Gugatan Walhi Gugur, Pegunungan Meratus Terancam

0

PERJUANGAN masyarakat Hulu Sungai Tengah (HST), Balangan, dan Tabalong melawan rencana masuknya perusahaan tambang batu bara PT. Mantimin Coal Mining (MCM) sedang melewati jalan terjal. Digugat oleh Wahana Lingkungan Indonesia (Walhi), Senin (22/10/2018) Majelis Hakim PTUN Jakarta menolak permintaan penggugat kepada Kementerian ESDM RI dan perusahaan terkait untuk mencabut izin operasi produksi.

DIREKTUR Eksekutif Walhi Kalsel, Kisworo Dwi Cahyono menyesalkan keputusan majelis hakim yang diisi oleh Sutiyono (Hakim Ketua), Joko Setiono (Hakim Anggota I), dan Nasrifal (Hakim Anggota II) itu. “Apalagi proses sidang hampir memakan waktu selama delapan bulan,” ujarnya.

Menurutnya, putusan hakim sama saja mencederai masyarakat Kalsel, khususnya kabupaten HST yang mayoritas menolak izin tambang batubara PT. MCM. Selain itu, hasil putusan ini dinilainya makin memperburuk kualitas hukum yang ada di Indonesia.

Mengapa Walhi begitu getol membendung masuknya tambang di HST dan sekitarnya? Pertimbangannya cukup logis. Pertama, menurut hasil pemetaan Walhi Kalsel, 56% area izin tambang PT MCM berada pada bentang alam karst atau gunung kapur Pegunungan Meratus. Karst berfungsi untuk penyalur dan penampungan air pegunungan yang bakal mengalir ke masyarakat sekitar.

Kedua, khusus untuk Hulu Sungai Tengah (HST), kegiatan operasi produksi juga bakal menghantam Sungai Batang Alai, Kecamatan Batang Alai Timur. Dianggap vital karena menjadi hulunya sungai-sungai yang berada di Barabai.

Di Sungai Batang Alai juga terdapat Bendungan yang berjarak 2,9 kilometer dari rencana lokasi pertambangan. Bendungan ini mengaliri daerah irigasi seluas 8.000 hektare yang biasanya dimanfaatkan untuk pertanian, perikanan, dan air minum.

Lantas, ditanya langkah lanjutan, Kisworo menyebut pihak Walhi bakal segera berkonsolidasi untuk mengajukan banding dan melakukan bentuk-bentuk perlawanan lainnya mengajak masyarakat Kalsel. “Tetap semangat. Terima kasih atas perjuangan usaha dan doa’anya untuk wilayah Pegunungan Meratus,” pungkasnya.

Dituturkan Sutiyono sebagai hakim ketua, setelah mempertimbangkan bukti-bukti  persidangan, gugatan dari pihak Walhi tidak termasuk dalam perkara PTUN. Walhasil, majelis hakim memutuskan menolak menyidangkan perkara tersebut dengan alasan merupakan perkara perdata dan bukan perkara PTUN. Sekadar diketahui, perjuangan melawan tambang MCM sudah dimulai sejak awal tahun lalu. Beragam aksi besar-besaran hingga panggung kesenian dilancarkan. Puncaknya adalah pelaksanaan istighosah yang dilangsungkan di HST pada 11 Oktober 2018.

Pelaksana Tugas (Plt) Bupati HST, Anang Chairansyah menyebut masyarakat Bumi Murakata bakal tetap dengan pendirian: menolak industri ekstraktif berupa tambang dan sawit masuk ke daerah meteka. “Kami akan berjuang habis-habisan,” tegasnya.(jejakrekam)

Penulis Donny Muslim
Editor Didi GS

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.