Picu Stress Tinggi, Fenomena Leher Botol Bakal Terjadi di Kayutangi Ujung

0

TERHITUNG mulai Senin (25/2/2019) hingga 18 Maret 2021, Jembatan Sungai Alalak yang terdapat kawasan Kayutangi Ujung terhubung ke Handil Bakti (Batola) akan ditutup. Ini sejalan dengan rencana pembangunan jembatan model cable stayed yang menelan dana Rp 247,5 miliar, pengganti jembatan lawas kontruksi rangka baja.

JEMBATAN membentang sepanjang 850 meter, bentang tengah 120 meter dan lebar 20 meter ini digarap PT Wijaya Karya (Wika) bersama PT Pandji Bangun Persada, di bawah naungan Balai Besar Pelaksana Jalan Nasional (BBPJN) Wilayah XI Banjarmasin. Jembatan ini menghubungkan akses Jalan Brigjen H Hasan Basry (Kayutangi Ujung, Banjarmasin) dengan Jalan Trans Kalimantan (Handil Bakti, Barito Kuala).

Megaproyek ini mengingatkan publik dengan penggarapan proyek jalan layang (flyover) Gatot Subroto sepanjang 400 meter, berdana Rp 185 miliar, yang baru dua tahun rampung pada akhir 2014 lalu.

BACA :  Oprit dan Pagar Jembatan Sungai Alalak II Rusak Membahayakan Pengguna Jalan

Ahli jembatan dan jalan dari Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi (LPJK) Provinsi Kalsel, Ahmad Hasan Husani memprediksi selama dua tahun pembangunan jembatan model stayed cable Sungai Alalak, maka selama itu pula publik akan merasakan dampak kemacetan yang luar biasa.

“Bottleneck phenomenon atau fenomena leher botol akan terjadi di jalur alternatif di kawasan Jembatan Sungai Alalak II, Terminal Handil Bakti menuju Jalan Tembus Perumnas, Kayutangi Ujung. Ini karena, arus dari Handil Bakti menuju ke Tembus Perumnas atau sebaliknya akan terjadi penumpukan yang parah,” kata Hasan Husaini kepada jejakrekam.com, Jumat (18/1/2019).

BACA JUGA :  Bangun Jalan Alternatif, Rekayasa Lalu Lintas Kayutangi Ujung Diputuskan Selasa Depan

Malah ahli jembatan dan jalan ini memprediksi kemacetan jauh lebih parah dibandingkan ketika pembangunan flyover Gatot Subroto yang juga berlangsung selama dua tahun itu.

“Kondisi jalan dua megaproyek ini berbeda. Jika pembangunan flyover Gatot Subroto itu berada di ruas jalan besar, dan punya jalur alternatif yang besar seperti Jalan Pramuka dan Jalan Lingkar Selatan (Gubernur Subarjo). Beda dengan kondisi di Kayutangi Ujung dan Handil Bakti jadi satu-satunya akses bagi warga,” papar Hasan Husaini.

Menurut dia, jalur alternatif yang dilewati pengendara baik roda empat atau lebih serta roda dua justru melintasi kawasan pemukiman penduduk di Kayutangi Ujung, Alalak Utara.

“Fenomena leher botol ini yang akan terjadi di tempat itu. Jika tidak diatasi dengan langkah tepat, akan memicu tingkat stress tinggi bagi pengguna jalan. Ini belum ditambah lagi, selama dua tahun, pemukiman warga di kawasan itu akan merasakan tingginya arus lalu lintas siang dan malam,” tuturnya.

BACA LAGI :  Jalan Cemara Raya dan Adhyaksa Diberlakukan Sistem Satu Arah

Magister teknik Universitas Lambung Mangkurat (ULM) mengutip data lalu lintas harian (LHR) di kawasan Kayutangi Ujung sangat tinggi. Ini bisa terlihat saat terjadi jam sibuk, terutama pagi dan sore hari terjadi penumpukan kendaraan bermotor di Jembatan Sungai Alalak.

“Nah, arus lalu lintas yang tinggi dan tingkat kemacetan tinggi ini perlu diurai. Makanya, saya menyarankan agar perlu kajian mendalam saat menerapkan rekayasa lalu lintas di kawasan itu,” tuturnya.

BACA LAGI :  Dideadline 18 Januari, Pemilik Rumah di Kayutangi Ujung Mulai Bongkar Bangunan

Terlebih lagi, menurut Hasan Husaini, kondisi Handil Bakti dan Kayutangi Ujung merupakan kawasan pemukiman penduduk, sehingga akses jalan menuju Banjarmasin hanya bisa melintas di Jalan Tembus Perumnas, tak ada akses alternatif lagi.

Hal ini, menurut Hasan Husaini, diperparah kondisi Jembatan Sungai Alalak II dengan opritnya yang langsung berbelok ke kanan dan kiri, sehingga berpotensi rawan kecelakaan lalu lintas.  Sedangkan, ruas jalan ke arah depan Jalan Tembus Perumas terhalang lahan kosong atau rumah penduduk.

“Yang pasti, fenomena leher botol itu pasti terjadi di kawasan itu. Untuk itu, Dishub Kalsel, Polda Kalsel, Polresta Banjarmasin, Dishub Banjarmasin, Polres Batola dan Dishub Batola, termasuk penyedia dan pengerja proyek harus merumuskan matang-matang rekayasa lalu lintas yang diterapkan di kawasan itu,” beber kandidat doktor Universitas Islam Sultan Agung Semarang ini.(jejakrekam)

 

 

 

 

Penulis Arpawi
Editor Didi G Sanusi

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.