Minta Dana ke Calon Anggota DPRD, Panwaslu Alalak Terancam Sanksi Tegas

0

SURAT edaran berisi permohonan dana dari Panwaslu Kecamatan Alalak, benar-benar mengejutkan. Tindakan lancung Ketua Panwaslu Kecamatan Alalak Superiadi yang meminta dana kepada anggota DPR, DPD, DPRD provinsi dan DPRD kabupaten untuk keperluan melantik sekaligus bimbingan teknis (bimtek) pengawas pemilu desa (PPD) se-Kecamatan Alalak, dinilai melanggar kode etik penyelenggara pemilu.

DALAM surat berkop Bawaslu dan bernomor 054/Panwasl/ALK/VIII/2018, ditujukan kepada para calon anggota DPRD Batola. Dalam suratnya, Superiadi mengutarakan alasan ketiadaan dana, sehingga membutuhkan bantuan dana bagi suksesnya Pemilu 2019 di Kecamatan Alalak kepada para calon. Besarnya dana mencapai Rp 68 juta. Dana itu untuk administrasi, sewa gedung, deklarasi, sewa soundsystem (organ tunggal), konsumsi dan pembuatan baju seragam.

Adanya surat Panwaslu Kecamatan Alalak ini juga menghebohkan warganet. Ini setelah Helmi Aam memposting  seluruh surat, berikut rincian dana dan dokumen lainnya, hingga mendapat komentar warganet pada 29 Agustus 2018 lalu.

Ketua Bawaslu Provinsi Kalsel, Iwan Setiawan pun langsung bereaksi. Dia segera memerintahkan agar Bawaslu Batola menindaklanjuti surat edaran permohonan dana dari Panwaslu Kecamatan Alalak yang telah mencoreng kelembagaan pengawas sebagai lembaga independen.

“Saya sudah lama mendengar masalah ini. Bahkan, surat permohonan dana ini sudah beredar di media sosial. Makanya, kami perintahkan agar Bawaslu Batola segera menindaklanjutinya,” kata Iwan Setiawan kepada jejakrekam.com, Rabu (5/9/2018).

Dari hasil laporan Bawaslu Batola, Iwan mengungkapkan sejumlah pihak yang terlibat telah dipanggil. Terutama, Ketua Panwaslu Kecamatan Alalak Superiadi, karena yang bersangkutan ternyata masih berstatus ASN di lingkungan Pemkab Batola.

“Informasi dari Bawaslu Batola, sudah digelar rapat pleno masalah ini. Ada tiga hal yang terjadi dalam kasus ini. Pertama, Panwaslu Kecamatan Alalak telah melanggar tahapan pemilu. Kedua, pelanggaran kode etik penyelenggara pemilu. Ketiga, pelanggaran netralitas ASN,” papar mantan Ketua Panwaslu Banjarbaru ini.

Menurut Iwan, dari tiga dugaan pelanggaran itu. Untuk tahapan pelanggaran pemilu bisa diselesaikan melalui Sentra Penegakan Hukum Terpadu (Gakumdu) Bawaslu Batola dengan melibatkan Polres Batola dan Kejari Marabahan. “Jika terjadi pelanggaran kode etik akan diselesaikan melalui Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP). Sedangkan, masalah netralitas ASN diserahkan ke Komisi Aparatur Sipil Negara (ASN),” tegas Iwan.

Guna menindaklanjuti hal itu, Iwan mengatakan Bawaslu Batola sudah telah mengantongi data, memeriksa para saksi dan pihak lainnya. “Yang pasti, dalam rapat pleno kedua akan dikorek lebih mendalam. Sebab, masalah ini adalah pelanggaran serius. Karena Panwaslu Alalak sudah terbukti mencoreng instusi secara keseluruhan,” tegasnya.

Sayangnya, komisioner Bawaslu Batola Rahmatullah Amin saat dikontak jejakrekam.com, tak terhubung untuk mengetahui sejauhmana perkembangan pengusutan kasus tersebut.(jejakrekam)

 

Penulis Asyikin
Editor Didi GS

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.