Hidupkan Kain Sarigading, Pelajar di Amuntai Dilatih Sasirangan Pewarna Alam

0

KAIN sasirangan kini jadi produk kerajinan tangan andalan Kalimantan Selatan. Berbagai motif bercorak warisan lelulur Banjar telah dikembangkan. Hanya saja, saat ini untuk membuat corak sasirangan masih menggunakan bahan kimia.

GUNA mengembalikan supremasi kain khas warisan Kerajaan Negara Dipa kemudian dilestarikan era Kesultanan Banjar, warna alami yang menjadi dasar kain sasirangan kembali dihidupkan lagi.

Puluhan pelajar tergabung dalam Forum Anak Hulu Sungai Utara (FAHSU) dilatih khusus Dinas Pemberdayaan Perlindungan Perempuan dan Anak (DPPPA) Kabupaten HSU bersama Lembaga Kajian Keislaman dan Kemasyarakatan (LK3) Banjarmasin di Amuntai, Minggu (10/2/2019).

Pengrajin kain sasirangan alami asal Ibnu Katsir didatangkan untuk melatih para pelajar di Kota Amuntai. Ibnu Katsir yang juga pemilik Rumah Sasirangan Assalam ini memberi tips dan bimbingan khusus penggunaan bahan alami yang mudah didapat, seperti kunyit, kulit rambutan dan kayu-kayuan.

BACA :  Mengembalikan Pewarna Alami Sasirangan Demi Mempertahankan Tradisi

Dibantu Koordinator Pemberdayaan Perempuan, LK3 Banjarmasin, Rakhmalina Bakhriati diajarkan cara membuat kain sasirangan dengan pewarna alami yang ramah lingkungan serta tak kalah coraknya dengan berbahan kimia. Semua tahapan membuat kain sasirangan yang bermutu diberikan kepada puluhan pelajar.

“Pelatihan ini untuk mendorong kreavitasi remaja sehingga mereka termotivasi untuk melestarikan kain sasirangan, terutama dari pewarna alami,”  kata Kepala DPPPA Kabupaten HSU, Gusti Iskandariah.

Menurut dia, para pelajar dikenalkan seluk beluk kain sasirangan untuk dicoba sebagai produk andalan bernilai ekonomis. “Kami berharap para pelajar ini nantinya berminat untuk menggeluti profesi pengrajin kain sasirangan dengan pewarna alami.  Apalagi, sekarang kain sasirangan telah menjadi tren busana yang tak pernah sepi peminat,” kata Gusti Iskandariah.

Sementara itu, Koordinator Pemberdayaan Perempuan LK3 Banjarmasin,  Rakhmalina menekankan pentingnya untuk melestarikan pembuatan kain sasirangan dari bahan alami, sesuai dengan tradisi leluhur.

“Selain itu, para pelajar bisa menghargai lingkungan agar tak menggunakan bahan kimia. Sebab, zat kimia sangat merusak alam dan manusia, apalagi jika limbahnya dibuang ke sungai,” papar Rakhmalina.

Menurut dia, kedatangan LK3 bersama Ibnu Katsir ke Amuntai pun karena awal kelahiran kain sasirangan tak terlepas dengan keberadaan Kerajaan Negara Dipa yang berpusat di Kabupaten HSU.

“Sejak zaman Kerajaan Negara Dipa, kain sasirangan yang dikenal dengan kain sarigading digunakan untuk proses pengobatan oleh para tabib. Dari sini, cikal bakal kain sasirangan yang kini telah menjadi industri rumah tangga di Kalsel,” papar Rakhmalina.

BACA JUGA :  Langgundi, Tenun Sarigading di Bawah Bayang Sasirangan

Sayangnya, menurut Rakhmalina, justru kain sarigading tak pernah dikembangkan lagi, hingga akhirnya kerajinan sasirangan pun seakan tenggelam ditelan zaman di Amuntai.

“Pengrajin kain sarigading hampir  punah. Ada mitos yang sangat kuat yang boleh melestarikan kain  sarigading hanya tutus Negara Dipa, atau biasa disebut Tutus Candi. Jadi, orang biasa tidak berani melakoni kerajinan kain sarigading. Akhirnya, mati dan hanya tinggal cerita,” papar Rakhmalina.

Ia berharap dengan pelatihan pembuatan kain sasirangan pewarna ala mini bisa menghidupkan lagi kerajinan kain sarigading yang kini hampir punah.

“Apalagi, alam kita menyediakan bahan yang bisa jadi pewarna kain sasirangan. Banyak yang bisa diolah menjadi pewarna kain sasirangan, jauh lebih hemat dan ramah lingkungan,” imbuhnya.(jejakrekam)

Penulis Muhammad
Editor Didi GS

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.