Makin Susut Imbas Pelebaran Jalan, Tumpukan Sampah Penuhi Sungai A Yani

0

DI ERA Walikotamadya Banjarmasin Effendi Ritonga yang memimpin Balai Kota Banjarmasin periode 1984-1989, begitu gencar kota berbasis sungai. Cetak biru (blue print) goresan arsitek Belanda, Thomas Karsten dengan konsep jalan diapit sungai yang menjadi ciri khas Banjarmasin, ingin diwujudkan sang walikota.

TERBUKTI, di awal pemerintahan pada 1984, Effendi Ritonga pun menggeber proyek pengerukan Sungai Achmad Yani di bahu kiri dan kanan jalan. Lebarnya seperti sungai, bukan seperti sekarang tak ubahnya hanya saluran drainase. Mirisnya lagi, kini tumpukan sampah juga memenuhi Sungai A Yani.

Effendi Ritonga pun menurunkan alat berat untuk membebaskan lahan, hingga mengeruk Sungai Achmad Yani yang terkoneksi ke Sungai Veteran, Sungai Kuripan dan anak-anak sungai yang bermuara ke Sungai Martapura. Tapi, apa dinyana, kini warisan Effendi Ritonga tinggal kenangan. Impian Effendi Ritonga, ketika itu adalah jalur transportasi sungai di kawasan Jalan Achmad Yani itu hidup, sehingga akan terlihat pemandangan berbeda dibanding kota-kota lain.

Rencana itu juga diakuri Subhan Syarief. Arsitek senior yang juga Ketua Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi (LPJK) Kalsel ini ingat betul, ketika dua jalur Sungai Achmad Yani di bahu kana dan kiri, bisa hidup. “Program pembangunan jalan hingga pelebaran, selalu mengorbankan sungai,” kata Subhan Syarief kepada jejakrekam.com, Kamis (6/9/2018).

Subhan juga miris Banjarmasin sebenarnya memiliki payung hukum seperti Perda Sungai dan lainnya, sepatutnya bisa mengembalikan konsep tata kota yang disusun Thomas Karsten serta warisan dari Walikotamadya Effendi Ritonga. “Kini tinggal komitmen Pemkot Banjarmasin, apakah benar-benar serius menyelamatkan sungai-sungai yang tersisa,” ucap Subhan.

Makin tahun makin menyempit Sungai Achmad Yani juga diakui Udin. Salah satu juru parkir yang mangkal di kawasan Jalan A Yani, menceritakan pada tahun 1980-an, lebar Sungai Achmad Yani masih sekitar 7 meter. “Ya, lebarnya dari bahu Jalan A Yani yang ada. Karena pelebaran jalan, maka sungai terus menyusut. Sekarang, mungkin tinggal empat meter, adapula satu meter,” katanya.

Begitu lalu lintas jalan protokol itu makin sibuk, maka Sungai Achmad Yani pun jadi korban. Asyikin, warga Kuripan yang sehari-hari mangkal sebagai pengojek pun mengakui Sungai Achmad Yani sekarang kondisinya mampet dan tersumbat. “Sumbatan ini akibat endapan lumpur dan sampah. Kalau soal bau, sudah pasti. Apalagi, kalau sungai ini dalam keadaan dangkal,” kata Asyikin.

Dia mengaku terpaksa menunggu para calon penumpang di tengah bau comberan yang berasal dari Sungai Achmad Yani. Menurut Asyikin, bau tak sedap sudah lama tercium, apalagi saat musim kemarau.

Dia tak menepis ada beberapa pengerukan dilakukan Pemkot Banjarmasin, namun tak optimal. Masalahnya, alur Sungai Achmad Yani ini tersumbat akibat pemukiman, pembangunan ruko dan sebagianya serta sampah yang menumpuk.

Sebagai bukti, jika Sungai A Yani di depan kawasan Kantor PDAM Bandarmasih cukup lebar. Namun, kalau telusuri hingga ke Kilometer 6, akan makin menyempit. Ini belum lagi, jaringan pipa leding milik PDAM Bandarmasih yang membentang di atas Sungai A Yani. Nah, ketika ada pengerukan sungai, tentu pipa ini akan cukup menggangu.

Ironisnya, tumpukan sampah plastik mengapung, tak terangkut. Bahkan, membuat air Sungai A Yani makin menghitam, hingga mengeluarkan bau tak sedap. Jelas, bau ini mengganggu para pengguna jalan.

Ketika masih ada Dinas Sumber Daya Air dan Drainase Kota Banjarmasin, sejak 2014 sudah beberapa kali dilakukan pengerukan Sungai A Yani. Ada ratusan juta digelontorkan untuk mengeruk sungai di tepi jalan protokol. Begitupula, ketika dilebur ke Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Banjarmasin, pengerukan Sungai A Yani kembali dilakukan, meski dengan dana terbatas.(jejakrekam)

 

 

Penulis Ahmad Husaini
Editor Didi GS

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.