Antara Banjarmasin Baiman dan Peran Wakil Rakyat

0

MOTTO kota kita tercinta, Banjarmasin adalah Baiman. Akronim dalam bahasa Banjar berarti barasih wan nyaman atau bersih dan nyaman. Bisa juga dimaknai lebih dalam lagi adalah ‘beriman’. Apakah hal itu sudah sesuai? Dalam pandangan saya, masih jauh dari harapan kita.

BUKTI bahwa kota berjuluk kota seribu sungai, justru masih terjadi seribu pelanggaran sempadan (sungai), seribu sampah berserakan dan beribu-ribu meter gorong gorong, beribu-ribu tanaman ditanam dan seterusnya atau beribu jamban di sungai.

Ini adalah gambaran nyata antara baiman dan “baiman” sama sekali tidak sejalan. Yang dilakukan masih sebatas sloganisme belaka, karena anggaran yang dihabiskan jauh dari cerminan “baiman”yang sesungguhnya.

Inilah ‘kecelakaan’ demokrasi dan kepemimpinan, terjadi disorientasi dalam pola pikir, tidak hanya terjadi di tengah masyarakat. Justru bisa menghinggapi para pemimpinnya dalam semua level. Amanah rakyat yang seharusnya dijalankan malah diingkari. Kekuasaan yang besar tidak lagi cenderung korup, malah bisa jadi memang korup.

Keinginan berkuasa yang sasarannya bukan pada pengabdian tapi sudah masuk wilayah mencari pekerjaan. Alhasil, anggaran milik rakyat yang seharusnya digunakan semaksimal mungkin untuk skala prioritas kebutuhan rakyat justru diakal-akali agar menjadi pundi-pundi harta karun.

Disorientasi itu ternyata wabah yang menular, seperti virus yang dapat mematikan rakyat, menjalar ke semua pihak. Tidak terkecuali baik sebagian anggota dewan atau bakal anggota dewan. Bisa jadi, fungsi legislasi bisa diakali, fungsi anggaran dapat dimanipulasi, fungsi pengawasan jadi bahan negoisasi.

Disorientasi ini mewabah, sehingga menjadikan klasifikasi dalam kedudukannya sebagai calon anggota dewan, klasifikasi bukan orientasi struktural lembaga perwakilan tersebut tapi menjurus berhitung pendapatan calon anggota dewan. Sayang, tidak ada lagi ritme orkestra demokrasi yang harmonis untuk membangun kehidupan masyarakat yang lebih baik.

Seharusnya DPRD Kota Banjarmasin adalah mengurus secara spesifik kotanya, terutama mengawasi kinerja san walikota dalam menjalankan pemerintahan. Hal lainnya adalah DPRD provinsi mengawasi kinerja gubernur, DPR RI terhadap sang presiden, sehingga bukan berpikir pada tatanan pendapatan.

Wakil rakyat itu adalah pengabdian yang dibayar, sehingga bukan mencari pekerjaan. Seperti kata-kata dalam bahasa Banjar, jangan “mengikihi” anggaran atau hanya sekadar umpat  mencari pekerjaan.

Oleh karena itu, bertahun tahun saya mengusulkan di setiap kesempatan bahwa walaupun anggota DPRD itu adalah perwakilan rakyat yang dipilih dalam pemilu, esensinya adalah rakyat mewakilkan kepadanya. Harapannya, agar aspirasi diperjuangkan semaksimal mungkin untuk mencapai tujuan. Jangan sampai  justru  terkhianati dengan tiga fungsi kewenangan yang besar tersebut .

Atas dasar itu, sudah sepatutnya Kemendagri atau pemerintah pusat berpikir untuk menambah pasal dalam UU Pemerintah Daerah atau otonomi daerah (otda) bahwa ada ruang yang memungkinkan masyarakat dapat melakukan gugatan baik sebelum anggaran diparipurnakan oleh dewan atau sesudah diparipurnakan.

Sekarang memang kita dapat melakukan gugatan judicial review ke Mahkamah Agung (MA) atas putusan dewan yang tertuang dalam perda. Akan tetapi, gugatan ini menyeluruh atas seluruh perda yang ada, sehingga kembali ke pagu anggaran berikutnya.

Ini memang tidak efektif dan makan waktu lama, seharusnya ada pasal gugatan atas sebagian dari anggaran yang tidak disetujui tersebut di tingkat lokal, yang keputusannya mengikat. Selama ini, ada musrenbang tapi jar Urang Banjar hanya ‘inca-incaan’ ja atau terkesan pura-pura, dan tidak memiliki sanksi hukum apapun jika dilanggar oleh eksekutif. Ironisnya, anggota dewan malah berdiam diri, bahkan ada yang menyatakan merasa “ditampar” karena usulan kegiatan musrenbang diabaikan si pemimpin kota. Lucu memang ‘kejenakaan’ para wakil rakyat kita.

Fungsi sudah sangat kuat tapi merasa loyo, dengan berbagai alasan. Memang sepertinya perlu stimulasi tambahan berupa jamu kuat ‘Pasak Bumi’. Ini merupakan singkatan dari Perlu Adanya Silaturahmi Antar Kader, Bersama untuk Meningkatkan Iman.

Pasak bumi ini kelihatannya yang diperlukan seluruh kader partai manapun, karena iman adalah keyakinan, dan keyakinan itu adalah percaya akan takdir akan qadha dan qadhar. Oleh karenanya, jangan pernah disorientasi dalam berpikir. Sebab, menjadi wakil rakyat sama juga dengan posisi hakim, jaksa, polisi dan lainnya yang diberi amanah.

Patut diingat, para penerima amanah itu,  kakinya sebelah sudah berada di neraka dan sebelah lagi di surga.  Oleh karena jika rakyat mau dinista harga dirinya dengan sesuatu, jangan pernah berharap malaikat akan mendekati untuk berbisik, menuntun pemegang amanah kepada kebaikan. Tapi justru terjadi sebaliknya. Karenanya, jika ingin menghirup udara segar, jika ingin melihat matahari bersinar, jangan berada di ruang gelap, karena ruang gelap tak akan pernah memberi cahaya, bahkan kunang kunang sekalipun tak masuk.(jejakrekam)

Penulis adalah Mantan Anggota DPRD Kalsel

Politisi Partai Golkar

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.