Para Tukang Getek yang Bertahan di Bawah Gempuran ‘Daratisasi’ Banjarmasin

0

DERAP moda transportasi mengikuti perkembangan zaman. Kini, wahana penyeberangan atau jukung getek dalam bahasa Banjar, makin ditinggalkan warga Banjarmasin. Meski begitu, para penarik jasa yang menyeberangkan barang dan orang di Sungai Martapura masih bisa bertahan di tengah gempuran modernitas.

PEKERJAAN tukang getek pun terbilang langka di Banjarmasin. Mereka harus berteman dengan terik mentari, dan dinginnya curah hujan. Apalagi di tengah program ‘daratisasi’ dengan dibangunnya jembatan berdiri kokoh di atas sungai. Seperti di Teluk Kelayan-Pasar Harum Manis, yang memanfaatkan dermaga tersisa sebagai akses penghubung antar seberang.

Hakim, salah tukang getek yang bertahan dengan jukung tuanya dari kayu balau. Menurut Hakim, tiap harinya, sekitar satu jam harus menunggu orang yang menggunakan jasanya untuk menyeberangkan dari Pasar Harum Manis ke Teluk Kelayan.

“Sekarang sangat sepi. Bisa dihitung dengan jari yang mau menaiki getek ini,” ucap Hakim kepada jejakrekam.com, Sabtu (20/10/2018).

Ia hanya mematok tarif dua ribu perak satu kali penyeberangan. Meski begitu, Hakim mengaku jika penumpang lagi banyak, bisa saja mengantongi uang Rp 60 ribu per hari. “Ya, getek jadi primadona pada tahun 1980-an. Kalau bicara sekarang, orang lebih suka naik motor kesana kemari, dibanding pakai perahu, apalagi jukung tanpa mesin ini,” tutur Hakim.

Dia menyebut dirinya hanya salah satu dari lima pengayuh getek yang tersisa di Pasar Harum Manis-Teluk Kelayan. Apa yang dikatakan Hakim, benar adanya. Contoh adalah Andi. Dulu dia harus bergantian dengan kawannya untuk mengayuh jukung getek. Sekarang, Andi banting stir memilih jadi buruh angkut yang jauh lebih menjanjikan untuk dapurnya bisa mengepul.

“Kalau mengangkut beras atau lainnya di Pasar Harum Manis, Pasar Lima dan Pasar Baru, lebih jelas dibanding jadi pengayuh getek,” kata Andi, warga Kelayan A ini.

Bagi Zainal Abidin, pedagang sembako di Pasar Harum Manis mengakui tantangan getek bukan hanya berada di ambang zaman. Namun juga kondisi Sungai Martapura yang kini tak ramah lagi. “Dari dulu banyak ilung (enceng gondok) di sungai, jadi menghalangi para pengayuh getek. Ini belum lagi, arus Sungai Martapura yang makin deras dan kuat,” ucap Zainal Abidin.

Belum lagi, menurut dia, jukung getek harus bersaing dengan kapal atau perahu yang sandar di Pelabuhan Pasar Harum Manis. “Ya, kami berharap agar Pemkot Banjarmasin bisa memikirkan kembali untuk membangun kembali dermaga di Pasar Harum Manis. Kondisinya sekarang tak layak lagi. Banyak kayu yang lapuk dan berlobang, membahayakan,” imbuh Zainal Abidin.(jejakrekam)

 

Penulis Sirajuddin
Editor Didi GS

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.