Bukan Kelembagaan, tapi Keterikatan Emosi untuk Dukung Jokowi-Ma’ruf Amin

0

SEJAK terpilihnya Ma’ruf Amin menjadi pendamping Jokowi di pilpres 2019, sang kyai tak jarang mengajak Nahdliyin untuk memilihnya di pesta demokrasi lima tahunan. Ambil contoh mantan Rais A’am PBNU ini mengatakan di hadapan relawan Millenial Relegius Center dan Relawan Santri Borneo, innalillahi wa innailaihi rojiuun bagi warga Nahdliyin jika tidak memilih tokoh NU di Pilpres april mendatang. Lantas bagaimana sikap kelembagaan ormas islam terbesar ini. 

KETUA Tanfidziyah PWNU Kalsel Abdul Haris Makkie memastikan secara kelembagaan NU netral tidak memihak kepada paslon manapun.

“Secara organisasi tidak ada perintah seperti itu, (memenangkan paslon capres nomor urut 01), tetapi kita melihat KH Ma’ruf Amin kader NU maka sebagai orang tua kita, bagaimana kita memerankan diri kita,” ungkapnya.

Ditegaskannya, NU bukan partai politik namun lebih kepada keterikatan emosional untuk memilih tokoh NU dibandingkan yang lain.

“Kalau ada orang tua (menjadi Cawapres) masa anaknya memilih ke lain hati atau kemana-mana,” ucapnya.

BACA : Ada Deklarasi Dukungan 01, Ketua Bawaslu Kalsel : Belum Ada Laporan Pelanggaran

Sementara, warga Nahdliyin yang tidak ingin disebutkan identitasnya berpendapat sebagai tokoh penting di PBNU sudah seyogyanya KH Ma’ruf Amin memiliki modal sosial.

“Dan ini tidak dilarang dalam demokrasi kita memanfaatkan modal sosial untuk kepentingan politik,” katanya.

Baginya, sudah sewajarnya KH Ma’ruf Amin memanfaatkan modal sosial untuk kepentingan politik, tinggal besar atau kecil proporsinya saja.

Ia berpendapat kubu paslon nomor urut 01 dan nomor urut 02 sama-sama mengkapitalisasi modal sosial yang dimiliki. Menurutnya, NU memang seksi secara komoditas politik, ada baiknya NU berhati-hati, secara struktural jangan sampai jatuh lebih dalam lagi ke politik praktis.

“NU sebagai organisasi yang memiliki sejarah panjang memang tak lepas dari politik, bahkan dulu di awal berdirinya republik ini, NU punya partai politik,” ungkap dia.

Ia mempertanyakan sikap pengurus struktural NU untuk menguatkan argumentasi bahwa secara kelembagaan NU itu netral.

“Menurut saya secara normatif seharusnya NU berada di tengah, tetap menjadi kontrol sosial terhadap siapa pun presiden yang terpilih,” tutupnya.(jejakrekam)

Penulis Tim
Editor Andi Oktaviani

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.