Mengukuhkan Integritas Mahasiswa Santri Menyambut Tahun Demokrasi

0

BADAN Eksekutif Mahasiswa (BEM) pesantren se-Indonesia menggelar Muktamar III dan seminar nasional dengan tema “Mengukuhkan Integritas Mahasiswa Santri Menyambut Tahun Demokrasi”.

MUKTAMAR III Halaqoh BEM pesantren se-Indonesia diselenggarakan pada 26-29 September 2018, dan dihadiri 196 mahasiswa santri perwakilan perguruan tinggi berbasis pesantren se-Indonesia. Sekolah Tinggi Ekonomi dan Bisnis Islam (STEBI) Al Muhsin Yogyakarta sebagai tuan rumah mitra pelaksana Muktamar III

Ketua pelaksana Ahmad Muslikul Umam mengatakan, Muktamar ini merupakan agenda rutin tahunan untuk mengatur mekanisme pertanggungjawaban dan pemilihan kepengurusan halaqoh BEM pesantren se-Indonesia.

Presiden Nasional Halaqoh BEM pesantren se-Indonesia Ahmad Nuruddin berharap mahasiswa santri dapat menjunjung tinggi nilai-nilai yang telah diajarkan di pesantren. Ia menjelaskan, berintegritas bukan berarti apolitis, tetapi tetap berpolitik dengan cara yang ramah, santun, dan menghindari praktik politik praktis yang kontraproduktif.

Ketua STEBI Al Muhsin Dr HM Anis Mashduqi menyampaikan, mobilitas dan panggung politik santri sudah dimulai sejak fase pra kemerdekaan. Kaum santri menjadi pejuang kemerdekaan dan turut mengisi kemerdekaan.

Anis menambahkan, pada era reformasi dan demokrasi sekarang ini, mobilitas dan panggung santri dalam dunia politik harus berlanjut dan semakin kuat. Mulai dari jabatan presiden, menteri, tidak lepas dari peran santri, momentum lima tahunan pilgub dan pileg juga tidak lepas dari kontestasi kader-kader santri untuk menempati posisi governing elite.

Dr Marwan selaku keynote speaker yang menggantikan Prof Dr Mahfud MD yang berhalangan hadir, menegaskan pentingnya membangun dan menjaga integritas dalam politik dan pemerintahan. “Bersih keluar, juga bersih di dalam, tidak korupsi keluar, juga tidak korupsi di dalam”, tegasnya.

Korupsi massal, seperti terjadi di Malang dan Sumatera Utara, bukti hilangnya integritas elit politik dan pejabat.

Narasumber Muktamar Muhammad Mustafied mengatakan, integritas mahasiswa yang sudah teruji di level personal harus diterjemahkan dalam konteks etika publik. Momentum tahun politik 2019 akan diwarnai oleh politik identitas yang membahayakan integrasi sosial dan kebangsaan.

Oleh karena itu, tugas mahasiswa santri mentransformasikan dan menghadirkan wacana politik kemaslahatan yang berbasis pada hak-hak dasar rakyat. “Di sinilah pentingnya mahasiswa santri menghadirkan etika politik,” ucapnya.

Sedangkan Dr Aguk Irawan menegaskan, hadirnya fenomena politik identitas bisa membahayakan bagi solidaritas masyarakat, apalagi medsos juga turut menciptakan kegaduhan. Maka mahasiswa santri harus membawa narasi besar untuk kemaslahatan umat dan bangsa. Selain itu, mahasiswa santri harus punya integritas pada nilai-nilai luhur dalam berbangsa, termasuk bijak dalam bermedia sosial.

Perwakilan BEM STIT Darul Hijrah Kalimantan Selatan Muhammad Hanafi mengungkapkan, pesantren merupakan rumah peradaban yang memilik ciri khas tersendiri dibandingkan dengan lembaga Pendidikan lainnya, yang memiliki otonomi dalam mengelola kelembagaan, terlebih BEM lesantren yang memliki Ilmu agama yang mendalam.

“Tentunya kita berharap juga dapat berkontribusi besar bagi perubahan besar bagi bangsa ini ke depannya, seperti halnya di awal kemerdekaan bahkan sebelum merdeka. Pesantren menjadi garda terdepan dalam memperjuangkan kedaulatan bangsa dan harus kita hadirkan kembali jiwa-jiwa itu,” pungkasnya.(jejakrekam)

Penulis Asyikin
Editor Andi Oktaviani

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.