Ibnu: Ayo Kritisi Kebijakan, Bukan Masalah Pribadi

0

DIALOG publik bersama Walikota Banjarmasin Ibnu Sina digelar di sekretariat Pusat Kajian Politik dan Kebijakan Publik Banjarmasin, Jalan Pangeran Hidayatullah, Kamis (7/2/2019).

WALIKOTA Banjarmasin Ibnu Sina sengaja hadir dalam dialog untuk membedah Kota Banjarmasin dari berbagai hal. Mulai dari persoalan perkembangan kota, baik dari pelayanan publik, tata kelola perkotaan dan dinamika politik lokal, yang dihadiri politisi, parpol, caleg, LSM, pekerja media, mahasiswa, dan para pecinta demokrasi akal sehat.

“Dari A sampai Z. Tiga visi dan misi Banjarmasin Baiman turut dibedah, baik dari masalah sampah, parkir, pasar, aspek hukum, sampai ke ojek online. Ibarat menu makanan ini namanya gado-gado,” katanya.

Mantan anggota DPRD Kalsel ini berharap melalui diskusi ini bisa membuka pencerahan dengan masukkan dari berbagai pihak. Maka dari itu, dirinya mengaku tidak dimulai dari diskusi, melainkan dengan dipaksa mendengarkan satu jam lebih keluhan.

“Tetapi tidak apa-apa, sebab ini adalah era demokrasi yang terbuka dengan semua pihak. Apalagi jika ada keluhan bisa ditanggapi melalui e-Lapor milik Pemkot Banjarmasin. Jadi, silakan sampaikan keluhannya,” katanya.

Mantan Ketua DPW PKS Kalsel ini menambahkan, ada pertanyaan yang sangat mendasar dari peserta dialog yang menyinggung janji apa yang dilontarkan ketika mencalonkan diri menjadi Walikota.

“Apa yang belum? Kita siap bantu. Itu kan menarik. Artinya ada solusi. Jadi kita tidak hanya sebatas sampai pada diskusi yang kemudian menelanjangi hingga mengkritisi,” ujarnya.

Namun, bagi dia hal itu tak menjadi masalah. Sebab, merupakan forum resmi. Ibnu memastikan tidak mengadukan andaikata mendapat hujatan dari berbagai pihak. “Karena memang ini disiapkan untuk terbuka. Asalkan kata Pak Uhaib, jika ingin mengkritisi hanya sebatas pada kebijakannya. Jangan sampai mengkritik masalah pribadi. Kalau masalah kebijakan, ayo silakan dikritisi,” pungkasnya.

BACA : Lembaga Politik Tak Bisa Respon Kondisi Sosial dan Politik Civil Society

Moderator diskusi Sukhrowardi berpikir, untuk menjadi calon anggota dewan mesti menggelorakan semangat demokrasi dengan cara beradu ide dan pikiran. “Jangan beradu siapa yang memberi dan siapa yang jadi pemenang,” katanya.

Dalam artian, dirinya mencoba mengapresiasi bahwa demokrasi atau menjadi anggota dewan itu tidak harus mahal jika bisa berdebat bisa berdiskusi dengan para petinggi petinggi untuk mengeluarkan ide dan gagasan, bahkan berani mengontrol.

“Ini tugas yang mesti dilakukan anggota dewan yang akan datang. Dengan berani menjadi anggota yang mengawasi keputusan keputusan yang sudah disepakati dalam anggaran yang dibangun oleh eksekutif dan legislatif,” ujarnya.

Andaikata program itu tidak mengarah kepada rakyat dan hanya mengarah kepada kepentingan kelompok, tentunya dewan harus berani mengatakan tidak.

“Ambil contoh, haruskah seorang Walikota menyelesaikan pasar Antasari itu padahal ini merupakan derita rakyat yang sangat lama,” katanya.

Menurutnya, hal itu tidak perlu melalui proses hukum. Sebab, jika, dewannya cerdas tentu mereka akan mengundang para pakar pakarnya untuk bisa mendiskusikan dan harus berhadapan. Bukan dengan hukum lagi.

“Jangan takut itu. Ini yang harus dibangun dalam era demokrasi. Makanya kami bersama Profesor Uhaib membangun rumah demokrasi yang basisnya berada di Banjarmasin Utara,” katanya.

Sukhro membeberkan, Banjarmasin menurut hasil survei hanya memiliki 30 persen masyarakatnya yang berpikir rasional untuk memilih calegnya. “Sisanya, 70 persen wani piro. Sangat menyedihkan,” pungkasnya.(jejakrekam)

Penulis Arpawi
Editor Andi Oktaviani

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.