Tidak Kuorum, Putusan DPRD Banjarmasin soal KUA-PPAS 2019 Berpotensi Tak Sah

0

LAPORAN tiga anggota dewan terhadap dugaan pelanggaran kode etik dan aturan terhadap pimpinan Badan Anggaran (Banggar) DPRD Banjarmasin telah menggelinding di Badan Kehormatan (BK) Dewan.

TIGA pelapor yakni M Isnaini (Partai Gerindra), Sri Nurnaningsih (Partai Demokrat) dan HA Rudiani dari Fraksi Partai Golkar menduga pimpinan Banggar yang juga pimpinan dewan itu melanggar ketentuan, akibat melanjutkan rapat pembahasan KUA-PPAS tahun anggaran 2019 di DPRD Banjarmasin, meski tak memenuhi kuota forum (kuorum).

Pakar hukum tata negara asal Fakultas Hukum Universitas Lambung Mangkurat (ULM), Ahmad Fikri Hadin saat diminta pendapatnya, menegaskan dalam kacamata konstitusi, tentu syarat pengambilan keputusan di rapat paripurna sudah ditegaskan dalam PP Nomor 12 Tahun 2018.

“Dalam PP Nomor 12 Tahun 2018 disebutkan tata tertib setiap rapat DPRD dapat diambil keputusan, jika sudah memenuhi kuorum. Terutama, pasal 97 ayat (1A) sudah diatur rapat paripurna memenuhi kourum jika kehadiran 3/4 dari total anggota DPRD untuk pengambilan keputusan, seperti usulan pemberhentian kepala daerah atau wakil kepala daerah,” papar Fikri Hadin berbincang dengan jejakrekam.com, Minggu (14/10/2018).

Masih menurut Fikri, dalam pasal 97 ayat (1B), bahwa 2/3 dari jumlah anggota DPRD untuk memberhentikan pimpinan DPRD serta menetapkan perda dan APBD sementara. Lalu, pasal 97 ayat (1C) itu menormakan bahwa dihadiri lebih dari 2/4 anggota DPRD untuk rapat paripurna,selain rapat sebagaimana dimaksud dalam huruf A dan B,” katanya.

Magister hukum jebolan UGM Yogyakarta ini menekankan secara legal formal dalam memutuskan hasil dari paripurna minimal harus memenuhi kourum, baru sah dalam mengambil keputusan.

“Jika tidak memenuhi kourum, maka bertentangan dengan tata tertib yang diatur dalam PP Nomor 12 Tahun 2018 yang menjadi pedoman anggota DPRD. Nah, ketika aturan tata tertib sudah dilabrak maka berkonsekuensi keputusan yang telah ditetapkan secara legal formal tidak sah,” tegas pengajar hukum tata negara di FH Universitas Lambung Mangkurat ini.

Fikri balik bertanya-tanya tentang logika berpikir pimpinan Banggar DPRD Banjarmasin ketika melanjutkan sidang paripurna atau rapat meski tidak memenuhi tatib, terutama kuorum.

Dia mengingatkan DPRD untuk mematuhi aturan yang ditetapkan untuk setiap pengambilan keputusan. “Ketika pimpinan dianggap melanggar aturan dengan melanjutkan rapat paripurna kemudian anggota lainnya tidak terima dengan melaporkan ke Badan Kehormatan, maka itu sah-sah saja  karena dijamin konstutusi,” cetusnya.

Ketua Pusat Kajian Anti Korupsi dan Good Governance (Parang) Unlam ini menegaskan jika kouta forum tidak terpenuhi, ada mekanisme yang bisa ditempuh pimpinan sesuai dengan PP Nomor 12 Tahun 2018.

Fikri menyebut pimpinan dapat menunda sebanyak dua kali dengan tenggang waktu tidak lebih dari satu jam. Kemudian, jika ditunda masih saja belum memenuhi kourum, maka pimpinan menunda lagi dengan jangka waktu maksimal tiga hari atau waktu yang ditetapkan secara musyawarah.

Kata Fikri, ketika rapat paripurna masih saja tidak memenuhi kuorum dan telah ditunda sebagaimana yang telah diatur, maka rapat paripurna tidak dapat mengambil keputusan. “Penyelesaiannya diserahkan kepada menteri untuk provinsi. Kemudian, kepada gubernur sebagai wakil pemerintah pusat untuk kabupaten/kota sesuai dengan PP Nomor 12 Tahun 2018,” ujarnya.

Aktivis anti korupsi mengeritik jika keputusan yang diambil dewan, jangan sampai merugikan masyarakat. Sebab, anggota DPRD telah diamanahkan rakyat untuk menyusun kepentingan hajat hidup orang banyak.

Sementara itu, anggota Fraksi Gerindra DPRD Banjarmasin M Isnaini yang melaporkan pimpinan Badan Anggaran justru berkomentar.

“Analogi sederhananya adalah ketika kita shalat, salah satu syarat adalah suci dari hadas. Namun, jika belum berwudhu, bisa dikatakan sah shalatnya?”

Dia juga menyesalkan sikap Ketua DPRD Banjarmasin selaku pimpinan Banggar yang bersikukuh meneruskan rapat paripurna pada medio Agustus lalu, meski tidak memenuhi kuorum.

“Padahal yang dibahas itu adalah anggaran yang bersentuhan langsung dengan hajat hidup orang banyak. Seharusnya, dewan penuh kehati-hatian dalam setiap keputusan yang diambil,” pungkas Isnaini.(jejakrekam)

Penulis Ahmad Husaini
Editor Didi GS

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.