Mastur Jahri, Perpaduan Ulama, Ilmuwan dan Sosok Pemimpin

0

MENGAIS rezeki di negeri rantau. Di Semanjung Malaysia, tepatnya di Tenglu, Negeri Johor, keluarga besar Mastur Jahri menggantungkan nasib sebagai buruh imigran. Lahir dari pasangan suami istri Jahri dan Jahrah yang menikah pada 1917 era kolonial Belanda, Mastur Jahri pun menghirup udara perdana di dunia pada 12 September 1920 di Negeri Malaysia yang ketika itu tengah dijajah Inggris.

ORANGTUA Mastur Jahri rela meninggalkan negeri sendiri menuju negeri jiran, akibat himpitan himpitan ekonomi. Berasal dari Kampung Batu Mandi, Kabupaten Hulu Sungai Utara (HSU), sebelum akhirnya memekarkan diri menjadi Kabupaten Balangan.

Bersama orang-orang Banjar yang terlebih dulu merantau ke Malaysia, sejoli Jahri dan Jahran pun menjadi petani karet di Tenglu. Orangtua Mastur Jahri pun membuka dan menggarap kebun karet bersama imigran asal Tanah Banjar, seperti dari Kelua (Kabupaten Tabalong) dan Nagara (Kabupaten Hulu Sungai Selatan).

Dari catatan yang dibuat sejarawan muslim asal  UIN Antasari, Humaidy, pasangan asal Batu Mandi itu dikarunia empat anak. Dua laki-laki dan dua perempuan yakni Sawiah, Mastur, Maslinah dan Hasan. Semua lahir di tanah rantau, Malaysia.

BACA :  Datu Kandang Haji, Pengasas Pendidikan Islam Tertua Tanah Banjar

“Rupanya dari perkebunan karet di Malaysia itu, orangtua Mastur Jahri bisa menunaikan ibadah haji ke Haramain (Makkah dan Madinah). Hingga pada 1930, mereka pualng ke kampung halaman, Batu Mandi, dalam usia yang tergolong muda ketika itu,” ucap Humaidy bercerita kepada jejakrekam.com, Sabtu (23/2/2019).

Lazimnya masyarakat Banjar yang kental dengan haus akan ilmu agama Islam, Mastur kecil pun disekolahkan sang ayah ke Sekolah Melayu, Johor, Malaysia, hingga selesai pada 1930. Rupanya, kecerdasan Mastur Jahri terbilang tinggi, hingga masa studi itu bisa diselesaikan dengan cepat.

Menurut Humaidy, selama belajar ilmu agama di Tanah Malaya, Mastur Jahri langsung dibimbing Tuan Guru H Umar yang dikenal ahli ilmu alat, yakni nahwu, sharf dan balaghah.

Ketika berumur 10 tahun, Mastur Jahri kecil pun melanjutkan pendidikan formal ke Normal Islam atau Arabische School Amuntai selama empat taun diasuh Tuan Guru H Abdur Rasyid. Untuk mengasah ilmu agamanya, Mastur pun melanjutkan sekolah ke Madrasah Darul Ulum Ad-Diniyah, Makkah, hingga 1940.

“Kecerdasan beliau ini juga mampu menembus pendidikan di Universitas Al Azhar, Mesir. Mastur muda menempuh studi di Qismil ‘Am, selama delapan bulan terhitung 1 April 1940 hingga 31 Desember 1940. Dari sini, Mastur melanjutkan kuliah di Fakultas Syariah Universitas Al Azhar, hingga meraih titel Lc (S1) pada 31 Desember 1946,” beber Humaidy.

Dosen Fakultas Tarbiyah UIN Antasari Banjarmasin mengatakan sosok Mastur Jahri tergolong figur yang tak berpuas diri dalam dunia pendidikan, hingga melanjutkan  program S2 dengan tingkatan takhassus Qadla Syar’i. Dari Universitas Al Azhar, Mesir, Mastur Ali pun meraih ijazah MA pada 1949.

BACA JUGA : Berawal dari Dalam Pagar, Lahir Pondok Pesantren di Tanah Banjar

“Pulang dari Mesir, Mastur Jahri pun mengabdikan diri sebagai mubaligh dan mengajarkan ilmu dari langgar, masjid, madrasah dan sejenisnya di kampung halaman, Batu Mandi, Balangan,” beber Humaidy.

Ketika IAIN Antasari berdiri, Mastur Jahri pun mulai berkiprah di perguruan tinggi Islam ini terhitung pada Juni 1961 di Fakultas Syariah. Di fakultas ini, Mastur Ali mengajar hukum Islam seperti Fiqih Mu’amalat, Fiqih Munakahat, Fiqih Jinayat, Murafa’at Peradilan dan Sejarah Peradilan di Indonesia.

Karier Mastur Jahri pun melejit. Pada 15 Januari 1961, dipercaya sebagai Sekretaris Fakultas Syariah IAIN Antasari Banjarmasin, hingga 1972. Tak berselang lama, Menteri Agama pun mengangkatnya menjadi Dekan Fakultas Syariah IAIN Antasari, hingga beranjak naik menjadi Rektor IAIN Antasari pada 1973.

