Semangat Jihad Wasaka Antasari, Ruh Perlawanan Rakyat Banjar

0

PAHLAWAN Perang Banjar, Pangeran Antasari terkenal dengan moto perjuangannya Haram Manyarah Waja Sampai Ka Puting (haram menyerah baja hingga akhir) atau disingkat Wasaka. Hari wafatnya bangsawan Banjar yang bergelar Panembahan Amiruddin Khalifatul Mukminin ke-156 tahun diperingati secara khidmat di Masjid Jami Banjarmasin, Rabu (10/10/2018) malam.

UNTUK mengenang jasa pahlawan nasional asal Tanah Banjar ini digelar pembacaan surat Yasin, tahlil, shalawat dan zikir dipimpin Ketua Majelis Ulama (MUI) Provinsi Kalsel, KH Husin Naparin.

Berdasar catatan sejarah, usai Sultan Hidayatullah ditipu Belanda, maka perjuangan dalam Perang Banjar dilanjutkan Pangeran Antasari. Terbukti, bersama 300 prajuritnya, Pangeran Antasari menyerang benteng Oranje Nassau sekaligus tambang batubara milik Belanda di Pengaron, pada 25 April 1859.

Hingga akhirnya, Pangeran Antasari diangkat sebagai pemimpin perjuangan melawan penjajah Belanda di wilayah Banjar bagian utara, kini termasuk di wilayah Muara Teweh dan sekitarnya pada 14 Maret 1862, atau bertepatan dengan 13 Ramadhan 1278 Hijriyah.

Seruan jihad yang dikumandang Pangeran Antasari terkenal adalah hidup untuk Allah dan mati untuk Allah. Cucu Pangeran Amir, salah satu bangsawan Kesultanan Banjar ini sejak muda bernama Gusti Inu Kartapati.

Kemudian, para pejuang dari suku Banjar, Ngaju, Maanyan, Siang, Sihong, Kutai, Pasir, Murung, Bakumpai dan lainnya secara bulat mengangkatnya sebagai Panembahan Amiruddin Khalifatul Mukminin. Pangeran Antasari menjadi pemimpin pemerintahan, panglima perang serta pemuka agama tertinggi.

Di era Perang Banjar, ketokohan Pangeran Antasari bersama para panglimanya sangat merepotkan sekaligus menguras biaya besar perang bagi Belanda.  Hampir seluruh wilayah Kesultanan Banjar menjadi arena pertempuran pasukan Antasari berhadapan dengan Belanda serta pendukungnya. Dari Martapura, Hulu Sungai, Riam Kanan, Tanah Laut, Tabalong hingga wilayah sepanjang Sungai Barito, seperti Puruk Cahu, Kalimantan Tengah.

Belanda pun menghargai kepala Pangeran Antasari bagi yang bisa menangkap atau membunuhnya dengan imbalan 10.000 gulden. Namun, Pangeran Antasari tak pernah tertangkap. Sampai sang sultan di daerah darurat ini menghembuskan nafas terakhir akibat sakit pada 11 Oktober 1862 dalam usia 75 tahun. Jenazahnya sempat dimakamkan di Tanah Kampung Bayan Begok, Sampirang, Kalimantan Tengah.

Atas persetujuan pihak keluarga, kerangka Pangeran Antasari akhirnya dibawa ke Banjarmasin pada 11 November 1958. Kemudian dimakamkan kembali di Taman Pahlawan Perang Banjar, Kelurahan Surgi Mufti, Banjarmasin.

Nah, peringatan hari wafatnya Pangeran Antasari ini berlangsung cukup khidmat, dihadiri ratusan jamaah, termasuk para pejabat dan Forum Komunikasi Pimpinan Daerah (FKPD) Provinsi Kalsel.

“Haul Pangeran Antasari ini semoga makin meningkatkan ukhuwah Islamiyah serta keimanan dan ketakwaan kita kepada Allah SWT,” kata Sekdaprov Kalsel Abdul Haris Makkie, membacakan sambutan Gubernur Sahbirin Noor.

Ia mengatakan haul ke-156 tahun, sudah sepatutnya menjadi bukti kecintaan warga Kalsel terhadap sang pahlawan nasionalnya. “Semoga dari generasi ke generasi, semangat Pangeran Antasari ini tetap lestari, walau beliau telah meninggalkan kita sudah 156 tahun,” kata Ketua PWNU Kalsel ini.

Ia menekankan pentingnya mengaktualisasikan kembali semangat wasaka yang diwariskan Pangeran Antasari. “Haram manyarah waja sampai ka putting merupakan semangat luar biasa. Ini selaras dengan semangat Banua untuk mewujudkan pembangunan daerah,” kata Haris Makkie.

Putra mantan Ketua MUI (almarhum) Ahmad Makkie mengutarakan pesan Pangeran Antasari yang patut diteladani dan dijaga. “Tanah banyu (air) kita jangan sampai diincar urang. Jangan becakut papadaan (bertengkar sesama),” pungkasnya.(jejakrekam)

 

Penulis Asyikin
Editor Didi G Sanusi

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.