Uhaib As’ad : HPS Jangan Sampai Mengulang Proyek Sejuta Hektare Orde Baru

0

PUNCAK peringatan Hari Pangan Sedunia (HPS)  ke-38  yang berpusat di Kalimantan Selatan sudah di depan mata. Persiapan nan panjang dengan melibatkan banyak pihak plus anggaran jumbo digelontorkan demi menjawab impian swasembada pangan.

PANDANGAN berbeda disampaikan oleh pengamat kebijakan publik asal FISIP Uniska MA, Dr Muhammad Uhaib As’ad. Dia memandang HPS tak lebih dari sekadar pesta pora untuk sejenak menghibur rakyat.

“Akhir dari perjalanan HPS adalah apakah sprit pesta pora ini bisa menanggulangi krisis pangan, dan mengerem laju impor pangan dari negara tetangga seperti Thailand dan Vietnam,” cetus Uhaib As’ad kepada wartawan, usai memberi materi dalam seminar di Hotel Banjarmasin Internasional (HBI), Rabu (17/10/2018).

Ia mengeritik perayaan HPS tak lebih bagian dari agenda menyambut tahun politik. Uhaib mengkhawatirkan apa yang telah dilakukan di Desa Jejangkit, akan bernasib sama dengan program sejuta hektare (PLG) lahan pertanian gambut di Kalimantan Tengah era rezim Orde Baru yang gagal total untuk menggenjot produktuvitas pertanian.

“Tentu kita tidak menginginkan cerita kelam masa lalu itu kembali terjadi. Saya berharap HPS bisa menginspirasi kepada semua rakyat Kalsel untuk meningkatkan produktivitas pertanian,” ucapnya.

Doktor jebolan Universitas Brawijaya (UB) Malang ini membandingkan kebijakan pertanian dengan negara tetangga semacam Thailand dan Vietnam, yang memprioritaskan pertanian dibandingkan sektor industri lainnya.

“Pertanian di Indonesia, khususnya di Kalimantan Selatan seperti dianaktirikan bukan menjadi prioritas utama. Contohnya, alokasi untuk pengembangan pertanian di APBN dan APBD di daerah, masih tergolong minim,” tegas Uhaib.

Editor Asian Institute of Research and Journal of Social and Political Sciencies ini menilai di negara jiran, justru sosok-sosok yang kompeten dan profesional yang membidani di bidang pertanian berbeda 180 derajat di Indonesia pertanian, malah terkesan jalan di tempat dan tidak berkembang.

“Itu disebabkan, salah satunya karena kelangkaan pupuk, bantuan bibit tidak efektif penyuluh-penyuluh pertanian di daerah, sehingga masyarakat bertani secara tradisional. Jika indonesia ingin kembali menjadi negara agraris yang utuh, ekonomi pertanian harus menjadi prioritas utama,” pungkas Uhaib.(jejakrekam)

Penulis Ahmad Husaini
Editor Didi GS

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.