“Jadi, Tuan Guru Mastur Ali menggantikan Rektor IAIN Antasari pertama, H Jafry Zamzam. Menjadi rektor selama dua periode sejak 1973 hingga 1983,” beber Humaidy.

Tak hanya di dunia akademik Islam, menurut Humaidy, di dunia pemerintahan Mastur Jahri pun pernah bekerja sebagai pegawai lokal di Kedutaan Besar Republik Indonesia di Kairo, Mesir sejak 1 Januari 1950-1 Maret 1952.

BACA LAGI :  Luncurkan Logo Baru, UIN Antasari Pompa Semangat Baru

“Saat berada di Mesir, Mastur Jahri tercatat sebagai anggota Komite Kemerdekaan Indonesia di Kairo, tahun 1945. Bahkan, Mastur Jahri sempat membatu rombongan delegasi Indonesia pimpinan H Agus Salim yang datang ke Kairo, Mesir pada April 1947,” kata peneliti senior Lembaga Kajian Keislaman dan Kemasyarakatan (LK3) Banjarmasin.

Berbasis ilmu hukum Islam, saat kembali ke tanah air, Mastur Ali pun diamanahi jabatan sebagai Ketua Karapatan Qadli Besar, Banjarmasin, pada 1952-1961. Bahkan, Mastur Ali merupakan Ketua Umum Al Jami’yyatul Washliyah, organisasi Islam berasas paham ahlisunnah wal jamah bermazhab Syafi’i di Kalimantan Selatan, pada 1955-1979.

“Selain menjabat Ketua Karapatan Qadhi Besar Banjarmasin, Mastur Jahri juga merangkap sebagai Ketua Pengadilan Agama atau Mahkamah Syar’iyyah Kalimantan, ketika itu wilayahnya mencakup Kalsel, Kalteng, Kalbar dan Kaltim pada 1958-1961. Selain juga menjadi Penasihat Yayasan Masjid Syafa’ah, Kuripan, Banjarmasin pada 1956-1983,” beber Humaidy.

BACA LAGI :  Kantongi Perpres Nomor 36/2017, Sah Sudah IAIN Jadi UIN Antasari

Di tengah kesibukannya, Mastur Jahri juga menjadi Ketua Umum Sekolah Menengah Islam Pertama (SMIP) pada 1968, serta Ketua Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kalsel pada 1976 dan Ketua Umum Panitia Pembangunan Masjid Baiturrahim dan Penasihat Pembangunan Langgar Nur Hasanah, Pasar Pandu.

“Jadi, wajar, ketika banyak jabatan yang diraih Tuan Guru Mastur Jahri karena kiprahnya sangat dibutuhkan warga Banjarmasin, khususnya lagi Kalsel.  Seperti, Ketua III Badan Amil Zakat, Infaq dan Shadaqah (BAZIS), Kalimantan Selatan, Ketua Majelis Pertimbangan Badan Pengelola Masjid Raya Sabilal Muhtadin,” bebernya.

Di dunia parlemen, Mastur Jahri juga dipercaya sebagai Utusan Daerah di Anggota Badan Pekerja MPR-RI, serta turut mengembangkan dunia seni baca kitab suci Alquran sebagai Ketua Umum Lembaga Pengembangan Tilawatil Qur’an (LPTQ) Kalimantan Selatan.

“Memang, saat itu, dalam dunia politik, Tuan Guru Mastur Jahri juga menjabat anggota Dewan Pertimbangan Golongan Karya (Golkar) Kalsel, serta Penasihat Pengurus Dewan Masjid Kalimantan Selatan. Hingga, pada 1985-1989, beliau kembali terpilih sebagai Ketua Umum Al-Jam’iyyatul Washliyah, organisasi yang mirip NU seperti sekarang,” beber Humaidy.

BACA LAGI :  Musyawaratutthalibin, Ruh Perjuangan Organisasi Islam Terbesar di Tanah Kalimantan

Dengan kesibukan berjibun, naluri akademis Mastur Jahri tetap terasah. Terbukti, dia merupakan penulis produktif karya ilmiah bidang hukum Islam. Ada delapan karya tulisnya, dua berbahasa Indonesia dan sisanya berbahasa Arab. Di antaranya, Fiqih Ibadat (1962), Fiqih Mu’amalat (1963), Fiqih Munakahat (1964) Fiqih Jinayat (1967)), Fiqih Mawarits (1968), Sejarah Peradilan Agama di Indonesia (1970) dan Al-Mirats fil Islam (1975).

“Sosok Mastur Jahri ini sangat multitalenta. Bukan hanya ulama, tapi juga ilmuwan dan aktivis. Jadi, pada diri seorang Mastur Jahri berpadu keulamaan, keilmuan dan kepemimpinan yang berimbang satu sama lain. Wajar, jika Kalsel kehilangan sosok seperti Mastur Jahri yang menghembuskan nafas terakhir pada 1987, dalam usia 67 tahun,” tutup Humaidy, seraya berdoa semua pengabdiannya mendapat balasan dari Allah SWT.(jejakrekam)

 

Penulis Didi GS
Editor Didi G Sanusi

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.