Atraksi Barongsai di Perayaan Cap Go Meh Tempekong Suci Nurani

0

PUNCAK perayaan Imlek atau Tahun Baru Cina adalah Cap Go Meh. Hari ke-15 atau hari terakhir Imlek 2570, saat munculnya bulan purnama atau Cap (Sepuluh) Go (Lima) Meh (Malam), diperingati meriah oleh warga Tionghoa di Banjarmasin. Perayaan ini terpusat di kawasan Jalan Veteran dan Tempekong Suci Nurani, Rabu (20/2/2019) malam.

ATRAKSI barongsai dan liong (naga) mewarnai perayaan Cap Go Meh di kawasan Pecinan, Banjarmasin. Sepanjang Jalan Veteran sempat mengalami kemacetan. Ini karena, beberapa rombongan barongsai tengah beratraksi di kawasan pertokoan, rumah makan, restoran dan rumah milik warga Tionghoa di Pecinan.

Hentakan tabuhan genderang begitu nyaring, hingga memancing para pengendara dan warga sekitar Pecinan menyaksikan atraksi taria yang dipercaya masyarakat Tionghoa sebagai pengusir roh-roh jahat, mengawali hari-hari di tahun baru.

BACA :  Pengaruh Imlek, Harga Telur Ayam Kampung Meroket

Akulturasi budaya Banjar dan Tionghoa, terlihat di Tempekong Suci Nurani. Di klenteng yang berada di pertigaan Jalan Piere Tendean-Jalan Veteran ini dipadati warga Banjarmasin untuk menyaksikan atraksi tarian sang singa di atas panggung, depan pintu masuk tempat ibadah umat Tridharma (Konghucu, Taoisme dan Buddha) itu.

“Atraksi tarian barongsai ini untuk mengawali tahun baru serta puncaknya pada perayaan Cap Go Meh. Kami pun melaksanaan persembahyangan malam dan perayaan ini usai umat Islam di Banjarmasin selesai melaksanakan shalat Isya,” kata pengurus Tempekong Suci Nurani, Thio Husien kepada jejakrekam.com, Rabu (20/2/2019) malam.

BACA JUGA :  Sambut Imlek Tahun Babi Tanah, Dua Klenteng di Banjarmasin Bersolek

Ia berharap hiburan dengan aksi para penari yang 40 persen merupakan warga Tionghoa, ditambah warga Banjarmasin lainnya itu bisa menambah keakraban. “Imlek tahun ini adalah shio babi tanah. Tentu ada harapan besar bagi kami penganut agama Konghucu agar tahun ini lebih banyak berkah,” kata tokoh masyarakat Tionghoa Banjarmasin ini.

Thio Husien mengungkapkan sebelum beratraksi di jalan, toko-toko dan perumahan, para penari barongsai terlebih dulu didoakan dan meminta berkat dari tempat persembahyangan di Tempekong Suci Nurani.

“Bagaimana pun, tarian barongsai itu bernilai sakral karena untuk mengusir roh-roh jahat, terutaam nine atau makhluk jadi-jadian yang suka mengganggu umat manusia,” beber Thio Husien.

Ia menjelaskan berdasar kepercayaan leluhur Tionghoa, setiap awal tahun baru atau Imlek, maka para dewa-dewi kembali ke Kahayangan untuk melapor ke Kaisar Langit. “Makanya, makhluk jadi-jadian itu diusir dengan tarian barongsai agar tak mengganggu peribadatan selama Imlek hingga Cap Go Meh,” tuturnya.

BACA LAGI :  Hikayat Dua Klenteng Besar, Identitas Etnis Tionghoa Banjar

Menurut dia, puncak dari peribadatan Cap Go Meh adalah ketika bulan purnama sempurna dilanjutkan dengan memanjatkan doa-doa kepada Tien atau Sang Penguasa Alam. Bau hio, dupa dan suasana khidmat pun terlihat di depan altar para dewa dalam klenteng tua itu.

“Besoknya, kami akan menikmati lontong Cap Go Meh sebagai tanda syukur dan bisa berkumpul dengan keluarga besar. Sebab, puncak perayaan Imlek adalah Cap Go Meh,” imbuhnya.(jejakrekam)

 

Penulis Asyikin
Editor Didi GS

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.