasa Banjar sebagai air ‘hanta’.

Ini yang belum bisa diolah dengan baik oleh mayarakat, walaupun di era dulu untuk menjernihkan air sungai masyarakat familiernya mengolahnya dengan mengunakan bantuan material batu tawas, sehingga air sungai bisa lebih nyaman untuk digunakan.

Tentu ini sangat paradoks. Satu sisi Banjarmasin dikepung air, di sisi lainya justru ibukota Provinsi Kalsel ini sangat rentan dengan kekurangan atau bisa dikatakan krisis air bersih. Terutama air yang akan digunakan untuk keperluan kebutuhan keseharian seperti mandi, cuci dan minum.

BACA LAGI :  Ibnu: PDAM Bandarmasih Harus Evaluasi Jaringan Pipanya

Di kota ini masih cukup banyak kawasan sudut kota yang ketika musim kemarau akan kesulitan mendapatkan air bersih produk PDAM untuk memenuhi tiga hal itu, mandi, cuci dan minum.

Alasan mendasar yang selalu mengemuka adalah hal sumber air baku sebagai bahan air yang memenuhi syarat untuk diolah oleh PDAM Bandarmasih menjadi bersih yang sudah kategori layak minum.

Sehingga dulu pernah di kurun sekitar tahun 2015/2016 muncul ide pemikiran dari PDAM Bandarmasih untuk membuat ’embung’ atau tepatnya penampungan air beton berbiaya hampir sekitar Rp 1 triliun, ya paling banter ratusan miliar. Dulu beredar ‘info pinggiran’ bahwa proyek tersebut akan memakan biaya sekitar Rp 900 miliar.

BACA LAGI :  Didesak Jaringan Pipa Diaudit, Dewan Pengawas PDAM Bandarmasih Beda Pendapat

Akan tetapi yang menjadi keanehan saat itu adalah bahwa penampungan air yang dibangun dengan dana jumbo itu ternyata terungkap hanya mampu menyediakan cadangan air yang hanya bisa bertahan sekitar sembilan hingga 15 hari saja. Tentu hal ini tidak sebanding dengan biaya yang dialokasikan begitu gede.

Dan konon ujungnya, dalam proses pembuatan perda penyertaan modal ke PDAM Bandarmasih ini terkait salah satunya kasus operasi tangkap tangan (OTT) Komisi Pemberantasan Korupsi. Hingga, yang jadi sasaran petinggi PDAM Bandarmasih dan DPRD Kota Banjarmasin.(jejakrekam)

Penulis adalah Ketua LPJK Provinsi Kalsel

Arsitek di Ikatan Arsitek Indonesia (IAI) Kalsel

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.