Cukup Pasar Sentra Antasari, Jangan Diulang Lagi di Pasar Ujung Murung

0

KASUS Sentra Antasari cukup menjadi pelajaran. Pembangunan pasar tradisional bergaya modern yang dimulai era Walikota Sadjoko, dan dilanjutkan Walikota Sofyan Arpan dan baru rampung di masa Walikota Midpai Yabani, diingatkan mantan anggota DPRD Kalimantan Selatan, Anang Rosadi Adenansi bisa menjadi pelajaran berharga dalam merevitalisasi Pasar Ujung Murung dan Pasar Sudimampir.

ANANG Rosadi Adenansi yang mengakui konsep penataan Pasar Ujung Murung sudah berlangsung lama, ketika isu itu menguat di masa kepemimpinan Walikota HA Yudhi Wahyuni, dengan rencana menggandeng pihak ketiga.

“Saya ingatkan, jangan main-main merancang bangunan Pasar Ujung Murung, karena viewnya menghadap ke Sungai Martapura. Jadi tidak boleh ada bangunan di lantai dasar. Lantai dasar harus difungsikan sebagai areal parkir, dan dapat dialihfungsikan untuk wisata kuliner di malam hari,” kata Anang Rosadi Adenansi kepada jejakrekam.com, Kamis (22/11/2018).

Insinyur jebolan Universitas Jayabaya Jakarta ini mengatakan cukup sudah ‘kegagalan’ penataan Pusat Perbelanjaan Pangeran Antasari (P3A) menjadi Pasar Sentra Antasari harus menjadi pelajaran agar tak mengulang kesalahan masa lalu.

“Jangan sampai muncul ide untuk memperbanyak toko-toko yang tidak sesuai dengan jumlah kepemilikan yang ada,” tuturnya.

BACA : Tiga Lokasi Disiapkan untuk Menampung Pedagang Pasar Ujung Murung

Menurut Anang Rosadi, rancang bangun Pasar Ujung Murung dan Pasar Sudimampir yang menjadi satu bagian di kawasan Jalan Ujung Murung itu harus disesuaikan dengan kearifan lokal kebiasaan cara berdagang ataupun berbelanja masyarakat Banjar.

“Semua harus benar-benar terencana, managemen bangunan harus betul-betul diperhatikan. Terutama, dari segi arsitektur, sirkulasi udara, listrik yang harus hemat, pergerakan arus barang yang akan didistribusikan baik secara langsung ataupun lewat ekspedisi. Termasuk,  posisi tangga naik dan lainnya,” papar politisi Golkar ini.

Aktivis anti korupsi ini mengingatkan paling mendasar adalah jangan sekali-kali berpikir untuk korupsi atau melakukan mark-up bahan bangunan atau pekerjaan. “Jadi, harus benar-benar hemat. Pedagang harus diutamakan dan masing-masing pihak harus pegang perjanjian yang tidak berubah dari aspek apapun, setelah diadakan persetujuan,” cetus Anang Rosadi.

Putra tokoh pers Kalsel Anang Adenansi ini mengatakan jangan sampai stigma negatif muncul, seperti adanya akal bulus untuk meraup keuntungan.

“Saya rasa dari tiga opsi yang ditawarkan sebagai tempat penampungan sementara para pedagang Pasar Ujung Murung dan Pasar Sudimpir, lebih baik fokus bagi Pemkot Banjarmasin untuk mengembalikan Mitra Plaza. Cukup sudah, kontribusi yang diberikan pengelola Mitra Plaza itu, dan sekarang saatnya bagi pengusaha untuk membalas budi mengembalikan aset daerah itu kepada pemerintah kota,” papar Anang Rosadi.

Ia memastikan bersama dosen Fakultas Hukum Uniska Banjarmasin, Rakhmat Nopliardy akan mengawal proses pengembalian aset-aset daerah yang telah dikuasai pihak ketiga agar kembali ke pemerintah kota selalu pengelola aset milik rakyat. “Kami tak ingin aset-aset itu malah jadi bancakan oknum-oknum yang rakus duit,” katanya.

BACA JUGA : Pedagang Pasar Ujung Murung Tak Ingin Nasibnya Seperti Digantung

Sementara itu, Ketua Yayasan Lembaga Konsumen (YLK) Kalsel, Dr Akhmad Murjani mengatakan dari beberapa aset yang telah dikuasai pihak ketiga, sudah sepatutnya Walikota Ibnu Sina untuk membuat peraturan baru. “Ya, bisa dibikin peraturan walikota mengenai teknis, jangka waktu dan lainnya. Terutama, masalah sewa menyewa aset daerah harus ada perdanya,” tegas Murjani.

BACA LAGI : Revitalisasi Pasar Ujung Murung yang Seakan Tak Berujung

Menurut dia, pada dasarnya semua aset yang disewakan harus ada kode rekening tersendiri, sehingga semua hasil sewa atau kontribusi penggunaan aset daerah bisa diketahui pemasukannya.

”Jadi, ketika mau dicek di Badan Keuangan Daerah (Bakueda) Kota Banjarmasin, maka total pendapatan dari kontribusi atau sewa aset itu bisa terekap. Bila tidak ada dasarnya, apalagi tak sesuai ketentuan, maka dapat dikatakan ilegal,” cetus Murjani.

Padahal, beber dia, aset-aset daerah yang dikuasai pihak ketiga jelas harus ada dasar hukum mengaturnya. “Intinya, semua bisa dicek di Kantor Bakueda Kota Banjarmasin. Jadi, publik bisa tahun berapa sewa yang dibayar para pengelola aset itu,” tandasnya.(jejakrekam)

Penulis Ahmad Husaini
Editor Didi GS

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.