Mengangkat Kembali Semangat Sportivitas Balogo yang Mulai Dilupakan

0

KICK-off Sepeda Nusantara Seribu Sungai yang digelar di Banjarmasin berlangsung meriah, Sabtu (1/9/2018). Menariknya, dalam gelaran Pemkot Banjarmasin yang dipelopori Kemenpora di bawah kepemimpinan Menpora Imam Nahrawi ini mengadakan arena permainan balogo di Balai Kota.

HAL ini dilakukan demi mengingat permainan tradisional mulai terkikis di masyarakat. Contohnya, balogo yang dulunya dimainkan oleh laki-laki dewasa ini mulai sepi peminat di Banjarmasin.

Lain halnya yang berada di Kandangan (Kabupaten Hulu Sungai Selatan) dan Tanah Bumbu diakui Muhammad Suriani, justru masih lestari. Sebagai penggerak Kampung Permainan Tradisional Pendamai di Jalan Teluk Tiram Darat, Gang Pendamai, Basirih, Banjarmasin Barat, hawa itu bisa dibawa ke ibukota Provinsi Kalsel kembali.

“Banjarmasin ini kalah dengan Hulu Sungai, seperti Kandangan dan Tanah Bumbu ada ribuan warga yang memainkan,” katanya.

Wajar saja, menurut Suriani, apabila ada lomba yang berkaitan dengan balogo ini selalu dimenangkan oleh Kandangan dan Kotabaru, karena banyak mengirim tim. “Kalau di Banjarmasin tidak seberapa, diperkirakan hanya 200 orang dengan jumlah penduduk Banjarmasin yang banyak,” ucapnya.

Suriani berharap bisa melahirkan generasi yang dapat menjaga kelestarian balogo. Misalnya, dengan menyisipkan kepada pelajar di sekolah untuk diberikan ruang selama 30 menit. “Harusnya ada waktu balogo. Ini kan sebagai wujud pelestarian. Mudah-mudahan dari dinas terkait bisa menginstruksikan,” ujarnya.

Menurut Suriani, bermain balogo ini sangat menyenangkan, apalagi kalau penontonnya banyak. Dijelaskannya, balogo ini tidak bisa bermain sendiri-sendiri, tentu perlu adanya teman bermain. “Jadi, bisa jadi ajang silaturahmi sambil berolahraga. Balogo ini jarak mainnya 50 meter, kalau 50 meter bolak balik empat kali saja sudah 200 meter. Tidak terasa olahraga,” jelasnya.

Ketua BPK Pendamai ini mengatakan, di pekarangan rumah pribadinya yang kini disulap menjadi wadah permainan tradisional ini. Bahkan, mendapat dukungan warga, setidaknya setiap Sabtu dan Minggu ada tiga rukun tetangga (RT) berkumpul untuk bermain. “Kalau hari lain ada, tetapi sehabis Ashar main,” ungkapnya.

Bukan hanya balogo, engrang, bagasing, dakuan, lompat tali, gobak sodor, tukupan, basisit, bakujur, basaman, ting ting prak, balewang hingga masak-masakan juga menjadi pilihan bermain yang kebanyakan disenangi oleh anak-anak.

Kampung permainan yang didirikan sejak tahun 2016  ini diakui Suriani dibuka secara cuma-cuma. Sebab, ia punya hasrat membentuk karakter anak-anak sekitarnya lewat permainan tradisional ini. Dengan harapan banyak keuntungan yang didapatkan. Misalnya, kebersamaan, mengasah daya pikir dan gerak, serta nilai sportivitas.

Perlu diketahui, alat permainan yang dibuat dari tempurung dan dibentuk segitiga dengan garis tengah 5-7 cm dibuat 2 buah dan direkatkan dengan aspal atau dempul perahu dan pemukul disebut campa (penapak) yang dibuat dari bambu dengan lebar 2-4 cm., panjang 45-50 cm yang dibentuk sesuai selera.

Seiring waktu permainan tradisional olahraga Balogo yang dimainkan identik dengan laki-laki berumur, kini makin digemari semua kalangan, dari anak-anak, remaja dan dewasa.

Olahraga tradisional balogo dimainkan minimal 2 orang untuk perseorangan dan beregu dengan tim sebanyak 3 orang hingga 5 orang. Panjang lapangan permainan 50 meter, lebar 2,5-3,5 meter dibuatkan garis seluas permainan tradisional olahraga tersebut.

Masing-masing pemain harus memiliki 1 logo dan 1 alat pemukul yang disebut campa atau penapak. Pemain dibagi dua tim untuk menentukan yang jaga dan penyerang dengan cara suit.

Tim yang kalah memasang logo secara berderet tiga kebelakang pada garis-garis melintang dengan jarak 5-7 meter. Tim pemenang ditentukan oleh wasit atau juri sebanyak dua orang dengan mencatat poin yang sudah ditentukan.(jejakrekam)

Penulis Arpawi
Editor Didi GS

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.