Sektor Pariwisata Menjanjikan, Negara Menjamin Keberadaan Masyarakat Adat

0

REVITALISASI budaya Borneo yang menjadi bagian dari khazanah kekayaan kultur asli Indonesia menjadi topik yang hangat dibahas dalam Forum Kebudayaan dalam Festival Pesona Budaya Borneo II di Hotel Rattan Inn, Banjarmasin, Senin (13/8/2018).

DISKUSI berbobot ini dihadiri tiga pemateri yang berkompeten. Yakni, Deputi Menteri Bidang Pemasaran Pariwisata Mancanegara Kementerian Pariwisata (Kemenpar), Prof Dr I Gede Pitana, dan Dr Julianus P Limbeng dari Dirjen Kepercayaan Terhadap Tuhan YME dan Tradisi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI serta akademi yang juga sosiolog antropolog Universitas Lambung Mangkurat (ULM), Setia Budhi Ph.D.

Dialog ini pun makin terarah dipandu sosiolog FKIP ULM, Nasrullah yang memacu diskusi dua arah. Dalam paparannya, I Gede Pitana mengungkapkan justru sektor pariwisata lebih menjanjikan menghasilkan devisa, malah mengalahkan sumber lain.

“Sektor pariwisata merupakan sumber lapangan kerja. Dampak positif dari pariwisata yang dikelola dengan baik, justru menciptakan tenaga kerja yang luar biasa,” papar I Gede Pitana.

Selain itu, menurut dia, sektor pariwisata merupakan berbiaya murah dan mudah, serta menimbulkan motivasi dan menginspirasi kebudayaan. “Keterlibatan publik pun sangat menentukan. Makanya, saya memberi tips agar anak muda yang selalu memposting foto-foto di media sosial (medsos) dengan catatan foto di daerah. Dengan menyebutkan lokasi, akan menarik minat orang luar,” tutur I Gede Pitana.

Sementara itu, Julianus Limbeng menekankan terhadap keberadaan masyarakat adat, termasuk suku Dayak telah disikapi pemerintah dengan mengeluarkan UU Nomor 5 Tahun 2017 tentang Pengajuan Kebudayaan. “Ini merupakan payung hukum yang menjamin kelestarian kebudayaan,” ucap Limbeng.

Ia mengakui sisi kebudayaan sangat luas aspeknya, sehingga dalam proses pelestariannya perlu dilakukan investarisasi, pencatatan warisan budaya tak benda, hingga pengajuan usulan perawatan kebudayaan daerah ke  Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. “Bagi saya, ilmu yang tinggi justru tak berarti, kalau kita tak memiliki karakter. Inilah pentingnya kebudayaan itu. Makanya, negara menjamin perlindungan dari segi hukum dan politik terhadap keberadaan masyarakat adat,” tegas Limbeng.

Kupasan menarik diungkap Setia Budhi. Antropolog ULM ini mengungkapkan dalam revitalitasi budaya, ada  tiga hal penting untuk direvitalisasi mencakup pendidikan, ilmu pengetahuan dan produk. “Dalam hal ini, perlu menggunakan story telling untuk menjelaskan suatu produk kebudayaan. Misalkan, berita Sungai Gabai di Sarawak yang begitu luar biasa, sanggup mendatangkan para wisatawan mancanegara. Padahal, kondisinya justru tak seindah dengan Loksado di Kalsel,” papar dosen muda FISIP ULM ini.

Dialog pun makin menghangat ketika para peserta forum kebudayaan dari berbagai kalangan seperti mahasiswa, aktivis, Dewan Adat Dayak (DAD) dan pemerhati kebudayaan dalam upaya menghidupkan kembali budaya lokal sebagai warisan leluhur yang harus terus dijaga.(jejakrekam)

 

Penulis Ahmad Husaini
Editor Didi GS

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.