Dari 14,03 juta Hektare, Baru 27,4 Persen Lahan Sawit Bersertifikat ISPO

0

DENGAN luas lahan sekitar 12,3 juta hektare dan total produksi pada 2018 sekitar 43 juta ton, tak pelak industri sawit Indonesia mendominasi pasar sawit dunia. Kementrian pertanian berusaha meredam tudingan negatif industri sawit dengan memberikan sertifikat Indonesia Sustainable Palm Oil (ISPO).

KEPALA  Sekretariat Komisi ISPO R Aziz Hidayat mengatakan, sejak ISPO diimplementasikan sejak 2011 lalu hingga awal 2019 ini, ada 711 pelaku usaha yang telah mendaftar ISPO, terdiri dari 698 perusahaan, 8 KUD/KSU kebun plasma, satu BUMDes, dan tiga koperasi/asosiasi Kebun swadaya.

“Hingga kini, sertifikat ISPO yang terbit ada 457 dengan luas areal mencapai 3.828.238 hektare atau seluas 27,40 persen dari total luas kebun sawit yang seluas 14,03 juta hektare. Total produksi TBS 49.042.224 ton per tahun, dan produksi CPO 11.016.859 ton per tahun,” ungkap Aziz.

Ia mengatakan, komisi ISPO pada Desember 2018 lalu, mencabut dan membatalkan sertifikat ISPO empat perusahaan karena tidak mampu menindaklanjuti temuan pada surveilance.

Diungkapkannya, sertifikasi ISPO masih rendah, disebabkan beberapa masalah, seperti aspek legalitas/kepemilikan lahan yang sebagian besar berupa surat keterangan ranah (SKT), sebagian areal terindikasi masuk kawasan hutan, pengurusan Surat Tanda Daftar Budidaya (STDB), keengganan membentuk koperasi pekebun hingga pendanaan.

BACA : Pemerintah Hentikan Sementara Perluasan Kebun Kelapa Sawit

Aziz memastikan sistem sertifikasi ISPO cukup kredibel, karena tidak memihak dan bersifat independen. Sistem sertifikasi ISPO telah mengacu pada ISO yang merupakan standar internasional, seeta penilaian kesesuaian dan audit sertifikasi dilakukan oleh lembaga sertifikasi yang diakreditasi oleh Komite Akreditasi Nasional dan diakui oleh komisi ISPO.

“Ada beberapa sertifikat ISPO ditunda karena terbentur persyaratan, seperti legalitas lahan, perpanjangan HGU, kewajiban fasilitasi pembangunan perkebunan masyarakat 20 persen, izin pelepasan kawasan hutan, sengketa lahan, serta okupasi oleh masyarakat pada HGU,” beber Aziz.

Ketua Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit (GAPKI) Kalsel Totok Dewanto mengatakan, dari 49 perusahaan anggota GAPKI Kalsel, baru 21 perusahaan yang mengantongi sertifikat ISPO.

“Sertifikasi ISPO adalah merupakan kewajiban bagi perusahaan perkebunan sawit. Hal ini sebagai wujud kepedulian dan kepatuhan perusahaan perkebunan sawit terhadap pengelolaan lingkungan secara berkelanjutan, baik dari aspek sosial, ekonomi, dan lingkungan,” ungkap Totok.

Totok memastikan Gapki Kalsel akan mengupayakan percepatan kepemilikan sertifikat ISPO bagi pelaku industri perkebunan sawit di Kalsel.(jejakrekam)

Penulis Ahmad Husaini
Editor Andi Oktaviani

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.