Banjarmasin Belum Ramah Difabel, Termasuk Kawasan Balai Kota

0

PROGRAM peduli yang sudah dijalankan Pemkot Banjarmasin sejak 2016 dievaluasi The Asian Foundation dan Sentra Advokasi Perempuan Difabel dan Anak (SAPDA).  Sorotan para aktivis yang bergerak di hak-hak kaum disabilitas menyangkut  fasilitas publik yang ada di ibukota Provinsi Kalimantan Selatan.

HAL ini terungkap ketika konsultan dari The Asian Foundation Bahrul Fuad bersama Koordinator Lapangan SAPDA  Fatum Ade mendatangi Balai Kota Banjarmasin, Selasa (28/8/2018). Mereka mengevaluasi dan melakukan monitoring terhadap program peduli yang sudah berjalan sejak 2016 di Banjarmasin.

Program peduli dari The Asian Foundation yang berpusat di Jakarta ini merupakan organisasi non-pemerintah yang berkomitmen untuk mengembangkan wilayah Asia-Pasifik menjadi sebuah wilayah yang damai, makmur, adil.

Terutama dalam peningkatan tata pemerintahan, hukum, masyarakat sipil, pemberdayaan perempuan, reformasi ekonomi dan pembangunan berkelanjutan dalam rangka mewujudkan program inklusi untuk kelompok rentan.

“Setelah berkeliling ke beberapa tempat di Banjarmasin, saya lihat banyak tempat belum layak atau ramah inklusi. Ambil contoh, saat ke Duta Mall, saya tak bisa menggunakan kursi roda menuju ke Gramedia untuk membeli sesuatu. Saya masuk mesti diangkat dulu,” ucap Bahrul Fuad kepada wartawan.

Tak hanya itu, pria yang akrab disapa Cak Fu ini juga menyebut kondisi trotoar di Jalan Achmad Yani Banjarmasin juga belum ramah bagi difabel. “Banjarmasin masih sangat minim aksesibilitas layanan umum,” ucapnya.

Bukan hanya itu, Cak Fu juga merasakan saat berada di Balai Kota juga belum layak untuk para penyandang disabilitas. Ia berharap agar Walikota Banjarmasin Ibnu Sina segera membenahi hal itu, terutama di kawasan pusat perkantoran pemerintahan kota.

Dari data yang digali Cak Fu, ternyata beberapa keluarga di Banjarmasin juga masih menyembunyikan anak-anak difabel di rumah. “Akhirnya, mereka tak bisa mengakses layanan pendidikan dan kesehatan dengan baik. Seharusnya, pemerintah sebagai proaktif pengambil kebijakan memang sangat diperlukan. Jadi, pemerintah benar-benar bisa hadir dan mengetahui kondisi difabel,” katanya.

Sementara itu, Koordinator Lapangan SAPDA Banjarmasin Fatum Ade menyarankan agar Pemkot Banjarmasin melibatkan dari perencanaan sampai pembangunannya, menyangkut fasilitas publik bagi kaum difabel.

Ia mengaku bersama Walikota Banjarmasin Ibnu Sina pernah membuat semacam audit sosial terkait pembangunan pedestrian di Jalan Belitung. Bahkan, Fatum Ade menerangkan, bahwa Ibnu pernah mencoba sendiri dengan kursi roda dan tongkat netra dan mengaku, kawasan pedestrian di Jalan Belitung belum ramah difabel.

Atas temuan itu, Walikota Ibnu Sina kepada meminta agar Dinas PUPR dan instansi terkait dalam membangun fasilitas harusnya melibatkan komunitas difabel, sehingga bisa layak atau tepat saat digunakan.

“Ya, seperti trotoar di Banjarmasin yang masih kurang layak bagi penyandang disabilitas. Memang, anggaran di Pemkot Banjarmasin sangat kecil, tapi pembangunan secara bertahap untuk fasilitas difabel, tentu kami dukung,” cetusnya.

Menurut Fatum Ade, sepatutnya segala pembangunan menyangkut fasilitas publik, terkhusus lagi bagi kaum difabel mesti dilihat dari aksesibilitas. “Ya, tak hanya di pedestrian, tetapi juga di tempat umum, seperti masjid, siring hingga perkantoran juga penting untuk memperhatikan hal itu,” tandasnya.(jejakrekam)

Penulis Arpawi
Editor Didi GS

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.