Menyorot Model Penataan Trotoar Kota Banjarmasin (2-Habis)

0

JIKA dicermati lebih mendalam sebenarnya mudah didapat apa yang menjadi penyebab tidak berhasilnya model penataan trotoar di sepanjang jalan protokol, Achmad Yani, Banjarmasin.  Ada beberapa aspek penting yang justru terabaikan, bahkan tidak diperhatikan sebagai komponen akses pejalan kaki itu ramah.

ADAPUN aspek yang terlupakan adalah sebagai berikut.  Yakni, aspek pertama berupa tahap perencanaan survei identifikasi terhadap kondisi eksisting tidak dilakukan secara tepat. Ini terlihat dengan adanya kesulitan saat pelaksanaan pekerjaan. Banyak zona trotoar yang akan dipasang, ternyata berbenturan dengan area parkir atau area masuk pemilik bangunan untuk menuju ke halaman gedungnya.

Belum lagi, tidak meratanya lebar trotoar di sepanjang jalan tersebut dengan tinggi permukaan yang juga berbeda. Ada lebar trotoar yang lebih dari satu meter dan ada juga yang berada di bawah satu meter.

BACA :  Menyorot Model Penataan Trotoar Kota Banjarmasin (1)

Semestinya berbagai kondisi eksisting ini, saat proses studi kelayakan atau tahap perencanaan sudah bisa teridentifikasi dan ada konsep jalan keluarnya. Jadi, tidak mempengaruhi proses kelancaran saat pelaksanaan pembangunan trotoar tersebut.

Kemudian, aspek kedua adalah semestinya untuk penataan trotoar yang langsung bersentuhan dengan berbagai kepentingan masyarakat. Terutama, bagi penghuni bangunan di sekitar lokasi  dan juga pengguna trotoar, seharusnya sebelum tahap perencanaan sudah mulai dilakukan sosialiasi tentang rencana tersebut. Puncaknya saat pelaksanaan kegiatan pembangunan.

Tapi bila melihat fakta bahwa ternyata pelaksanaan terhambat atau terlambat untuk penyelesaian memasang dan membenahi trotoar ini, maka tentu hal sosialiasi dan kesepakatan dengan para penghuni bangunan dekat area tersebut belum berjalan dengan baik. Ini belum lagi, bila melihat dari hal karakteristik pengguna trotoar tersebut.

BACA JUGA :  Dana 12 M Dikucurkan, Lanjutan Proyek Penataan Trotoar A Yani Tunggu Pemenang Lelang

Apalagi juga menampung kepentingan penyandang disabilitas. Hal seperti ini terkesan tidak diperhatikan. Terbukti, dari tidak adanya pengunaan standar lebar area untuk mereka para penyandang disabilitas agar nyaman dan aman.

Selanjutnya, aspek ketiga menyangkut model desain trotoar yang dibuat terlihat juga kurang memperhatikan kondisi lingkungan sekitar. Bahkan ternyata dampaknya cukup banyak mengorbankan aset lingkungan seperti pohon pohon yang ditebang.

Ini belum lagi, model konstruksi masif yang dipilih sehingga mempersulit alur sirkulasi air, ketika hujan turun. Walaupun dibuatkan saluran air dari pipa kecil yang diharapkan bisa membuang air limpahan, namun hal itu tidak bisa maksimal dapat mengalir ke sungai di tepi Jalan Achmad Yani tersebut.

BACA LAGI :  Goresan Indah Pelukis Internasional Sulistyono di Trotoar Van Der Pijl Banjarbaru

Ini belum lagi ditambah dengan konstruksi jalan di bagian bahu yang mengunakan cor beton padat, sehingga sulit untuk menyerap air limpahan hujan untuk meneruskannya ke sungai di tepi jalan.

Bisa dibayangkan, bila suatu saat hujan lebat berjam- jam menerpa kawasan tersebut, maka bisa dipastikan air akan tergenang dan lambat untuk mengalir ke sungai. Alhasil, bisa saja jalan akan tengelam oleh air hujan dan baru bisa mengering setelah berjam-jam kemudian.

Dengan melihat ketiga aspek ini, bila dikaitkan dengan kenyamanan dan keamanan akibat dari pembangunan trotoar tersebut, tentu jawabannya sangat jelas yakni pembangunan trotoar ini belum memberikan kenyamanan dan keamanan bagi pemakai. Baik bagi kaum disabilitas ataupun pengguna lainnya.

Yang didapat baru niat untuk mempercantik tampilan permukaan trotoar tersebut. Meminjam istilah sekarang adalah hanya sekadar tampilan chasing saja yang dibuat menarik, tapi dari sisi makna mewujudkan kenyamanan dan keamanan pengguna trotoar tersebut masih belum jelas.

BACA LAGI :  Trotoar Sepanjang 2 Kilometer di Jalan Achmad Yani Ditata, Ini Rencananya!

Bagaimana bisa nyaman dan aman, kalau kondisi trotoar tersebut ada yang lebarnya kurang dari satu meter . Padahal, hanya satu meter pun ternyata harus menampung aktivitas para pejalan kaki serta para penyandang disabilitas.

Coba saja bayangkan, ketika yang pengguna memakai kursi roda melalui trotoar yang hanya lebar satu meter dan kemudian berpapasan dengan pengguna lainnya, apakah nyaman dan amankah. Belum lagi, keramik yang digunakan ternyata licin usai diguyur hujan, bisa mengancam para pejalan kaki yang ingin memakai haknya. Inilah yang patut dievaluasi para pengambil kebijakan notabene ‘empunya’ kota.(jejakrekam)

Penulis adalah Ketua LPJK Provinsi Kalsel

Arsitek di Ikatan Arsitek Indonesia (IAI) Kalsel

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.