Pengakuan Hutan Adat Terus Digaungkan, Hanif: ‘Dosa Besar’ Jika Tak Ditindaklanjuti

0

IKHTIAR masyarakat hukum adat (MHA) di Banua mencari pengakuan tanah ulayat dari pemerintah pusat terus bergulir. Langkah ini diwujudkan dengan digelarnya rapat koordinasi hutan adat yang diinisiasi oleh Dinas Kehutanan (Dishut) Kalimantan Selatan bersama Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Kalsel, Jum’at (28/12/2018). Lantas, apa hasilnya?

BERLANGSUNG hingga berjam-jam, pertemuan yang dihadiri oleh perwakilan Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kalsel, Unit Pelaksana Teknis Balai Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan (BPSKL) Wilayah Kalimantan, AMAN, dan organisasi lingkungan hidup lainnya berakhir dengan pembuatan rencana tindak lanjut. Dari penuturuan Kadishut Kalsel, Hanif Faisol Nurofiq, awal tahun 2019 mendatang menjadi momentum awal proses identifikasi masyarakat hukum adat sekaligus hutan adat akan digenjot.

“Kami akan identifikasi (masyarakat dan hutan adatnya) terlebih dahulu dengan bersama tim di lapangan sekitar bulan Januari sampai Februari 2019. Setelah itu, akan dibentuk gugus tugas agar bisa dilakukan proses pengakuan masyarakat hukum adat (MHA). Gugus tugas yang akan diisi oleh tim dinas kehutanan, dinas lingkungan hidup (DLH), bersama NGO yang mau terlibat,” kata Hanif. Gugus tugas ini sendiri akan mendapat persetujuan langsung dari Gubernur Kalsel, Sahbirin Noor.

BACA: Dapat ‘Lampu Hijau’, Kawasan Hutan Adat Kalsel Bakal Diakui Pusat

Dirinya juga akan menyampaikan hasil catatan rapat koordinasi kepada masing-masing pimpinan kabupaten. Lantaran, kunci keberhasilan proses pengakuan juga berasal dari pemerintah kabupaten selaku ‘orang tua’ penuh masyarakat adat.

Hanif mendukung dan berkomitmen penuh diakuinya hutan adat di Kalimantan Selatan. Lantaran masyarakat adat yang tinggal di dalamnya pasti akan terus melestarikan hutan. Dia menyebut, ‘dosa besar’ jika pemerintah sampai tidak menindaklanjuti wacana ini lebih lanjut.

“Selain itu, berkaca dari negara seperti Finlandia yang berhasil mengelola hutan, 80 persen wilayah hutan juga dikelola oleh masyarakat. Dalam bentuk hutan hak. Saya harap di Kalimantan Selatan juga begitu.,” tegasnya.

Sementara, Ketua BPH Aman Kalsel, Palmijaya menyambut baik niat dari Dishut Kalsel karena sudah mau membuka ruang diskusi serta berupaya membentuk gugus tugas proses pengakuan masyarakat hukum adat dan hutan adat di Kalimantan Selatan.

BACA JUGA: Momen Paling Ditunggu Masyarakat Adat Kalsel

“Dari catatan kami ada 171 komunitas adat yang ada di Kalimantan Selatan. Itu tersebar di Kabupaten Banjar, Hulu Sungai Selatan (HSS), Hulu Sungai Tengah (HST), Balangan, Tabalong hingga Kotabaru. Namun, belum ada satu pun diakui keberadaannya sebagai masyarakat adat. Apalagi sampai proses pengakuan hutan adat,” ujarnya.

Palmi menyebut diakuinya tanah ulayat merupakan mimpi lama yang diinginkan seluruh masyarakat adat yang menyebar di seluruh Indonesia. Pemerintah pusat pun sudah merestuinya lewat program perhutanan sosial (PS). Mahkamah Konstitusi (MK) juga telah menambah semangat mereka dengan dikeluarkannya putusan MK No. 35 tentang hutan adat.

“Isinya, hutan adat merupakan hutan yang berada di wilayah adat, dan bukan lagi Hutan Negara. Amanat dari MK ini sudah jelas. Ini yang terus kami perjuangkan,” kata Palmi.

Dalam proses identifikasi yang akan dilaksanakan awal tahun mendatang, dia bersama tim dari AMAN masing kabupaten juga siap berkomitmen akan terlibat membantu pemerintah daerah hingga mencapai pengakuan wilayah adat langsung dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) RI. (jejakrekam)

Penulis Donny Muslim
Editor Fahriza

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.