Pengakuan Hutan Adat Berjalan Lamban, Apa Kabar Kinerja Dewan?

0

MESKI Dinas Kehutanan Kalsel sudah memberikan ‘lampu hijau’ agar proses identifikasi dan pengakuan hutan adat bisa berjalan awal tahun 2019 mendatang dengan membentuk gugus tugas, pemerintah daerah serta masyarakat masih diadang tugas berat. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) RI selaku pemegang otoritas hutan mensyaratkan adanya peraturan daerah (perda) masyarakat hukum adat (MHA) terlebih dahulu sebelum diakui seutuhnya menjadi hutan milik kaum adat.

KEPALA Seksi Tenurial dan Hutan Adat Balai Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan (BPSKL) Wilayah Kalimantan, M Mugni Budi Mulyono mengakui proses penggodokan perda biasanya akan memakan waktu lama. Lantaran harus bersinggungan dengan kepentingan politik anggota dewan dan minimnya pengetahuan tentang urgensi pengakuan hutan adat di sebuah daerah.

“Kalau proses verifikasi sampai pengakuan hutan adat dari biasanya singkat saja. Namun, perda terkait masyarakat yang tinggal di dalamnya yang lama. Ini yang selalu kami dan pertanyakan sebelum adanya masuk ke proses pengakuan hutan adat. Hutan dan masyarakatnya sesuat yang tak bisa dipisahkan,” kata Mugni saat Rapat Koordinasi Hutan Adat di Kantor Dishut Kalsel, Jum’at (28/12/2018) sore.

BACA: Pengakuan Hutan Adat Terus Digaungkan, Hanif: ‘Dosa Besar’ Jika Tak Ditindaklanjuti

Lantas, mengapa harus ada perda? Dia menjawab pemerintah tentu tak ingin nantinya ada komunitas yang mengaku masyarakat hukum adat (MHA), tetapi, tak memiliki eksitensi serta asal usul yang jelas.

“Logika umumnya adalah tidak mungkin negara mengakui suatu masyarakat hukum adat sekaligus hutannya apabila pemerintah daerah belum mengakui eksistensi suatu MHA. Ini dulu yang harus dikejar oleh DPRD masing-masing kabupaten,” ujarnya.

Sampai bulan November 2018, progress penetapan hutan adat oleh Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI, Siti Nurbaya Bakar sendiri baru mencapai 33 unit areal. Wilayah tersebar di Provinsi Banten (1 unit), Provinsi Jawa Barat (1 unit), Provinsi Jambi (21 unit), Provinsi Sulawesi Selatan (3 unit), Provinsi Sulawesi Tengah (2 unit), Provinsi Kalimantan Timur (1 unit) dan Provinsi Kalimantan Barat (4 unit).

Letak persis hutan adat di wilayah Kalimantan berlokasi di hutan adat Tawang Panyai, Sekadau Kalbar (40,5 hektare), hutan adat Hemaq Beniung, Kubar, Kaltim (48,85 hektare), hutan adat Pikul, Bengkayang, Kalbar (100 hektare), hutan adat Tae, Sanggau, Kalbar (2.189 hektare), dan hutan adat Tembawang Tampun Juah, Kalbar (651 hektare). “Nah, Kalsel belum ada. Jadi, merupakan langkah baik jika forum ini diinisiasikan,” kata Mugni.

Tantangan selanjutnya, dia mengimbau agar tim gugus tugas nantinya agar serius memasukan peta wilayah adat beserta lokasinya secara spesifik. Ini untuk memudahkan proses verifikasi awal dari pemerintah pusat sebelum diberikan legalitas hutan adat.

BACA JUGA: Dapat ‘Lampu Hijau’, Kawasan Hutan Adat Kalsel Bakal Diakui Pusat

“Selain itu, masih kurangnya pemahaman pemangku kebijakan tentang hak MHA juga harus dibenahi lagi. Jangan sampai wilayah milik masyarakat dianggap sebagai sebuah ‘ancaman’,” tandas Mugni.

Sementara, Direktur Eksekutif Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Adat (LPMA) Borneo Selatan, Juliade juga meminta agar para legislator yang nantinya akan menggodok perda MHA agar benar-benar serius mengurusi pengakuan eksitensi MHA.

“Saya harap pemerintah provinsi juga bisa melakukan lobi kepada pihak mereka. Kami jelas tidak bisa sendiri dalam hal ini. Jadi peran eksekutif sangat dibutuhkan,” ujar Juliade

Dia sendiri menyambut positif upaya dibukanya ruang diskusi untuk mengidentifikasi masyarakat hukum adat dan hutan adat di Kalimantan Selatan.

“Kami sudah memiliki data terkait komunitas adat. Dan kalau ada MHA ‘abal-abal’ bisa kami bantu untuk verifikasi. Ini momen yang sudah lama kami tunggu,” kata dia. (jejakrekam)

Penulis Donny Muslim
Editor Didi G Sanusi

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.