Rakyat Hanya Dijadikan Komoditas Politik dan Alat Politisi untuk Menjadi Wakil Rakyat

0

PARTISIPASI masyarakat dalam Pemilu menjadi salah satu penentu kemajuan bangsa. Sayangnya, masyarakat saat ini lebih banyak menjadi komoditas politik semata. Mereka hanya dijadikan alat para politisi untuk duduk menjadi wakil rakyat.

DI sisi lain, masih ada apatisme masyarakat terhadap wakil rakyat mereka. Masyarakat sebenarnya punya peran besar untuk kritis dan selektif dalam memilih wakil mereka. Dengan menjadi masyarakat yang kritis dan selektif, diharapkan wakil rakyat yang terpilih adalah benar-benar insan yang mampu dan mau berjuang untuk kepentingan masyarakat.

Berangkat dari potret tersebut, digelarlah Seminar Evaluasi Amanat Rakyat Sebuah Percakapan Politik. Narasumbernya, Rocky Gerung selaku pengamat politik dan Uhaib As’ad selaku akademisi.

“Tujuan dari kegiatan ini diantaranya adalah mendidik publik agar berperan melalukan pengawasan terhadap kinerja para wakil rakyat, kita juga ingin mengedukasi masyarakat tentang hak-hak politik yang dimiliki. Yang tidak kalah penting dengan diadakannya seminar ini maka masyarakat bisa lebih selektif untuk memilih wakil rakyat di semua tingkatan. Harapannya tentu ketika kualitas wakil rakyat baik maka produk dan kebijakan yang dihasilkan bisa baik juga untuk kesejahteraan masyarakat,” ucap Ketua Panitia Seminar, Tatas Dwi Utama.

Pengamat Politik Rocky Gerung menyampaikan tema yang sangat menarik yakni Lanskap Politik Nasional dan Keterlibatan Publik dalam Pengawasan Eksekutif dan Legislatif. Menurut Rocky, saat ini kita memerlukan wakil rakyat dan pemimpin yang bisa berpikir dan sejalan antara kebijakan dengan kondisi masyarakat.

“Seharusnya kita punya wakil yang mampu melihat kondisi riil di masyarakat. Bukan yang tidak bisa berpikir dan hanya bisa membaca teks,” ucapnya.

Rocky sendiri mengajak kepada para peserta seminar untuk memahami politik. Ia memberikan poin khusus salah satunya kepada para perempuan yang ingin terjun ke dunia politik.

“Dulu perempuan hanya dianggap sebelah mata, saat ini perempuan punya peran memperjuangkan keadilan. Perempuan saat ini unstopable,” cetusnya.

Uhaib Asad dalam paparannya mengkritisi keterlibatan pengusaha dalam politik. Ia menyebut saat ini para wakil rakyat dan kepala daerah berselingkuh dan lebih mengutamakan kepentingan pengusaha.

Potretnya menurut Uhaib sangat jelas terlihat di Kalimantan Selatan. Akademisi Uniska ini juga mengkritik peran partai politik dan politisi yang gagal memberikan pendidikan politik bagi masyarakat.

“Saya menyoroti soal money politik, ini tidak boleh dibiarkan. Tidak boleh berlarut-larut seperti ini terutama di Kalimantan Selatan. Kita harus lawan,” tegasnya.

Kegiatan ini diikuti oleh berbagai kalangan utamanya dari kalangan mahasiswa, aktivis, akademisi dan masyarakat umum. Hadirnya Rocky Gerung telah menjadi magnet tersendiri khususnya dari kalangan mahasiswa. Panitia mencatat ada lebih dari 300 orang mahasiswa yang hadir. Mereka terlebih dahulu harus konfirmasi kehadiran melalui nomor panitia.

Salah seorang mahasiswa bernama Dayat mengaku kehadiran Rocky Gerung menjadi alasan utama dirinya hadir. Ia mengaku sudah acap kali mendengar paparan Rocky di berbagai kanal. “Kesempatan langka bisa hadir langsung pada seminar dengan pembicara sekelasa Bang Rocky,” ujarnya.

Dari pertanyaan para peserta seminar, ada yang cukup menarik yakni dari Agustin Nur Martina Putri. Mahasiswa doktoral Universitas Brawijaya ini mempertanyakan peran para wakil rakyat dalam memberikan pendidikan politik.

Menurutnya saat ini peran dalam memberikan pendidikan politik bagi masyarakat belum berjalan baik. Ia berharap para wakil rakyat yang terpilih nanti bisa menjalankan perannya dengan baik salah satunya dalam hal pendidikan politik.

Peserta lainnya bernama Muhammad mempertanyakan pemimpin seperti apa sebenarnya yang diperlukan bangsa ini. Ia menilai selama ini sejak era Soekarno setiap pemimpin selalu dianggap gagal.(jejakrekam)

Penulis Ahmad Husaini
Editor Andi Oktaviani

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.