Aktivis Perempuan Kalsel Sebut Caleg Kaum Hawa Hanya Pelengkap Penderita

0

SEBANYAK 662 calon legislatif (caleg) yang memperebutkan 55 kursi DPRD Kalimantan Selatan pada Pemilu 2019, formasi kandidat wakil rakyat masih didominasi calon laki-laki. Skemanya, 367 caleg laki-laki dan 255 calon perempuan atau 41 persen keterwakilan perempuan yang telah ditetapkan dalam daftar caleg sementara (DCS) Pemilu 2019.

DARI 16 parpol peserta Pemilu 2019 di Kalsel, teratas keterwakilan perempuan dalam formasi calegnya adalah Partai Hanura dengan membagi rata 36 caleg atau 50 persen, diisi 18 caleg laki-laki dan 18 caleg perempuan. Terkecil, PKPI dengan 6 caleg di dua dapil, menempatkan 33,33 persen caleg perempuan.

Mantan komisioner KPU Kalsel Masyitah Umar mengakui formasi caleg perempuan belajar dari pengalaman pemilu sebelumnya, hanya pelengkap penderita.

“Kebanyakan para caleg perempuan itu dipasang di dapil yang sangat kecil untuk terpilih. Ini belum lagi, ditaruh di nomor urut bawah, meski saat ini sistem pemilihan menggunakan proporsional terbuka. Ya, berdasar pengalaman pemilu, caleg perempuan hanya pelengkap penderita,” ucap Masyitah Umar kepada jejakrekam.com, Senin (20/8/2018).

Dosen Fakultas Syariah dan Ekonomi Islam UIN Antasari ini mengungkapkan sejatinya caleg-caleg perempuan yang dipasang parpol itu adalah figur yang berkualitas. Hal ini, menurut dia, agar bisa mengimbangi keterwakilan perempuan yang mengamanatkan 30 persen, seharusnya proses seleksi pun ketat.

“Bukan asal comot, terkadang perempuan yang diusung juga tak tahu jadi caleg. Ini membuktikan parpol hanya memenuhi asas formalitas dan kuantitas, bukan mengutamakan kualitas,” tutur Masyitah Umar.

Ia tak memungkiri saat ini kalangan perempuan yang memiliki dedikasi dan integritas lebih banyak tersedot di dunia birokrasi. Sedangkan, menurut dia, perempuan yang berkiprah di parpol, kebanyakan hanya untuk memenuhi syarat pencalonan di setiap pemilu.

“Coba amati dalam DCS itu, bukan kami meragukan kualitas caleg perempuan yang dipasang parpol. Faktanya, mereka hanya ditaruh untuk melengkapi syarat,” cetus perempuan yang aktif di organisasi perempuan Kalsel ini.

Masyitah Umar pun sangsi, ketika nanti para caleg perempuan terpilih di lembaga perwakilan justru tak berfungsi optimal di tengah dominasi kaum laki-laki sebagai wakil rakyat. “Inilah mengapa parpol sangat penting untuk menjalankan program kaderisasi. Jadi, caleg perempuan yang dipasang itu bukan asal-asalan,” tandasnya.

Senada Masyitah Umar, Ketua Lembaga Kajian Keislaman dan Kemasyarakatan (LK3) Banjarmasin Rafiqah tetap menyambut gembira total keseluruhan caleg perempuan yang mencapai 41 persen untuk DPRD Kalsel. Hanya saja, Rafiqah juga menyebut kebanyakan para caleg perempuan yang dipasang adalah pelengkap.

“Ya, istilahnya pelengkap penderita. Ini bukan rahasia umum, kalau parpol memasang caleg perempuan juga bukan dari kalangan potensial,” ucap Rafiqah.

Mengingat potensi pemilih perempuan yang cukup besar di Kalsel, Rafiqah mengakui terjadi keberimbangan antara pemilih laki-laki sebanyak 1.386.108 orang, berbanding 1.374.252 pemilih perempuan dari total pemilih sementara 2.760.360 orang.

“Ini membuktikan parpol belum menangkap peluang ini. Coba tengok, dalam daftar caleg yang diusulkan parpol, kebanyakan caleg perempuan juga ditaruh di daerah yang tidak potensial untuk dipilih dalam Pemilu 2019,” ungkap Rafiqah.

Aktivis perempuan ini pun setuju dengan pernyataan Masyitah Umar jika caleg perempuan hanya sebagai pelengkap penderita. Ini dikarenakan proses kaderisasi serta peningkatan mutu caleg-caleg perempuan selalu diabaikan.

“Padahal, di Kalsel, isu perempuan terutama masalah kekerasan dalam rumah tangga (KRDT), kesetaraan gender dan lainnya perlu perhatian khusus. Jadi, ketika nanti terpilih, para caleg perempuan bisa melek dengan persoalan yang dihadapi kaumnya,” tandasnya.(jejakrekam)

 

 

 

 

 

Penulis Didi GS
Editor Didi G Sanusi

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.