Kapal Sapu-Sapu Lembur, Tumpukan ‘Ilung’ Dibuang ke Sungai Gampa

0

LAGI-lagi, Pemkot Banjarmasin menuding serbuan eceng gondok dan ranting bambu yang menumpuk di Sungai Martapura, tepatnya di bawah Jembatan Antasari (Sudimampir) dan Jembatan Pasar Lama, merupakan kiriman daerah tetangga.

KEPALA Bidang Sungai Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kota Banjarmasin, Tony menyebut tumpukan sampah bercampur eceng gondok, ranting bambu dan pohon, berasal dari hilir Sungai Martapura.

Tony menjelaskan, Sungai Martapura dari wilayah Banjarmasin hingga Kabupaten Banjar memiliki panjang lebih dari 200 kilometer. Namun, yang menjadi wewenang dari Pemkot Banjarmasin ini hanya seperdelapan dari panjang total sekitar 25 kilometer.

“Tapi karena posisi kita berada di paling hilir, maka dampak yang paling besar diterima dan dibebankan oleh Sungai Martapura ini, berada di wilayah Kota Banjarmasin,” ucap Tony kepada wartawan di Banjarmasin, Senin (10/12/2018).

BACA : Terjebak di ‘Daratan’ Ilung dan Bambu, Beberapa Longboat Nekat Menerobos

Tony menerangkan, sudah dua malam ini melemburkan kapal sapu-sapu untuk melakukan pembuangan di Sungai Gampa. Walhasil, setelah dibuang dan mengarah kembali ke Sungai Martapura di pusat kota. Bahkan, aktivitas kapal sapu-apu terhalang dengan tumpukan ilung yang ada di bawah Jembatan Pasar Lama.

Ia memastikan pihaknya terus berusaha membuka alur di Jembatan Pasar Lama. Ini mengingat, volume sampah ilung dan lainnya yang menyerbu Kota Banjarmasin ini tidak memungkinkan menggunakan sistem ambil buang. “ Butuh waktu tiga hingga empat jam untuk membuang ke Sungai Gampa,” katanya.

Tony menjelaskan kalau sudah kembali lagi, mungkin dikhawatirkan justru makin bertambah banyak. “Jadi kita akan melakukan pembukaan alur dulu, paling tidak, Sungai Martapura bisa dilalui oleh transportasi airnya,” katanya.

BACA JUGA : Pemkot Banjarmasin Akui Kewalahan Atasi Serangan ‘Ilung’ dan Bambu Kiriman Daerah Tetangga

Menurut Tony, blokade sungai akibat ilung ini dinilainya berkurang dibanding tahun dahulu yang jauh lebih ekstrem melalui kiriman dari wilayah tetangga. “Karena memang semakin bermasalah bagian hulu, maka hilir pun akan semakin menerima dampaknya,” ujarnya.

Tony meminta masyarakat bisa memahami dan berusaha membuka alur sungai melalui kerjasama dengan Dinas Perhubungan Kota Banjarmasin. Meski, menurut Tony, hal ini dianggap kurang maksimal. “Ke depan, kami berusaha menambah kapal-kapal pembersih agar alur Sungai Martapura tidak terganggu,” ucapnya.

Kabid Sungai DInas PUPR Banjarmasin, Tony.

Mirisnya lagi, selama ini operasional kapal sapu-sapu ini justru dihitung per jam berdasar kontrak. Dengan ditambahnya jam untuk membuang sampah ini apakah berpengaruh dengan kontrak itu? Tony menjawab, hal ini tentunya memengaruhi.

Ia membeberkan, hingga saat ini kontrak 600 jam dalam enam bulan oleh Pemkot Banjarmasin, jika dihitung-hitung hampir selesai. Apalagi dengan dilakukannya penambahan jam lembur sampai pukul 24.00 Wita. “Tentu ini mengurangi dari jumlah kontrak dari yang kita perjanjikan. Mau tak mau kita akan melakukan perubahan di kontrak tersebut,” katanya.

BACA LAGI : Atasi Serbuan ‘Ilung’, Pemkot Banjarmasin Harus Gandeng Pemkab Banjar

Ia berharap hal itu tak terjadi. Menurut Tony, pihaknya akan kembali membicarakan soal kontrak kapal sapu-sapu, sehingga mendapat waktu toleransi. “Ya, andaikata melebihi dari jam kontrak operasional kapal sapu-sapu,” ucapnya.

Sekadar mengingatkan, pada tahun anggaran 2018 ini, Dinas PUPR melalui Bidang Sungai mengalokasikan dana sebesar Rp 1,2 miliar untuk pembersihan sungai, termasuk mengontrak operasinal kapal sapu-sapu yang membersihkan kawasan Sungai Martapura.(jejakrekam)

Penulis Arpawi
Editor Didi GS

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.