Usai Dipagar, Bangun Gubuk, Dua Penghuni Kolong Jembatan Jatuh Sakit

0

SEDIKITNYA ada 8 kepala keluarga yang memilih bertahan tinggal di bawah kolong Jembatan Antasari. Meski kini telah dipasang pagar besi agar tak lagi mendirikan gubuk, toh para penghuni yang kebanyakan sudah berusia renta memilih tetap bertahan.

PANAS dan hujan sepertinya sudah terbiasa menimpa mereka. Data yang dihimpun jejakrekam.com, Jumat (14/12/2018), para penghuni kolong Jembatan Antasari tercatat adalah Samaniyah (55 tahun), Siti Sarah, Ardianti (22 tahun) bersama putranya Firmansyah (5 tahun), Norleha (40 tahun), Parno alias Kai Usai (55 tahun), Fatimah alias Timah (45 tahun), Noorjanah (60 tahun). Totalnya, ada 8 kepala keluarga yang memilih jadi penghuni kolong Jembatan Antasari.

BACA : Walau Kolong Jembatan Antasari Dipagar, Syamsiah Pilih Tetap Bertahan

Usai dipagari petugas Bidang Jembatan Dinas PUPR Kota Banjarmasin dengan pengawalan Satpol PP Banjarmasin, Rabu (12/12/2018), para penghuni ini nekat menggelar tikar dan memasang terpal tinggal di sekitar Jembatan Antasari.

Di kawasan yang juga dekat dengan Siring RK Ilir yang baru dibangun, keberadaan gubuk para penghuni kolong jembatan ini memang sangat mencolok. Gara-gara tinggal di tempat yang tak layak, dua penghuni pun jatuh sakit. Mereka terpaksa dibawa para relawan Foreska Banjarmasin Tengah ke RSUD Ulin Banjarmasin untuk menjalani perawatan.

“Seharusnya, pemerintah kota itu bijak dalam menyikapi keberadaan penghuni kolong Jembatan Antasari ini. Mereka terpaksa tinggal di tempat tak layak ini, karena kondisi ekonomi tak mampu,” ucap Ketua Foreska Banjarmasin Tengah, M Irfan Hadi kepada jejakrekam.com, Jumat (14/12/2018).

BACA JUGA : Tiap Jumat, Sasar Kaum Marjinal, 300 Nasi Bungkus Foreska Ludes

Bersama para relawan Foreksa Banjarmasin Tengah, Irfan pun menyambangi para penghuni kolong Jembatan Antasari. Mereka membagi-bagikan nasi bungkus di antara tumpukan barang yang terpaksa dikeluarkan petugas, usai dipasangi pagar.

Menurut Irfan, keberadaan para penghuni kolong jembatan juga karena berdekatan dengan lokasi tempat bekerja, terutama para pengupas kulit bawang di Pasar Harum Manis, serta pengangkut kelapa yang ada di bantaran Sungai Martapura.

“Apalagi di sini, banyak anak-anak dan orangtua renta. Mereka juga punya kartu identitas sebagai warga Banjarmasin, mengapa tidak diperhatikan?” cecar Irfan.

BACA LAGI : Dua Jembatan Bersejarah; Pasar Lama dan Sudimampir, Kokoh di Usia Uzur

Ia berharap pemerintah kota lebih bijak menyikapi fenomena sosial, terutama kaum marjinal kota yang memiliki hak yang sama dengan warga berpunya lainnya.

Siti Sarah, salah satu penghuni kolong Jembatan Antasari mengaku tetap bertahan di tempat itu, meski telah dipasang pagar. “Kalau punya uang banyak, tak mungkin saya tidur di bawah kolong jembatan,” kata Sarah, yang sehari-hari menjajakan minuman dan makan keliling dari pasar ke pasar.

Ia mengaku siap tinggal di rumah singgah, namun tidak jauh dari tempatnya berusaha. “Kami di sini saling berbagi. Ya, karena senasib dan sepenanggungan. Ingin juga menyewa rumah yang layak, tapi apa daya tak punya uang. Kalau pun ada cukup hanya untuk makan sehari-hari,” pungkasnya.(jejakrekam)

 

 

 

Penulis Sirajuddin
Editor Didi GS

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.