Adipura dan ‘Calap’ (Banjir), Mana Pentingnya? (2)

0

PARAHNYA rentang waktu untuk pertahanan Kota Banjarmasin dalam meng-imun diri terhadap limpahan air hujan atau meluapnya air sungai, terbukti dak mampu bertahan lama. Jadilah, beberapa kawasan padat penduduk hingga pusat kota menjadi areal serbuan sang air.

KETIKA hujan lebat menyerbu kota berdurasi dua hingga tiga jam saja, bisa dipastikan sebagian kawasan kota baik jalan dan kawasan permukiman warga, selalu tergenang. Untuk cepat kering dan air bisa mengalir, sepertinya butuh waktu panjang dibandingkan dengan durasi hujan tinggal hitungan jam itu. Ya, bisa berhari-hari baru air bisa enyah dari kawasan yang tergenang.

Tak bisa dibayangkan, jika  curah hujan sambung menyambung sepanjang hari. Maka, dipastikan banjir meluas. Tentu saja, kondisi ini mengganggu  kenyamanan warga untuk bermukim, bisa jadi membawa musibah.

BACA :  Adipura dan ‘Calap’ (Banjir), Mana Pentingnya? (1)

Parahnya lagi, kondisi ini selalu rutin menimpa sebagian kawasan Kota Banjarmasin, ketika hujan lebat menerpa kota atau karena siklus musiman air pasang ditambah hujan lebat berjam-jam lamanya.

Kasus ‘calap’ atau banjir tentu sangat berpengaruh terhadap aspek kenyamanan tinggal di ibukota Provinsi Kalimantan Selatan ini. Patut kita mengetahui aspek kenyamanan sebuah kota untuk dihuni merupakan hal utama dalam kriteria mendapatkan kehidupan yang berkualitas.

Tentu, bila sebuah kota tidak bisa memberikan jaminan kenyamanan bagi penghuninya, maka bisa dikatakan kota tersebut dasarnya pada telah gagal menjadi kota yang terbaik.

BACA JUGA :  Ketika ‘Calap’ (Banjir) Mendera Kota, Siapa yang Salah (4-Habis)?

Apapun bentuk penghargaan yang didapat, sejatinya tidak banyak berguna bagi kebutuhan dasar hidup yang ingin dicapai bagi warga kotaitu sendiri. Ingatlah, falsafah utama untuk majunya sebuah kota dalam arti sebenarnya adalah ketika warga penghuni kota merasa nyaman, aman dan damai dalam mendiami kotanya.

Arti nyaman di sini berkelindan dengan segala aktivitas kehidupannya di dalam sebuah kota. Apakah itu dari segi ekonomi, kesehatan, pendidikan, membina keluarga dan meningkatkan produktivitas hidupnya. Intinya, untuk sebuah kota yang baik atau dikategorikan maju, maka terpenting adalah kualitas hidup warga penghuni kota semakin lebih baik dari tahun ke tahun.

BACA JUGA :  Ketika ‘Calap’ (Banjir) Mendera Kota, Siapa yang Salah (3)?

Nah, bila saja, tim Adipura meninjau atau melakukan penilaian secara fair di saat hujan deras yang berjam-jam menerpa kota, mungkin skore atau poin yang diraih akan berebda. Atau bisa saja mungkin penilaiannya dilaksanakan pada saat musim hujan, dan kemudian salah satu faktor penilaian ada di sektor ini. Maka tak mustahil, bisa dipastikan Banjarmasin pun akan sulit meraih titel kota yang ber-adipura.

Lantas apa yang harus dilakukan, terkait si empunya pengelola kota, khususnya Balai Kota Banjarmasin? Apakah mereka sudah menangani hal itu sudah sehebat, secepat dan serius terkait salah satu persyaratan meraih tropi Adipura?

BACA LAGI :  Ketika ‘Calap’ (Banjir) Mendera Kota, Siapa yang Salah (2)?

Utamanya, masalah calap atau banjir seperti ‘ritual tahunan’ menghantui warga kota. Terutama, mereka yang bermukim di kawasan paling rawan serbuan air hujan dan air pasang. Faktanya, banjir atau calap rutin dan berulang dari tahun ke tahun, tanpa ada solusi yang tepat.

Inilah mengapa, apakah tropi Adipura dan mampu mengeluarkan masyarakat dari problema tahunan berupa calap atau banjir menjadi jauh lebih penting. Jangan sampai, mengejar Adipura, justru mengabaikan aspek kenyamanan pemukiman warga, karena khawatir jika curah hujan yang cukup tinggi di Banjarmasin, malah menjadi masalah tahunan.

BACA LAGI :  Ketika ‘Calap’ (Banjir) Mendera Kota, Siapa yang Salah (1)?

Kalau kita mau jujur, jelas aspek kenyamanan hunian atau hidup warga jauh lebih penting dibandingkan hanya sekadar menyabet penghargaan Adipura atau sejenisnya.

Sebagai penguasa kota, tentu walikota harus bisa menjawab tantangan itu. Jelas, harus secara nyata, bukan hanya retorika. Memang, di sisi lain, pengakuan dari pihak luar terhadap kota peraih Adipura juga penting, tapi jauh lebih penting lagi agar Banjarmasin bebas dari banjir. Sebab, dampaknya jauh lebih multidimensi dan berganda, karena merugikan aktivitas dari segala aspek kehidupan warga kota yang esensinya adalah pemilik kota ini.(jejakrekam)

Penulis adalah Ketua LPJK Provinsi Kalsel

Arsitek di Ikatan Arsitek Indonesia (IAI) Kalsel

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.