Kenang Sumpah Pemuda, Aliansi Meratus Jilid II Suarakan Tolak Tambang

0

ARUS penolakan beroperasinya PT Mantimin Coal Mining (MCM) di Kabupaten Balangan, Hulu Sungai Tengah (HST), dan Tabalong terus mengalir deras. Minggu (28/10), giliran puluhan organisasi yang tergabung dalam Aliansi Meratus Jilid II menggelar aksi damai di depan Sekretariat Daerah Provinsi Kalimantan Selatan. Massa tetap konsisten dengan tuntutan pencabutan SK Operasi Produksi bernomor 441.K/30/DJB/2017 tentang IUPK Operasi Produksi Batu Bara PT Mantimin Coal Mining (MCM) yang mengancam Pegunungan Meratus.

TERCATAT ada 30 organisasi serta ratusan massa yang mewarnai unjuk rasa. Komposisinya terdiri dari organisasi pencinta alam (orpala), mahasiswa pencinta alam (mapala), organ intra dan ekstra kampus, lembaga pemberdayaan masyarakat adat, dan kelompok tani serta nelayan yang ada di Kalimantan Selatan.

Aksi damai dilakukan menggunakan spanduk dan poster bertuliskan #SaveMeratus kepada pengunjung kompleks perkantoran Pemprov Kalsel. Menampilkan fakta-fakta tentang Pegunungan Meratus yang akan terancam tambang batubara.

Digelar tepat 28 Oktober, aksi damai memang diniatkan untuk mengiringi momentum Sumpah Pemuda. Ketua Pelaksana Aksi Damai, M Reza Rifani, mengatakan momen ini tepat untuk menyeru pemuda-pemuda Indonesia terutama di Kalsel. Agar berperan mengabdikan diri kepada negara dengan sikap kritis sebagai kontrol sosial terhadap kebijakan pemerintah yang akan merugikan dan mengabaikan keselamatan rakyat.

 

“Terbitnya SK Operasi Produksi PT MCM ini jelas-jelas akan mengorbankan masyarakat. Bukan hanya di lokasi izin. Tapi masyarakat Kalsel juga”, ujar Reza. Dalam riset yang diterbitkan oleh Walhi Kalsel memang 56% area izin operasi produksi PT MCM berada pada bentang alam karst atau gunung kapur. Karst berfungsi untuk penyalur dan penampungan air pegunungan yang bakal mengalir ke masyarakat sekitar.

Kedua, khusus untuk Hulu Sungai Tengah (HST), kegiatan operasi produksi juga bakal menghantam Sungai Batang Alai, Kecamatan Batang Alai Timur. Dianggap vital karena menjadi hulunya sungai-sungai yang berada di Barabai.

Di Sungai Batang Alai juga terdapat Bendungan yang berjarak 2,9 kilometer dari rencana lokasi pertambangan. Bendungan ini mengaliri daerah irigasi seluas 8.000 hektare yang biasanya dimanfaatkan untuk pertanian, perikanan, dan air minum. Beberapa faktor inilah yang menjadi secuil dari pertimbangan mengapa massa menolak pertambangan di Pegunungan Meratus.

Sementara itu, Direktur Walhi Kalsel, Kisworo Dwi Cahyono menyebut aksi ini juga dilakukan untuk mengingatkan kembali kepada masyarakat, bahwa ditolaknya gugatan Walhi di PTUN Jakarta hanya satu bagian usaha kita yang dikalahkan. “gugatan hukum, hanya satu bagian dari banyak usaha yang kita lakukan untuk menyelamatkan Meratus, Gerakan masyarakat yang mendukung penyelamatan Meratus sangat kita perlukan, kami berharap, ada lebih banyak lagi yang mendukung gerakan ini,” ujar aktivis yang akrab disapa Cak Kis.

Sekadar diketahui, Gerakan Aliansi Meratus bukan cerita baru. Aliansi Meratus dulunya pernah dibentuk tahun 90-an hingga 2000-an awal. Publik masih ingat pada tahun 2000, ketika Pemprov Kalsel telah menyetujui tukar guling antara kawasan konsesi Kodeco dengan Pegunungan Meratus. Momen itulah yang menjadi pemicu terbentuknya gerakan gabungan lintas konsentrasi.

Lantas apakah gerakan dulu itu kembali bergairah lagi dengan terbentuknya Aliansi Meratus Jilid II? Koordinator Lapangan Aksi Damai, Ahdiat Zairullah berharap demikian. “Aliansi masih terbuka bagi siapa saja yang peduli Meratus, ke depan harapannya lebih banyak yang mendukung penyelamatan Meratus,” imbuhnya. (jejakrekam)

Penulis Donny Muslim
Editor Fahriza

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.