Kaum Difabel Tak Dilibatkan, Trotoar di Banjarmasin Harus Dievaluasi Ulang

0

PENGAMAT perkotaan Nanda Febryan Pratamajaya mengaku tak terkejut jika Banjarmasin belum ramah bagi penyandang disabilitas atau cacat, khususnya fasilitas publik seperti trotoar dan lainnya. Termasuk, rencana pembangunan trotoar sepanjang Jalan Achmad Yani yang akan menelan dana Rp 9,2 miliar.

APA pasal? Menurut Nanda Febryan Pratamajaya, kegagalan konstruksi bisa dimulai dari perencanaan dan kesalahan dalam pembangunan fisiknya di lapangan.

“Sepatutnya, hal semacam ini tak boleh ada pembiaran yang terus menerus terjadi di Banjarmasin. Apalagi, sekarang Pemprov Kalsel telah merevisi perda yang mengakomodir hak-hak penyandang disabilitas. Dalam hal ini, Pemkot Banjarmasin sudah sepatutnya melibatkan mereka, ketika menyangkut pembangunan fasilitas publik,” ucap Nanda Febryan Pratamajaya kepada jejakrekam.com, Selasa (28/8/2018).

Ia mengungkapkan fakta di lapangan justru kawasan pedestrian atau trotoar yang ada, pemasangan guiding block atau petunjuk bagi kaum disabilitas juga terhalang pohon. “Ini belum lagi bicara secara teknis, perbedaan elevasi atau ketinggian lantai waktu naik dan jalan. Jelas, sangat tak ramah bagi penyandang disabilitas,” urai planolog jebolan Universitas Brawijaya (UB) Malang ini.

Nanda pun mengajak agar menyimak Peraturan Menteri PUPR yang mengatur masalah itu, seperti di Permenpupera Nomor 30 Tahun 2006 dan Nomor 14 Tahun 2017 tentang Persyaratan Bangunan dan Gedung.

“Dari aturan yang ada, jelas diamanatkan penyediaan fasilitas bagi kaum disabilitas. Saya sarankan agar segera Pemkot Banjarmasin mengevaluasi pembangunan trotoar yang ada. Bicara untuk kepentingan umum saja sudah tak layak, apalagi bagi berkebutuhan khusus,” tuturnya.

Ketua DPP Intakindo Kalsel ini berharap agar Pemkot Banjarmasin hanya ingin mengejar target sebagai kota ramah anak dan difabel, justru dalam pelaksanaannya jauh panggang dari api.

“Untuk niat baik, kita patut acungi jempol. Tapi, fakta yang terjadi, lebar trotoar yang ada hanya satu meter. Ini belum lagi, trotoar yang ada terputus dan harus naik turun. Seperti di Jalan Achmad Yani, untuk melebarkan maka akan mengorbankan sungai atau menutupi aliran sungai,” tuturnya.

Nanda pun mengaku agak miris dengan porsi anggaran yang cukup besar, sepatutnya bisa diukur dengan asas manfaatnya.

Secara teori, Nanda mengatakan guiding block adalah jalur penuntun atau petunjuk bagi disabilitas khususnya tunanetra, dengan menggunakan ubin berwarna kuning dengan garis lurus dan bertekstur bulat. “Memang, sudah dibangun di beberapa kawasan, tapi tidak sesuai fungsinya. Bahkan, terkesan tidak mengerti soal fungsi dan keberadaannya,” paparnya.

Kemudian, masih menurut Nanda, fungsi ramp atau fitur pengganti tangga yang biasanya digunakan lansia atau penyandang disabilitas untuk naik ke tempat yang lebih tinggi atau saat akan naik ke transportasi umum seperti angkot atau bus.

“Ini ditambah lagi fungsi ketiga portal S yang berguna melindungi pegguna kursi roda. Sesuai namanya, bentuk portal dirancang seperti huruf S yang terbuat dari bahan stainless dan terletak di ujung-ujung trotoar,” ungkap Nanda.

Ia juga mengungkapkan berdasar Permen PKADS atau Permen PPPA Nomor 4 Tahun 2017 tentang Perlindungan khusus bagi anak Penyandang Disabilitas didasari dengan pertimbangan bahwa setiap anak termasuk anak penyandang disabilitas berhak untuk tumbuh dan berkembang dan berhak untuk mendapatkan perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.

“Faktanya, masih banyak anak penyandang disabilitas belum optimal memperoleh pelayanan yang dibutuhkan dan menikmati haknya karena kemudahan aksesibilitas dan sarana prasarana yang sesuai dengan kebutuhan belum dapat dipenuhi dengan baik serta adanya pelabelan dan perlakuan yang tidak sama di masyarakat,” kata Nanda lagi.(jejakrekam)

 

Penulis Ahmad Husaini
Editor Didi GS

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.