Merasa Dirugikan Adaro, Hariyanto Melapor ke Majelis Adat Dayak Nasional

0

KECEWA. Itulah yang dirasakan Hariyanto. Warga Kabupaten Tabalong ini merasa dirugikan. Sebab tanah miliknya seluas 10 hektar yang dimilikinya sejak 2011 silam, di klaim sebagai lahan milik  PT Adaro Indonesia sejak Februari 2016 lalu.

“SAYA membeli tanah tersebut sejak 2011 lalu dengan saksi dan dokumen yang lengkap. Bahkan, saya masih membayar pajak atas tanah tersebut hingga Juni 2018 lalu,” ucap Hariyanto saat menggelar jumpa pers di Hotel Jelita Banjarmasin, Minggu (21/10/2018).

Karena tidak pernah menjual lahan tersebut, Hariyanto pun pernah mendatangi PT Adaro Indonesia yang bertempat di Dahai. Namun tidak berbuah manis. Tak patah arang, dirinya kembali melaporkan masalah ini kepada Polres Tabalong dengan harapan mendapat keadilan dan kejelasan. Namun lagi-lagi tidak ada respon. “Saya juga pernah menyambangi Polda Kalsel. Namun selama dua tahun ini, respon pihak kepolisian tidak ada sama sekali,” ujarnya.

Merasa tidak mendapat keadilan dari aparat selama 2 tahun, dirinya pun melaporkan masalah ini ke Majelis Adat Dayak Nasional (MADN), Dewan Adat Dayak (DAD), dan Barisan Pertahanan Masyarakat Adat Dayak (BATAMAD).

Deputy Presiden MADN Wilayah Kalsel, Ramond mengatakan, setelah lembaga mendapat pelimpahan kuasa dari Hariyanto, wajib hukumnya menjaga harkat dan martabat orang Dayak agar tidak terzalimi dan tertindas di Bumi Borneo ini.

“Kami siap membantu permasalahan masyarakat adat Dayak dengan tujuan mencari jalan yang baik dan terbaik selagi masyarakat tersebut dalam garis kebenarannya,” ujarnya.

Dengan kata lain, tegasnya, apabila hak masyarakat Dayak diserobot atau dirampas pihak lain dengan cara yang tidak benar, maka seluruh elemen masyarakat Dayak akan bergerak, bersatu, membantu memperjuangkan hak orang Dayak yang dirampas.

Sementara itu, Kepala Barisan Pertahanan Masyarakat Dayak (BATAMAD) Barito Timur, Hardy Calvyn Agoeh mengatakan, adanya kasus yang menimpa Hariyanto, maka pihak sudah mengadakan ritual Banyang Mandru karena ada pihak yang menyerobot lahan masyarakat Dayak.

Hardy mempertegas, hukum itu ada 4 cara, yakni hukum adat, hukum rimba, hukum karma serta hukum fositif. “Nah saat ini hukum positif kita tidak jalan dalam menyelesaikan masalah ini, sehingga yang kita pakai hukum adat,” ujarnya.

Ia menambahkan, saat ini lahan yang diserobot PT Adaro Indonesia itu diawasi ppihaknya dengan menurunkan pasukan BATAMAD hingga waktu yang tidak ditentukan hingga sengketa ini selesai.

Sementara itu, Community dan Media Ralation Manager PT Adaro Indonesia, Djoko Soesilo saat dihubungi jejakrekam.com  mengatakan tidak pernah ada status quo atas lahan yang dimaksudkan oleh yang besangkutan.

Selanjutnya, sebut dia, lahan dimaksud sejak dilakukan pembebasan secara sah menurut hukum yang berlaku di  Indonesia, hingga sekarang tetap dalam penguasaan PT Adaro Indonesia.

“Kepada yang bersangkutan kami persilakan membawa persoalan ini ke ranah perdata. Tentu perusahaan tunduk dan patuh pada putusan hukum negara RI. Hingga saat ini kami tetap beroperasi secara normal dalam memasok kebutuhan energi nasional,” imbuhnya.(jejakrekam)

Penulis Asyikin
Editor Fahriza

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.