Ragu Keandalan Klotok ala Dishub, Pemilik Ngotot Pertahankan Model yang Ada

0

DITENGGAT Pemkot Banjarmasin dalam enam bulan ke depan, klotok wisata susur sungai harus mengubah tampilannya, mendapat penolakan dari para pemilik moda transportasi sungai itu. Purwarupa yang ditawarkan Dinas Perhubungan Banjarmasin dengan atap terbuka laiknya speedboat atau longboat, dinilai berat di ongkos dan belum pasti keandalannya.

DESAIN klotok wisata yang ada itu diklaim sudah diperhitungkan para pembuat perahu sejak dulu. Tentu saja, mereka juga melihat kondisi sungai yang ada di Banjarmasin,” kata Burhanuddin, salah sopir klotok wisata susur sungai kepada jejakrekam.com, Jumat (15/2/2019).

Dengan model atap terbuka agar para penumpang tak bisa lagi naik ke atas atap justru dinilai Burhanuddin, malah tak membuat nyaman para penumpang.

“Takutnya saat musim hujan malah berpotensi karam, karena air akan masuk ke badan klotok. Belum lagi, saat cuaca terik, tentu penumpang akan kepanasan,” kata Burhanuddin lagi.

Dibandingkan dengan model klotok yang ada, Burhanuddin menyebut saat hujan deras, air sudah memenuhi badan klotok sehingga harus ditimba keluar. “Kondisi sekarang saja, tidak ‘ketimbaan’. Apalagi, atapnya hanya berupa terpal, kasihan penumpang masih seperti ‘batimung’ (spa ala tradisi Banjar),” ucapnya.

BACA :  Ditarget Enam Bulan, Purwarupa Klotok Wisata ala Dishub Diterapkan

Menurut dia, desain klotok yang ada sudah sangat layak dari segi estetika dan keselamatan penumpang dan kru. Dengan posisi atap yang kokoh karena banyak lapisan menopangnya terdiri dari papan, kardus, tikar, terpal dan seng untuk menahan panas menyengat Banjarmasin.

“Ini sekaligus menahan bocor. Kalau hanya terpal, takutnya penumpang malah kepanasan. Yang pasti dengan desain yang ada ini, penumpang bisa santai tanpa merasakan kepanasan,” beber Burhanuddin.

Ia menilai semestinya pemerintah kota perlu memperhitungkan kembali jika ingin mengubah desain klotok. Sebab, beber dia, andaikata ada kebocoran, para sopir bakal sulit mengetahuinya. Ini mengingat, lantai yang bisa dipantau untuk memastikan tidak ada kebocoran yang didesain Dishub Banjarmasin malah terhalang oleh kursi.

“Ibaratnya miris (bocor) atau ada lubang, tentu kita tidak bisa mengetahui. Apalagi papannya ini telah dipasang baut,” ujarnya.

BACA JUGA : Berbiaya Rp 50 Juta, Dishub Banjarmasin Bikin Contoh Klotok Aman

Burhan membeberkan, sebelumnya Pemkot Banjarmasin mengimbau memasang pagar pembatas di atas atap. Hal ini bertujuan untuk mengantisipasi, jika ada penumpang yang berjalan tergelincir dengan memberikan penahan berupa kayu ataupun besi.

“Nah, kalau itu, pasti kita turuti saja, karena hanya sebatas penambahan. Setelah dituruti malah diminta untuk mengubah desain. Jika dihitung-hitung bisa merombak total klotok berapa dananya? Tentu sangat besar,” cecar Burhan.

Ia menyebut, ngototnya Dishub  Banjarmasin menerapkan desain klotok wisata dengan berdalih tidak menginginkan Banjarmasin terjadi hal seperti peristiwa tenggelamnya kapal penumpang di Danau Toba, Sumatera Utara,  dengan mengangkut ratusan orang beserta sepeda motor. Kapal itu terbalik dalam perjalanan dari Pelabulan Simanindo, Kabupaten Samosir, menuju Pelabuhan Tigaras pada 18 Juni 2018.

“Jangan membandingkan dengan musibah Danau Toba, itu wajar saja. Karena mengangkut penumpang beserta sepeda motor dengan desain kapal dua rangkap. Di sini gelombang tidak besar, karena masih pinggiran sungai. Beda halnya jika di Sungai Barito. Itu pun mereka masuk ke dalam ketika di sana. Meski, hanya beberapa masih di atas. Tetapi, mereka pun hanya duduk manis,” katanya.

Apalagi, saat ini, diakui Burhan, belum ada sama sekali kejadian orang tenggelam karena naik klotok. Khususnya pada 88 klotok wisata yang dikelola dan diawasi Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Banjarmasin.

Menurut Burhan, kalaupun ingin ngotot merubah, Dishub Banjarmasin harus menyiapkan dana, bukan malah membebankan kepada pemilik dan sopir taksi klotok wisata dari kantong pribadi.

“Kalau dibiayai mungkin beli baru lagi untuk memastikan bahwa ramai atau tidak? Sayang, jika dibongkar kelotok yang ada, karena banyak modal yang dikeluarkan, belum lagi biaya perawatannya,” ucapnya.

Burhan menyebut saat ini penghasilan klotok justru tidak menentu. Hanya ramainya di saat akhir pekan saja. “Paling dapat Rp 500 ribu untuk Sabtu dan Minggu. Itu pun jika tidak hujan. Sementara di hari lainnya sepi. Untuk membuat klotok baru saja perlu modal Rp 150 juta. Itu pun belum sama mesin. Apalagi perawatannya per tahunan Rp 2,5 juta, itu paling murah,” ungkapnya.

BACA LAGI :  Disiapkan 40 Klotok, Wisata Susur Sungai Martapura Terus Diminati Warga Kota dan Luar Kalsel

Burhan tak mempermasalahkan, jika pemerintah kota ingin membubarkan keberadaan klotok wisata di Sungai Martapura . “Kalau mau dibubarkan, tak apa-apa. Masih ada usaha lain. Tetapi, jika mau menaruh klotok modifikasi ala Dishub di sini. Kami pun siap menjalankan,” ujarnya.

Burhan menyebut, sebelumnya, Dishub Banjarmasin sempat membawakan percontohan klotok miliknya di Dermaga Klotok Siring Menara Pandang dengan menyebut bisa ditumpangi sebanyak 32 orang. Ketika para sopir menantang ingin mencoba muatan tersebut, anggota Dishub tak berani mengoperasikannya.

“Kami merasa tak percaya. Jika dilihat tidak meyakinkan untuk dimuat sebanyak 32 orang. Apalagi di saat hari hujan klotok milik Dishub ini terpalnya tembus air hujan,” tunjuknya.

Burhan berharap pemerintah kota bisa bersikap arif dengan tetap mempertahankan desain klotok yang ada. Bagaimana pun moda transportasi yang dimiliki Burhan dan rekannya merupakan bagian dari sejarah Banjarmasin sendiri.(jejakrekam)

Penulis Arpawi
Editor Didi GS

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.